IPA #13

88.7K 3.7K 106
                                    

"Terkadang bercanda itu dapat mengubah rasa."

--The Author--

Selamat Membaca🤓

💊💊💊

SUASANA di ruang makan begitu sepi, kecuali diisi dengan bunyi garpu maupun sendok pada piring masing-masing. Tidak ada topik pembicaraan yang biasa terjadi jika aku dan ayah sedang makan malam di rumah.

Adnan yang sudah selesai makan pun masih diam, memperhatikan kami yang masih mengunyah. Ralat, bukan memperhatikan, tapi menunggu.

Sampai beberapa menit kemudian setelah aku mengelap sisa makanan yang ada di mulutku menggunakan tissue, Adnan baru membuka mulut.

"Saya sudah transfer uangnya ke Bu Imel, Aal."

Aku meneguk segelas air dan menatapnya antusias.

"Hah? Seriusan?"

Adnan hanya mengangguk datar, lalu hening. Tak beberapa lama, dia pun bangkit dari kursinya tanpa suara. Sarah yang masih menyuapi Pinkan di sampingnya pun hanya melirik.

"Hmm, Adnan!" Panggilku ragu-ragu.

Dia berbalik dan mengangkat sebelah alisnya. "Ya?"

"Mau kemana?" Tanyaku. "Maksudnya, duduk dulu sini. Gue ada sesuatu buat lo. Tunggu!"

Dengan seringaian geli, aku berlari menuju dapur. Sarah pun tidak ingin ikut campur dan hanya menahan tawa memperhatikan. Aku mengambil segelas jus jeruk di kulkas yang baru kublender sebelum makan tadi. Tersenyum sedikit menatap gelas itu bangga.

"Bukan Aalia namanya, kalau nggak bisa balas dendam. Lo udah buat kaki gue sakit dan sekarang gue bakal buat perut lo keram. Hahaha!" Gumamku diakhiri dengan tertawa jahat layaknya Lucinta Luna yang gagal bernyanyi karena tersedak jakunnya sendiri.

Aku kembali berjalan dan Adnan menuruti perintahku. Dia sekarang duduk di sofa ruang televisi dengan ponsel di genggamannya. Sedangkan Sarah baru saja membereskan semua piring-piring kotor dibantu Bi Ayu.

Sarah berjalan melewatiku dan tersenyum penuh arti. "All the best!"

Aku pun hanya cekikikan geli membayangkan apa yang akan terjadi pada Adnan nantinya.

Aku menghampiri dia dengan senyuman sumringah.

"Adnan!" Panggilku antusias.

Dia pun mendongak dan menatapku bingung. Dia menatap gelas yang ada di tanganku.

"Nih!" Ujarku sambil menyodorkan dia gelas itu.

Lagi-lagi hanya sebelah alis yang terangkat. Aku hanya terus memasang cengiran khas milikku.

"Itu buat saya?" Tanyanya.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum penuh arti. Membayangkan dia meneguk semua isi gelas itu hingga tandas dan setelah itu--

"Tumben, baik." Adnan menatap gelas itu datar dan mulai mengangkat tangan untuk meraihnya dari tanganku.

Senyumanku sempat mengembang sampai dia menarik kembali tangannya.

"Coba kamu minum dulu." Pinta Adnan.

Aku membelalakan mata. Menatap Adnan tidak percaya.

"Ke... Kenapa?"

"Ya, Nggak apa-apa. Cuma kamu minum aja dulu." Ucapnya santai sambil nemperhatikan ponselnya lagi.

"Oh, jadi lo nggak percaya sama gue? Padahal gue berniat baik lho, buatin lo juz jeruk. Gue kan nggak pernah sebaik ini sebelumnya. Kenapa--"

Imam Pilihan Ayah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang