"Allah selalu bersama hamba-hamba-Nya yang sabar."
--Adnan Borowski--
Selamat membaca🤓
💊💊💊
"HALO, Assalamu'alaykum," sapa Adnan ke telepon.
"Halo, Dude. Ini Leo," ucap seseorang dari seberang.
Adnan hanya ber-oh ria dan memindahkan ponselnya dari telinga kanannya ke telinga kiri.
"Ada apa?" tanya Adnan to the point menggunakan bahasa asalnya, Jerman.
"Bagaimana pernikahanmu dengan Aalia?" tanya Leo.
"Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar. Itu yang baru kuingin tanyakan; kenapa kau tak datang?"
"Syukurlah kalau begitu. Sebelumnya aku minta maaf tidak bisa datang. Ini ..., ini tentang--kau ada dimana sekarang?"
Terdengar dari suaranya, Leo sepertinya sangat was-was. Dia seperti orang yang ketakutan namun ditahan.
"Aku dan Aalia sudah dalam perjalanan menuju bandara. Memang ada apa sebenarnya, dude? Kau begitu membuatku takut."
Terdengar hembusan napas Leo. Dia mencoba menenangkan diri sebelum memberikan informasi yang menurutnya akan menentukan; jatuh kemana Adnan dan Aalia nanti? Jurang kehidupan atau kematian.
"Ini soal ..., Clara. Kau ingat? Saat kau menemukan seorang wanita ber-hoodie yang hendak mencelakai Aalia dan dia lompat dari jendela? Kau benar, Clara adalah pelakunya." Leo berkata cepat.
Adnan mengernyitkan dahi.
"Tunggu sebentar, apa maksudmu?"
"Aku pernah mengatakan saat melihat tangan Clara diperban, aku kira itu benar-benar terkena air panas, tapi ternyata itu akibat ulahmu yang sengaja melukainya dengan gunting hanya untuk memberikan jejak pada si pelaku. Kau benar. Clara-ku, yang sudah melakukannya."
"Clara?" tanya Adnan lirih.
Aku yang merasakan atmosfer berbeda langsung menyentuh pundak suamiku.
"Tapi, Clara kan belum lancar bergerak dan berjalan, Leo. Kenapa dia bisa memanjat jendela rumah sakit?"
"Itu dia yang tak kumengerti. Dia baru saja berkata jujur saat kupergok dia di bandara, membantu teman laki-lakinya--kuingat waktu itu pernah menghajarnya di klub Indonesia. Dia juga mantan kekasih Aalia. Aku lupa siapa namanya."
"Ronald?" Adnan berkata lagi dan kali ini aku yang mengernyit.
Tiba-tiba saja dengan tidak santai, taksi yang kami tumpangi, mengerem dadakkan hingga kepalaku terbentur sekat di depanku.
"Awh!" jeritku lirih seraya mengusap-usap dahiku yang terbentur.
Ponsel Adnan pun sempat terjatuh karena dirinya tidak bisa menjaga keseimbangan.
"Sorry, Mr., sorry, Mrs.!" ujar supir itu.
"Hey, can you drive it well, Stupid! My forehead almost broke, collide with this f**king partition! (Hei, bisakah kamu berkendara dengan baik, Bodoh! Dahiku hampir pecah, terbentur sekat si*lan ini!)" omelku kesal pada si supir taksi itu seraya mengelus dahiku.
Bagaimana tidak? Dia membuat dahiku benjol akibat caranya berkendara. Untung saja ada sekat ini yang menghalangi. Kalau tidak, sudah kubuat dua benjolan yang sama di kepalanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Pilihan Ayah (SUDAH TERBIT)
Romance"Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula." ??? Aku tidak percaya kalimat diatas. Mana mungkin sih laki-laki baik dengan wanita baik jika aku sendiri jahat dan harus dijodohkan dengan laki-laki sebaik...