Selamat membaca🤓
💊💊💊
PUKUL sebelas malam, kami memutuskan pulang karena Clara yang enggan ditinggal oleh Adnan dan terpaksalah kami harus tinggal di ruangan ini hingga Clara tidur.
Umur Clara 20 tahun, tapi kelakuannya sangat lugu dan polos. Dia benar-benar seperti anak kecil.
Apakah seperti itu rasanya kehilangan masa anak-anak?
Dulu, mungkin aku kekurangan kasih sayang mama dan ayah, tapi ada Bi Ayu yang selalu mengajakku bermain. Walaupun jarang, mama dan ayah juga terkadang mengajakku bermain. Entah itu di kolam renang, keluar negri, keluar kota, pantai, gunung, dan lain-lain. Jangan salahkan aku jika aku memanggil mereka dengan panggilan yang tidak sinkron; mama dan ayah. Aku pun merasakan jika Mama dan Ayah itu tidak cocok. Namun, biarkan saja jika orang tuaku itu selalu berbeda pendapat setiap saat.
Jika aku dibandingkan Clara, hidupku jauh lebih beruntung darinya. Clara hidup tanpa ayah, dan ibunya itu miskin, saat menikah lagi, ayah tiri Clara malah berbuat jahat padanya. Aku masih bersama orang tua yang cuek, tapi mereka kaya raya, jadi aku tidak kekurangan. Entah apa yang ia dapatkan, tapi Adnan bercerita padaku kalau Clara itu hanya sekolah hingga tingkat menengah.
Aku mengeratkan mantelku saat cuaca berubah menjadi sangat dingin. Aku merasa berada di puncak gunung kalau seperti ini. Bedanya ini bukan di gunung.
Baiklah, aku tidak memeluk Adnan seperti sepasang kekasih di sinetron-sinetron zaman sekarang. Aku berpegangan pada pegangan di belakang motor. Karena model motor Adnan yang sangat sporty ini, aku jadi merasa lebih tinggi dibandingkan dengannya. Ini memang kurang dari 10 kali dalam seumur hidupku menaiki motor, jadi aku masih agak gugup.
Adnan membawa motor dengan kecepatan sedang. Tidak cepat dan tidak juga lambat. Sesekali karena terbawa angin, akhirnya aku bisa mencium bau tubuh Adnan. Hm, sangat maskulin dan ..., aku sangat menyukainya.
Astaga, sepertinya aku mulai menjadi orang gila sekarang! Aalia, kau sudah berjanji dengan dirimu sendiri bahkan pada para pembaca kalau kau tidak akan menyukainya apalagi sampai mencintainya.
💊💊💊
Dua puluh menit di jalanan, akhirnya kami sampai juga di rumah Bibi Hannah. Dengan susah payah, aku turun dari motor besar Adnan melalui sebelah kanan.
"Aalia, jangan lewat kanan--"
"Awh!" Aku menjerit sakit saat betisku menempel pada knalpot yang panas dan badanku tiba-tiba kehilangan keseimbangan lalu akhirnya aku terjatuh di tanah.
"Huwah, Ayah!" teriakku sakit. Air mata keluar dari sudut mataku dan aku tidak bisa menahannya.
Adnan dengan sigap langsung menyetandarkan motornya dan berlari ke arahku. Bibi Hannah pun yang mendengar suara teriakkan langsung berlari keluar untuk memastikan apa yang sedang terjadi.
"LO TUH PINTER BANGET! SAKIT TAU, NGGAK?!" Aku memilih menyalahkan Adnan.
Awalnya hanya sakit di bagian betis, tapi pantatku ikut sakit karena terjatuh tadi. Ah, ini semua gara-gara Adnan.
"Kan tadi saya bilang; jangan turun lewat kanan. Tapi, kamu nggak mau dengerin." Adnan ikut khawatir.
"Eh, lagi lo bilanginnya telat," ucapku ragu.
"Masya Allah, Aal?! Du warum?" Itu suara Bibi Hannah. Aku mengerutkan dahi tidak mengerti. "Kamu kenapa?" ulang Bibi Hannah yang ternyata mengerti bahwa aku tidak mengerti kata-kata sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Pilihan Ayah (SUDAH TERBIT)
عاطفية"Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula." ??? Aku tidak percaya kalimat diatas. Mana mungkin sih laki-laki baik dengan wanita baik jika aku sendiri jahat dan harus dijodohkan dengan laki-laki sebaik...