"Lebih pilih cinta tanpa status atau status tanpa cinta? Kasih alasan coba:")."
--Queen Garritsen--
Selamat Membaca 🤓
💊💊💊
AKU dipakaikan kain sari seadanya dengan kemeja tipis merah maroon dan ripped jeans dengan legging hitam sebagai dalamannya masih melekat di tubuhku. Aku tidak percaya dengan keajaiban ini. Apalagi, ini masjid terkenal, kenapa bisa dipakai untuk acara akad nikah seperti ini? Baiklah, Adnan hutang penjelasan kepadaku.
Ibu-ibu yang mendandaniku sangat baik dan ramah. Walau aku tidak bisa berbahasa arab namun salah satu dari mereka bisa sedikit-sedikit berbahasa Inggris. Dia bilang; dia pernah mendapat sewa mendandani pengantin mendadak seperti ini, namun itu karena dia harus menggantikan perias lain yang tiba-tiba saja sakit. Berbeda situasi jika seluruh acara menikahnya yang mendadak. Dia juga bilang; bahwa orang seberani dan sebertanggung jawab seperti Adnan itu jarang dan hal itu cukup membuat pipiku memanas karena merasa bahwa aku ini adalah gadis yang paling beruntung di dunia.
Hal yang paling mengejutkan selanjutnya adalah saat aku turun dari lantai dua ini setelah berpakaian, air mataku turun deras melihat Mama, Pinkan, Bibi Hannah, Paman Sam, dan satu lagi Ayahnya Adnan yang duduk di kursi roda.
Aku terharu dan segera berlari memeluk Mamaku, menangis bahagia dan dia pun melakukan hal yang sama.
"Mama!" ucapku manja di sela tangisan, di dekapan Mamaku, Sarah.
"Menikahlah, Aal, kalau kamu benar-benar mencintainya dan menginginkannya tanpa paksaan. Sesungguhnya pernikahan ini akan lebih berkah kalau dijalankan dengan hati yang ikhlas," ucap Mama seraya mengelus punggungku.
Aku masih saja menangis terharu di pelukannya dan mengangguk, meng-iya-kan perkataannya.
💊💊💊
"Lidha min sayakun haris aleurus? (Jadi siapa yang akan menjadi wali mempelai wanita?)" tanya sang penghulu dengan bahasa Arabnya.
Tidak ada yang menjawab, karena memang keluargaku hanya tersisa Mama dan Pinkan, tidak ada laki-laki. Itu juga tidak ada hubungan darah di antara kami.
Aku menyikut Adnan memberi kode untuk menerjemahkan apa yang dikatakan penghulu namun Adnan hanya diam. Entah merasa grogi atau apa, pokoknya dia hanya diam.
Hfft, yang benar saja?
"'Ana," jawab seorang pria dari belakang.
Aku ingin menengok, namun kain yang menutupi kepalaku dan Adnan menghalanginya. Jadi aku tidak bisa melihat siapa dia kecuali dia berjalan ke hadapan kami.
Orang itu pun memang berjalan ke hadapan kami sebelum akhirnya berjabat tangan dengan si penghulu.
Sebentar, aku mengenalnya.
"Situmorang?"
"Ah, Nona Aalia, senang bertemu dengan anda kembali." Pengecara ayah yang berkepala botak dan sangat aku benci itu menodongkan tangannya untuk berjabat tangan denganku.
Awalnya aku menolak untuk membalas, namun karena tatapan dari banyak orang disini memaksaku--dengan senyuman juga. Alhasil balasan dan senyumku ini ya, karena terpaksa.
Oke, si Situmorang menjadi waliku karena dia adalah orang yang benar-benar ayah percayai. Entah sejak kapan Adnan merencanakan ini semua sendirian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Pilihan Ayah (SUDAH TERBIT)
Romansa"Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula." ??? Aku tidak percaya kalimat diatas. Mana mungkin sih laki-laki baik dengan wanita baik jika aku sendiri jahat dan harus dijodohkan dengan laki-laki sebaik...