IPA #21

83.3K 3.6K 53
                                    

"Belum tentu yang baik itu, akan selalu baik. Belum tentu yang buruk, juga akan selalu buruk. Bijaksanalah dalam memilih sesuatu."

--Queen Garritsen--

Selamat membaca🤓

💊💊💊

"TERUS kenapa kemarin lo ke rumah gue dan ngobrol berdua sama Adnan waktu kaki gue masih sakit?" tanyaku penuh selidik setelah mendengarkan penjelasan masa lalu dari Mia.

"Hah? Kap-kapan?" tanya Mia terbelalak.

"Waktu lo sama gue masih tidur di kamar Adnan dan gue ngigau abis itu Bi Ayu-"

"Oh, soal itu," potong Mia. "Jadi gini ....

"Gue masih nungguin lo siuman dari pingsan setelah lo minum alkohol itu di UKS, sampai pria tinggi dan gue akuin ganteng banget, datang dan memanggil nama lo. Gue kaget. Akhirnya gue tanya dia siapanya lo. Gue kan belum pernah liat dia sama sekali. Cuma kaya agak familiar gitu. Gue kan nyoba-nyoba tebak.

"Dia jawabkan kalau dia itu om lo. Dia akhirnya duduk diem tuh di UKS--samping brangkar lo--setia. Sampai Pak Kelapa Sekolah dateng, dia ngenalin diri kalau dia itu Adnan. Adnan Mohammed Borowski. Tentu, itu nggak asing di telinga gue. Gue coba buat inget-inget itu nama. Sampai akhirnya kaki gue gemeteran. Dia Adnan yang sama yang nolak Tante Nata mentah-mentah. Akhirnya gue ketemu dia lagi dan tujuan gue buat deket samalo itu bener. Lo yang mau dijodohin sama Om Adnan

"Gue diem dan akhirnya pulang duluan. Meisya dan anak PMR lain juga masih setia jagain lo. Gue bingung. Lo itu baik, Aal sama gue. Masalah gue cuma ada sama Om Adnan, bukan sama lo. Gue mau bales dendam ke Om Adnan, makanya gue pergi ke rumah lo dengan alasan bokap gue yang lagi-lagi kambuh mabok-mabokannya."

Aku tercekat mendengar penjelasan Mia. Susah sekali bernapas. Akhirnya aku mengajak Mia untuk keluar dari kamar mandi saat ada siswi lain yang masuk.ke toilet. Kami duduk di kursi depan toilet dan Mia melanjutkan cerita panjangnya.

"Gue bangun pas dengar lo teriak kepanasan di samping gue. Bi Ayu sama Tante Sarah yang nggak tau apa-apa akhirnya nelpon Adnan yang--kayanya sengaja--pergi ke apartemennya. Gue tau dia juga udah kenal sama gue. Karena waktu tante gue yang ke bandara buat cegah Adnan naik pesawat, gue ada di sana," isak Mia.

Aku ikut mengelus punggung sahabatku itu.

"Pas Tante gue meninggal, gue bener-bener nggak tau harus berbuat apa lagi, Aal! Rasanya gue mau mati saat itu juga."

Aku ikut menangis saat melihat Mia mengeluarkan air mata.

"Aal, gue minta maaf karena selama gue jadi sahabat lo, gue berniat jahat sama lo. Gue mau bales dendam Adnan. Tapi, lo ternyata baik, Aal. Gue sebenernya nggak mau lo nikah sama Adnan. Tapi, kalian memang harus nikah, Aal. Demi kebaikan lo. Adnan itu benar-benar setia. Dia benar-benar kuat memegang amanah. Gue harap, lo bisa nikahin dia, Aal!"

Mia mulai memegang tanganku.

"Kok lo jadi ngedukung gue sama Om-om tua itu sih, Mi! Gue nggak suka sama dia. Mau dia sholeh kek, jadi ustadz, ulama, atau habib sekalipun, gue nggak akan mau! Gue bukan Siti Nurbaya, Mi. Gue berhak mutusin tujuan hidup gue. Mau nikah sama siapa, itu hak gue," jelasku lirih.

"Coba lo jelasin ke gue. Kenapa lo nolak Om Adnan?" Mia menyapu pipinya yang basah dengan tangannya lalu mengubah posisi menjadi berhadapan denganku.

"Karena dia ... Dia itu ... Karena dia itu om-om! Gue nggak mau nikah sama om-om!"

"Serius cuma karena itu? Bukan karena lo gengsi? Lo udah nolak dia dan ngerendahin dia, dan lo nggak mau jilat ludah lo sendiri? Gue tau lo suka sama dia, Aal. Semua murid cewek di sekolah ini ngeliat dia itu nggak bisa cuma sekali tatap. Mereka ngeliatin Adnan seakan dia tv berjalan yang lagi nayangin ftv kesukaan mereka. Denger, Aal. Dengerin kata hati lo."

Mia menunjuk ke dadaku.

"Gue yakin, lo bakalan cocok sama dia," lanjutnya.

"Tapi gue masih sekolah, Mi!"

"Minggu depan kita udah ujian nasional Kita juga udah ujian sekolah kok. Apalagi yang harus dicemasin?"

"Gue masih mau ngelanjutin karir gue jadi model. Gue nggak mungkin jadi model kalau udah nikah."

"Hmm, kata siapa? Banyak kok model di luar sana yang udah nikah. Ya, nggak banyak juga lah. Kaya Francisco Lachowski. Dia model, udah nikah, udah punya anak lagi."

"Dia cowok."

"Lah terus, Jess sama Gabriel Conte, mereka juga udah nikah. Jess cewek," jelas Mia. "Siapa lagi ya? Pokoknya banyak deh."

"Tapi rata-rata mereka itu pensiun."

"Yaudah, gini ..., Lo nikah, tapi jangan punya anak dulu. Gimana?"

"Ih, ya nggak bisa lah! Orang kalau udah nikah itu, bawaannya pasti mau ngelakuin hal baru, nggak mungkin kita cuma papasan di rumah dan nggak ngelakuin apa-apa. Apa lagi Adnan. Dia kan Om-om tua yang nggak tau masih perjaka apa nggak. Kalau dia-" ucapanku terpotong. Mia tersenyum menggoda. Pipiku pun memerah. Apa yang baru saja aku pikirkan?

"Nah, kan!"

Mia tertawa. Aku menunduk kesal.

"Belum juga apa-apa. Udah ngebayangin yang nggak-nggak sama Adnan," tawa Mia. Dia semakin terbahak saat aku menepuk bahunya sedang. "Lo nggak bisa ngelak lagi, Aal! Fix, gue bakal demo dan jadi provokator satu sekolah, biar lo mau nikah sama Om Adnan!

"Ish, udah ah! Ayo masuk! Udah setengah jam kita telat masuk kelas!"

xxIPAxx

Cuma 800-an words, guys...!

Gimana? Dapet nggak feelnya? Wkwk

Siapa yang kemarin bilang rindu Adnan?

Queennya masa nggak dirinduin?

Queen kan maknya Adnan😂😂

Ayolah, join grup Line! Kita mau ngadain event yang hadiahnya ribuan koin line dan ratusan ribu pulsa plus 3 buku novel, lho!

Nggak percaya? Add (@lks9514d), nanti tapi... Masih proses wkwk

Panitianya juga RP-RP QueenGarritsen lho... Siapa tau nanti kalian bisa PDKT sama yang jomblo, iya nggak?

Wkwk

Udah ah

Adios!

Depok, 4 Juni 2018
Khansa AP

Imam Pilihan Ayah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang