Halo!
Nah, iya aku tahu aku udah lama nggak nulis cerita medical-drama lagi. Dan jujur, iya aku kangen nulis cerita-cerita dokter lagi. Hehehe :')
Kenapa ya? Nggak ngerti sih, tapi kayak lebih seru dan asyik aja. Makanya aku mencoba dengan membuat cerita yang baru ini dengan genre fiksi, bertemakan drama medis.
Ada hubungannya nggak nih sama cerita-cerita sebelumnya?
Alhamdulilah, Puji Tuhan nggak ada kalau ceritanya, jadi buat yang belum pernah baca ceritaku sebelumnya tetep bisa ngikutin :)
Tapi kalo karakternya, nama-namanya mungkin ada (aku pun bingung kadang mau kasih nama karakternya siapa makanya suka ngulan-ngulang). Tapi juga kalo ini kebetulan ceritanya cucu salah satu dokter yang bikin kalian gregetan hihi ^^Bakalan ada sekuelnya apa cuma satu kali baca abis?
Judulnya ini kan Summer Elegy, aku pengennya dibikim jadi series gitu, biar ada lanjutannya. Pengen dibikin jadi ada empat musim rencananya biar komplit gitu ada summer, autumn, winter, spring.
Okedeh.. sok atuh langsung dibaca!
Jangan lupa VOTE dan COMMENTnya ya teman-teman :D biar tambah semangat nulis ceritanya. Hihi...
xoxo,
A.P.-----
Mercy.
"Mey, lo abis ini mau ngapain?" Tanya Sissy. "Gue masih ada konsul lagi nih ke kampus. Ada tindakan yang membuat gue shock parah sih tadi, makanya gue kudu balik ke kampus dulu. Sekalian sih sama anak-anak lainnya juga."
"Hngg..." aku menggangguk saja. Sissy ini kadang nggak bisa mengerti keadaan temannya yang kelelahan karena jadi babu.
"Lo mau ikut ke kampus nggak?" Tanyanya
Aku menggeleng, masih menenggelamkan kepalaku. Aku saat ini sedang tidur—well, tidak sepenuhnya tidur juga sih. Aku duduk diatas kursi yang biasa dipakai para co-ass untuk begadang menulis laporan, aku melipat kedua tanganku di atas meja dan menenggelamkan kepalaku di dalamnya. Udara sejuk dari pendingin ruangan ini membuatku semakin lelap. Walaupun aku tidak bisa tidur, setidaknya berikan aku waktu untuk memejamkan mataku barang beberapa menit saja sebelum aku kerja rodi lagi.
"Mey, gue serius. Mau ke kampus nggak? Nanti kalo ternyata ada Sergio di kampus lo mewek lagi karena nggak bisa ketemu dia?"
Aku mendengus sebal, akhirnya aku membuka mataku dan menegakkan tubuhku lalu melihat Sissy dengan tatapan mautku.
"Mey, kantong mata lu..." Dia terkejut kantong mataku yang bertambah besar dan semakin menghitam. "Rambut lo Mey..." dia menunjuk mata dan rambutku secara bergantian, dengan tatapan heran karena wujudku yang... entahlah, mungkin mengenaskan.
"I don't even care what other people say about me today. But please, lo tahu kan betapa susahnya gue dapetin Sergio? Masa lo tega banget mau ajak gue ketemu Sergio kayak begini tapi wujudnya?" aku mulai mengacak-acak rambutku. "Arghhh!! Kenapa gue harus ambil bedah sih?! Jadi susah dapet waktu bobo kan gue! Terus gue nggak bakal bisa cantik-cantik lagi kayak dokter gigi di lantai atas! Huaaaaaa!!!"
"Yah Mey... jangan nangis dongg!!!" seru Sissy. "Ya udah deh, kalo ada Sergio gue bilang lo lagi nyalon, lagi mempercantik diri demi masa depan lo yang cerah bersama spesialis obgyn terbeken di masa depan."
Aku langsung membentuk 'o' dengan menggunakan jari telenjuk dan jempol tangan kananku, lalu memejamkan mataku dan membenamkannya seperti tadi lagi. Tak lama kemudian setelah Sissy menutup pintu, aku masih memejamkan mataku. Namun, "surga" singkat bagi residen bedah yang singkat itu tidaklah cukup untuk disebut singkat bagi kami, para residen bedah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer Elegy
General FictionBagi Mercy, kebahagiaan itu hanya dua: 1. Bisa tidur dan makan tanpa diganggu. 2. Sergio Romanos. Perjuangannya untuk mendapatkan Sergio setelah bertahun-tahun berusaha akhirnya berhasil, dan kisah cintanya bersama Sergio adalah yang terbaik--menur...