BaG #8 Tipe idaman Rafa

74.3K 5K 252
                                    

Kantin utama terlihat senggang, Koridor sekolah juga sepi, seluruh siswa masih duduk serius di bangku kelas masing-masing sambil menerima materi di jam pertama. Sedangkan Rafa, berjalan celingukan dengan suasana hati gondok.

"Oh, bego, tolol, goblok, bodoh, sinting... shh," umpat Rafa kepada dirinya sendiri. Sepanjang langkah setelah meninggalkan Logan di belakang sekolah, tak henti-hentinya Rafa memukul-mukul jidatnya sambil berjalan karena gemas dengan kelakuannya sendiri.

Idenya untuk menjatuhkan Logan tadi malah balik merugikan dirinya lebih banyak. Bahkan sampai membuat degup jantungnnya memompa lebih hebat dari biasanya.

Rafa tak mengerti pada debar jantungnya yang bergerak cepat, apa karena dia dongkol, atau karena kejadian tadi, di mana posisi mereka sangat meresahkan. Sungguh, Rafa sangat membenci pria tengil sialan itu. Apapun yang Rafa rasakan saat ini, semua karena dia!

"Rafa Adirah?!"

Rafa terkesiap. Baru saja ia ingin menaiki tangga, pekikan seseorang sudah lebih dulu memanggilnya memberhentikan langkahnya.

Rafa mendengus, ia sangat mengenal pemilik suara bass melengking itu. Dia adalah guru yang berutang pada Pak Sempol seribu rupiah dan sampai kini belum dibayar. Kenapa Pak Tua itu datang di saat seperti ini?

Tadi, saat Rafa sangat menginginkan kehadirannya, ia justru pergi menghilang. Dan sekarang, di saat Rafa mau pergi ke rooftop untuk menghindari ceramah Bu Ibet di jam pertama kelasnya, Pak Ben dengan seenaknya malah muncul tiba-tiba seperti penampakan makhluk halus.

Dengan ogah-ogahan Rafa memutar kepalanya ke belakang, melihat guru itu sambil memaksa untuk tersenyum dan berlagak sok manis. "Eh, ada Pak Bentol. Ada apa yah Pak? Ada yang bisa saya bantu?"

Pak Ben berjalan mendekatinya, sambil menatap Rafa dari atas sampai bawah, lalu memegang kumis tebalnya dengan tangan kanan, dan tangan kiri yang memegang kayu rotan, berada di pinggang. "Mau ke mana kamu? Jam berapa ini? Bukankah sekarang jam pertama masih berlangsung? Kenapa kamu keluyuran seperti roh penasaran yang tak tau arah?"

"Ini mah roh ngomong roh!" rutuk Rafa dalam hati. "Eh, ini Pak, saya... saya ini... ini... itu... anu... apa ya... eh... say-"

"Apakah ini salah satu cara kamu untuk berkomunikasi dengan teman sesama makhluk halus? Ini, itu, anu, saya." Pak Bentol menggeleng. "Apa maksudmu?!"

Rafa tergelak mendengar omongan Pak Bentol. Secara tidak langsung pria botak berkumis tebal ini mengatakan bahwa dirinya adalah roh. "Saya kan, ngomong sama bapak. Berarti bapak makhluk halus dong ya?"

Pak Ben mendelik sambil menunjuk wajah Rafa dengan rotannya. "Kamu ini sangat tidak sopan! Orang ganteng dan berwibawa begini kamu sebut setan?"

Logan dan Pak Ben sama saja. Sama-sama spesies makhluk hidup yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi. Sampai-sampai tak ragu untuk memuji diri sendiri. Rafa rasanya muak.

"Aduh Pak. Bukan setan, tapi makhluk halus. Setan sama makhluk halus mah beda. Setan udah dari sononya buruk, kalo makhluk halus ada kok yang ganteng. Pak Ben contohnya." Rafa menyengir lebar sambil mengangkat dua jari.

Lagi-lagi Rafa bercanda di situasi kritis seperti ini. Entah Pak Ben harus tersinggung karena Rafa menjulukinya makhluk halus, atau harus bangga karena menyebutnya ganteng. Baru kali ini ada orang yang membenarkan opini Pak Ben mengenai tampangnya itu, bahwa dirinya memang handsome.

"Bapak sedang bertanya hal lain. Kenapa kamu malah membahas makhluk halus? Kamu ingin mengalihkan perhatian Bapak?!"

"Lah, Pak Bentol yang mulai duluan. Kok saya yang kena?" bela Rafa dengan wajah polosnya. Wajah polos ini hanya guru-guru yang dapat melihat. Jika orang lain, terlebih jika itu sebaya, Rafa sudah pasti memperlihatkan tampang judes dan nyolot, seperti kepada Logan. Image tomboynya seketika berubah di depan guru, tapi tetap saja, julukan pembuat onar masih melekat pada dirinya.

Bad and GoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang