BaG #39 Perkelahian yang tak terduga

49.6K 3.3K 173
                                    

Bel istirahat telah menggema dua puluh menit yang lalu. Namun Rafa, Zaki dan Jico masih belum ada minat beranjak dari bangku kelas menuju kantin sekolah. Karena seperti biasa, kedua bocah laki-laki itu tak akan membiarkan Rafa menjalani hari dengan tentram, sebelum mendengar penjelasan dari wanita itu mengenai kejadian janggal yang baru saja terjadi padanya.

Rafa kadang bingung, asupan gizi seperti apa yang diberikan orang tua Zaki dan Jico hingga memiliki tingkat kepo luar biasa seperti ini.

"... jadi gitu!" tekan Rafa pada kalimat terakhir, setelah menceritakan detail bagaimana pagi tadi ia bisa datang ke sekolah bersama Logan.

"Lo kenapa gak cerita sama kita berdua sebelumnya? Kalo lo bakal tinggal di rumah Pak Bramanto?" ujar Jico sedari tadi bertanya.

"Kemarin gue udah mo cerita. Tapi lo berdua sibuk latihan," jawab Rafa. "Oh iya. Jangan sampe mulut lo berdua bocor, ngomongin masalah ini, karena gue gak mau kalau sampe orang-orang tau, gue tinggal di rumahnya Pak Bramanto. Apalagi Logan, cuma kita bertiga yang tau kalo dia anaknya Pak Bramanto."

"Gila sih, gue masih gak nyangka sampe skarang. Pak Bramanto hebat banget nyembunyiin istri keduanya bertahun-tahun di depan publik. Entar kalo gue udah nikah, gue kursus sama Pak Bramanto aja, ah."

Tangan Rafa kontan memukul jidat Zaki menggunakan pulpen.

"Sembarangan! Gue gak lagi bercanda, ya ini. Gue ceritain itu, bukan buat jadi candaan lo. Soalnya gue tau, lo paling bocor parah, kalo ngomong. Suka ceplas-ceplos."

"Iye, iye, elaah. Jidat gue merah ini kampret." Tangan Zaki mengelus-ngelus jidat lebarnya.

"Lebay!" balas Rafa cuek. "Udah sono, beliin gue Milo. Liat nih, gara-gara lo berdua, gue jadi gak bisa nikmatin jam istirahat."

"Katanya tadi lo udah sarapan pagi."

"Ya tapi, gue haus, Ji."

"Tumben suru beli kita berdua. Bukannya lo selalu ada stok Milo, dari Dandi?"

Rafa terdiam. Sebenarnya tak ada yang salah dengan pertanyaan Zaki barusan. Selama ini memang Dandi yang selalu memberikan minuman coklat berwarna hijau itu kepada Rafa, entah itu saat pagi sebelum masuk, atau saat di kantin ketika istirahat. Bahkan jika Dandi lupa memberikannya secara langsung kepada Rafa, Dandi pasti menitipkannya pada Jico ataupun Zaki.

Namun, sejak kejadian di rumah sakit dua hari yang lalu, hubungan Dandi dan Rafa belum juga mendapatkan titik temu untuk saling berbaikan. Keduanya seolah gengsi untuk saling menyapa atau mengatakan maaf lebih dulu.

Dan jika dibiarkan seperti ini berlama-lama, Rafa takut jika Dandi akan terbiasa memusuhinya. Hingga nanti, tak ada lagi pria yang akan memperhatikan Rafa seperti dulu. Tak ada lagi pria yang akan memarahi Rafa ketika berbuat salah. Tak ada lagi pria yang akan berdiri di samping Rafa mendengar curahan hatinya.

Maka dari semua itu, Rafa memutuskan untuk meminta maaf hari ini. Tak peduli siapa yang salah dan benar. Yang terpenting adalah, persahabatan mereka takkan hancur hanya karena ego masing-masing.

"Lo berdua berantem?" Tebak Zaki menyadari jika Rafa hanya diam tak menjawab pertanyaannya.

Rafa mengangguk.

Dan Jico berkata. "Udah, baikan aja. Ga bagus musuhan lama-lama. Udah kayak bocah aja lu berdua. Liat nih, gue ama Zaki dari orok gak pernah berantem."

Zaki mengangkat dagunya dengan sombong, menyetujui kalimat Jico. Lalu dengan kompak, keduanya kemudian bertos ria menggunakan tos andalan mereka.

"Dih, alay!" Rafa bergidik geli.

Bad and GoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang