BaG #26 Di tolak

52.4K 3.3K 34
                                    

Rafa tiba di depan club jam dua belas lewat. Namun ia tidak berani masuk sendirian. Ia cukup asing dengan tempat itu, dan tak tahu apa yang harus dilakukan di dalam. Rafa juga ingin menghubungi Sari. Tapi sayang, ia tak memiliki ponsel. Sehingga Rafa memilih untuk duduk diatas motor saja, dan menunggu Sari dari luar. Semoga temannya itu datang menemuinya.

Dari arah duduknya, Rafa dapat melihat ada banyak orang yang bergantian keluar masuk dari club itu. Sehingga tanpa sengaja, mata Rafa menangkap sosok pria tak asing di matanya.

''Itu si curut Fathir bukan sih?'' Rafa memicingkan mata, menatap lekat punggung pria berjaket bomber hitam yang baru saja memasuki club.

''Dari gelagatnya sih mirip dia.'' Entah Rafa berbicara dengan siapa. Anggap saja dia gila. ''Tapi ngapain coba dia ke tempat kek gini? Pak Bramanto gak marah apa ya?''

''Dih, ngapain juga gue pikirin.'' Rafa memukul pelan jidatnya.

''Rafa, lo lama banget sih. Gue dari jam sebelas keluar-masuk club, cuma buat pantengin lo doang tau nggak!''

Rafa langsung tersentak dari posisi duduknya di atas motor, mendengar suara Sari yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya. ''Eh Sar, sori. Tadi gue kena apes. Ban gue bocor di jalan.'' ada jeda. ''Eh, tapi lo keluar dari mana? Kok tiba-tiba udah ada di samping gue aja?'' Tanya Rafa heran.

Walaupun Sari umurnya jauh lebih tua dari Rafa, mereka lebih suka berbicara informal, tanpa embel-embel Kak, Mbak ataupun Dek.

''Kebanyakan ngayal sih lo.'' Sari menoyor jidat Rafa pelan. ''Yah gue keluar dari pintu lah.''

Ya ampun... karena terlalu memperhatikan pria mirip Fathir itu, Rafa sampai tidak melihat Sari keluar, padahal mereka melewati pintu yang sama.

''Yaudah, langsung aja yuk. Masuk.'' Sari menarik tangan Rafa yang sudah turun dari atas motornya.

Mereka berdua berjalan masuk ke dalam. Hingga beberapa detik kemudian, dentuman suara musik keras dan lampu kelap-kelip menyambut kehadiran Rafa yang baru pertama kali menginjakkan kaki ke tempat seperti itu. Rafa dapat menangkap bau menyengat alkohol dan asap rokok yang langsung menyeruak ke dalam lubang hidungnya, membuat wanita itu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah.

Rafa juga sempat meringis, melihat banyak wanita yang memakai pakaian mini terbuka di bagian atas, dan sangat pendek di bagian bawah. Bagaimana bisa wanita-wanita itu merasa nyaman? Rafa yang memakai jeans panjang dan kaos hitam polos saja sudah cukup risih. Bahkan tak jarang, ada pula yang sengaja menempelkan bagian atas yang sudah terbuka itu ke dada pria, sambil berjoget-joget tidak jelas.

''Sar, kok rame banget sih?'' Rafa berteriak kencang di dekat telinga Sari yang berjalan di sampingnya. Jika hanya bercerita normal, suara Rafa pasti kalah dengan suara musik DJ yang menggema itu.

Sari terkekeh mendengar ucapan Rafa. ''Namanya juga club Raf, yah pasti rame lah.''

Rafa tahu, jika club sering didatangi orang yang suka mabuk-mabukkan dan berjoget tidak jelas. Namun ia tak pernah membayangkan akan seramai ini. Salah melangkah saja, Rafa bisa bertabrakan dengan orang lain, saking banyaknya manusia di tempat itu.

Sudah cukup jauh melangkah, mereka akhirnya sampai di tempat yang tidak terlalu ramai. Di situ ada beberapa meja dan tempat duduk yang tersedia. Namun tempat itu, jauh lebih menyeramkan. Karena beberapa pasangan ada yang duduk pangku-pangkuan di sofa, sambil memeluk dan bercumbu satu sama lain. Shit! Rafa tidak menyangka akan bekerja di tempat seperti ini.

Rafa baru menyadari pergaulannya sangat berbeda dengan orang-orang di sini. Ia memang nakal, dalam artian sering membuat masalah, menyontek, menjahili guru, dan berkelahi. Bukan nakal yang sampai ke tahap-seperti apa yang dilihatnya di depan mata sekarang. Namun apapun yang orang-orang itu lakukan, Rafa tidak sepatutnya men-judge, mungkin mereka terlihat menikmati apa yang mereka lakukan, tapi pasti ada alasan di balik itu.

Bad and GoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang