BaG #31 Penawaran

51K 3.2K 30
                                    

"Ada apa Pak? Bukankah tujuan kita ke Tunas Bangsa, untuk berbicara dengan tuan Logan dan Fathir?" tanya sang sekretaris, begitu Bramanto duduk kembali di dalam mobil.

"Kau lihat gadis itu?" Di balik kaca mobil yang tertutup, Bramanto menunjuk ke arah gazebo, di sana Logan dan Rafa sedang berbincang.

Fattah membenarkan letak kacamatanya yang agak turun, lalu menatap ke arah gazebo sambil memicingkan mata. "Oh... bukankah dia gadis itu? Rafa?"

"Yaah, itu memang dia." Bramanto berucap, tanpa sedikit saja mengalihkan pandangannya dari Rafa "Bukankah suatu kebetulan, kedua anakku bisa dekat dengannya?"

Fattah tercengang, matanya membelalak. "Tuan Logan juga memiliki kedekatan khusus dengan gadis itu?" ada jeda sebelum Fattah melanjutkan perkataannya."Sepertinya... ini akan menjadi perkara besar, di antara kedua anak anda, Pak."

"Tenang saja. Aku tahu bagaimana cara mengatasi masalah ini," ucap Bramanto tenang, sembari tersenyum tipis. "Dia akan menjadi alasan anak-anakku kembali."

Fattah menoleh ke belakang, menghadap Bramanto dengan alis terpaut karena bingung. "Maksud anda, Pak?"

Bramanto tertawa kecil, melihat reaksi sekretarisnya yang seperti penasaran akan rencananya. "Kau kosongkan saja jadwal kita jam 5 nanti. Dan bawakan gadis itu padaku."

♠♠♠

Matahari sudah agak condong ke barat, saat Logan dan Rafa membenahi buku-buku mereka di atas meja. Pembelajaran itu berlangsung selama dua jam, dan berakhir dengan Rafa yang suntuk dan bosan, sebab Logan menjadi sangat serius ketika mengajar.

"Yakin lo bakal pulang sendiri? Ga bareng gue aja?" Logan bertanya sambil menyampirkan tas ranselnya di bahu.

Rafa duduk di tepi gazebo sambil mengikat tali sepatunya. Setelah simpul mati di kedua sepatunya terbentuk, ia berdiri menyejajarkan langkahnya di samping Logan. "Gue bawa motor."

"Berarti pulang sendiri-sendiri?" tanya Logan memastikan.

Rafa mengangguk. "Eh tapi, kalo lo mau nganter juga sih, gapapa. Gue gak nolak."

"Bilang aja, lo mau gue susah, biar bolak-balik di jalan."

Rafa tertawa. Sangat lucu jika Logan harus mengantarnya, karena arah rumah mereka memang bertolak belakang, rumah Rafa menuju selatan, sedangkan Logan ke utara.

"Haha, engga kok. Kita sendiri-sendiri aja," ujar Rafa begitu mereka sampai di parkiran sekolah. "Btw, thanks."

"Buat?"

"Yah karena udah ngajarin gue lah!"

"Ohaha... tahan aja ucapan makasih lo. Karena besok di sekolah, status lo sebagai bodyguard gue. Dan gue yakin banget, lo bakal nyesel udah bilang makasih hari ini." Logan terkekeh jail. Kini sikap tengil pria itu telah kembali, dan membuat Rafa kembali naik darah.

"Mulai lagi lo! Awas aja lo macem-macem."

"Liat besok aja." Logan membuka pintu mobil dan duduk di jok kemudi. "Btw gue cabut duluan. Lo hati-hati," pamitnya sambil melihat Rafa yang sudah duduk di atas motor memakai helm.

"Gak usah sok perhatian," kata Rafa mencibir.

Logan hanya tertawa, lalu menjalankan mobilnya.

Rafa baru menancap gas saat mobil Logan lebih dulu keluar pintu gerbang, lalu berbelok ke arah kiri menuju rumahnya. Sepanjang perjalanan Rafa bersiul ria, sambil menikmati angin yang menerpa wajahnya karena kaca helm dibiarkan terbuka.

Piiiiiippp...

Rafa tersentak, matanya melirik kaca spion untuk melihat pantulan mobil putih yang membunyikan klakson di belakang.

Bad and GoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang