BaG #11 Kehidupan Fathir

70.2K 4.5K 129
                                    

Di balik kaca helm yang bertengger di atas kepala. Fathir, dengan keresahan melanda hatinya, terus menatap pagar besi menjulang tinggi yang tertutup rapat di antara 2 pilar, terletak tak jauh dari posisi motor hitamnya terparkir.

Akhir-akhir ini kehidupan Fathir sudah cukup tenang tanpa gangguan emosional, sampai ketika sekolah lagi-lagi mengancamnya akan dikeluarkan. Yang menyebabkan sang Ayah harus memerintah dengan tegas kepada Fathir untuk kembali ke rumah itu. Bangunan mewah dengan sejuta kenangan indah, serta menambah kepahitan bila diingat.

Berada di rumah itu hanya akan membuat dadanya sesak, seperti tak ada lagi oksigen untuknya bernapas lega. Fathir tak ingin kembali ke sana, memutar memori menyakitkan yang berusaha dia lupakan bersama kepergian Ibunya.

Fathir menimang-nimang sesaat sampai akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam. Ia menekankan pada dirinya sendiri bahwa hal ini tak akan lama. Fathir cukup masuk saja, bercerita kepada Ayahnya, lalu pergi lagi. Ke tempat di mana seharusnya ia berada, tanpa Ayah, atau tanpa siapapun yang akan mengganggunya. Setahun belakangan ini ia cukup terbiasa dengan itu, tinggal sendiri di apartemen.

Jika bukan karena ancaman fasilitas yang akan di cabut Pak Bramanto--Ayahnya, Fathir sebenarnya enggan untuk masuk. Tapi ia bukan anak yang berpenghasilan, maka mau tak mau Fahir masih bergantung pada sang Ayah, dan tak bisa melanggar titah Pria paruh baya itu.

Setelah Fathir membunyikan klakson motor dua kali, seorang satpam dengan seragam putih-hitamnya berjalan terburu-buru mendekati pintu. Pertama ia melihat lebih dulu siapa yang datang, hingga akhirnya membukakan kala ia mengenali ternyata sang tuan muda yang berada di balik gerbang besi itu.

Pada saat melewati satpam, Fathir menundukkan sedikit kepalanya, tanda terima kasih atas pelayanan yang diberikan. Fathir memarkirkan motornya dekat tangga teras seraya membuka helm. Lalu masuk ke dalam, membuka pintu tanpa ancang-ancang.

Ia berjalan masuk dengan langkah lekas, ingin langsung menuju lantai dua, di mana ruang kerja Ayahnya berada. Namun sosok wanita di dapur memberhentikan langkah Fathir. Ia melihat pergerakan wanita itu dari balik punggungnya, sampai ketika wanita itu memutar badan dan memperlihatkan wajahnya, Fathir menyadari siapa dia.

Wanda Tifadilah. Istri siri sialan Ayahnya.

Sampai saat ini Fathir tak bisa untuk tidak membenci wanita itu. Ternyata si istri kedua sudah berani menginjakkan kaki di rumah ini. Sebuah peningkatan yang luar binasa!

Wanda tanpa sadar juga memandang ke arah Fathir yang menatapnya dingin dan sinis. Beberapa saat mata mereka adu pandang sampai Fathir memutuskan kontak itu lebih dulu dan kembali menaiki tangga.

"Fathir...?"

Namun tanpa Fathir duga wanita itu memanggil, memberhentikan aksinya. Tapi Fathir tidak peduli, ia tetap melangkah lagi. Urusannya ke sini bukan dengan wanita itu! Tapi Ayahnya!

"Fathir kamu sudah pulang?" Lagi-lagi Wanda memanggilnya.

Shh... dia pikir siapa dirinya itu?

Terpaksa Fathir memutar balik badannya, menatap datar ke arah Wanda yang berdiri di bawah tangga.

"Kamu belum makan kan? Ibu lagi masak. Kamu makan dulu, yah?"

Fathir mendengus, tangannya mengepal kuat, giginya ia rapatkan sekuat mungkin untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar saat ini.

"Ayo sayang, sini Ibu siapkan makanan." Wanda dengan lembut memanggil anak tirinya. Di dalam hati wanita itu, ia menyadari bahwa Fathir masih belum bisa menerimanya, terpancar dari tatapan yang anak itu berikan. Tapi Wanda akan tetap berusaha.

Bad and GoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang