BaG #40 Pengakuan

48.3K 3.1K 200
                                    

Kata orang, mencintai adalah salah satu dari banyaknya aspek kebahagiaan yang ada di muka bumi. Karena dengan cinta, kau bisa tahu bagaimana rasanya diperjuangkan.

Itu memang benar.

Namun jangan sampai lupa, bahwa dengan mencintai, juga bisa menjatuhkanmu ke pelosok jurang yang sangat dalam. Sebab konsekuensi patah hati dari cinta lebih besar, dari pada harapan yang kau impikan.

Tolong, berhati-hatilah dalam menafsirkan isi hati seseorang,

Karena sangat menyakitkan, saat kau menganggap bahwa dia memprioritaskanmu lebih dari segalanya, namun kenyataannya, di hatinya hanya tertanam satu nama. Dan itu bukan kamu.

Jika saja Rafa lebih memahami filosofi itu, ia pasti tidak akan terjebak dalam perasaan menyesakkan seperti ini.

Ingin sekali Rafa lari dari kenyataan, lalu mengubur perasaannya dalam-dalam. Namun sepertinya percuma, sebab rasa itu terlanjur ada.

Dan sungguh, ini sangat menyiksa.

♠♠♠

"Nia..."

Langkah kaki Rafa spontan terhenti di koridor, mendengar panggilan pria dari arah belakang. Ia menoleh ke arah Zaki dan Jico di sampingnya, sebelum memutar badan, menatap lurus ke arah pria yang juga sedang memandang serius ke arahnya.

"Gue pen ngomong, sama lo," kata Dandi mengutarakan maksudnya.

Rafa mengembuskan napas berat. Berusaha mengontrol perasaannya yang kini campur aduk tak menentu. Sebenarnya Rafa belum siap untuk bertemu pria itu. Ia ingin segera pergi dari sekolah, dan menghindari apa saja yang berhubungan dengannya.

"Gue buru-buru Dan. Gue mau jenguk Mama."

"Yaudah, bareng gue aja. Gue juga mau ke rumah sakit."

Lagi-lagi Rafa mengembuskan napas. Tidakkah Dandi mengerti, kalau saat ini Rafa tak ingin berbincang dengannya?

Rafa menoleh ke arah Zaki dan Jico di sampingnya secara bergantian. Memberikan kode pada mereka, kalau mereka boleh pergi, dan membiarkan Rafa sendiri, bersama Dandi.

Setelah kedua sahabatnya itu pergi. Rafa kembali memandang Dandi yang kini sudah berjalan lebih dekat ke arahnya.

"Ngomong apa?" tanya Rafa dengan intonasi suara datar.

"Bukan di sini."

"Gue gak punya banyak waktu. Ngomong di sini, atau enggak sama sekali!"

"Lo masih marah sama gue, gara-gara kejadian di rumah sakit? Sorry kalau masalah itu, gue gak bisa ngendaliin emosi gue. Karena gue gak suka kalo lo terus-terusan berhubungan sama mereka berdua."

Rafa terkekeh miris. Ternyata sampai sekarangpun, Dandi belum bisa mengerti isi hati Rafa yang sebenarnya.

Jujur saja, Rafa tak lagi mempedulikan kejadian di rumah sakit itu. Ia tak lagi peduli dengan kata maaf, atau permusuhan yang masih terjadi di antara mereka berdua. Karena kini, pemikiran Rafa berpusat pada perasaan Dandi.

Perasaan Dandi yang menyukai wanita lain, dan bukan dirinya.

Sungguh, Rafa ingin sekali marah, memukul, memaki dan menendang Dandi saat ini juga. Agar pria itu peka bagaimana perasaan Rafa saat ini.

Rafa rapuh!

Ia cemburu!

Sakit hati!

Dan butuh untuk melampiaskan segala isi hatinya!

Tapi bagaimana?

Bagaimana bisa wanita itu melampiaskan isi hatinya pada orang lain, di saat perasaan itu hanya ia sendiri yang mengetahui?

Bad and GoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang