BaG #9 Strategi jitu Tomi

76.6K 4.8K 135
                                    

Langit biru tampak tertutup gumpalan awan putih yang bergerak lambat di atas sana, membuat intensitas cahaya matahari turun di bumi tidak terasa menyengat ketika menyinggung permukaan kulit yang diterpa. Dan angin sepoy itu, menambahkan kesan betah berlama-lama berada di puncak bangunan sekolah Tunas Bangsa.

Rafa dengan tatapan menerawang, sedari tadi berdiri di tepian rooftop, merasakan kenikmatan alami yang diciptakan Tuhan. Sesekali matanya melihat ke bawah, di mana lingkungan sekolah masih sunyi, belum ada siswa dan siswi yang berkeluyuran. Hanya hilir mudik kendaraan yang terdengar, berlokasi tak jauh dari lingkungan sekolah.

Walaupun wanita itu terlihat nyaman dan tampak menikmati, namun hatinya berkata lain. Rafa gelisah memikirkan kesalahan-kesalahan yang sering dia buat selama ini. Rafa sepenuhnya sadar atas masalah yang selalu diciptakannya, dan ketika itu terjadi hal pertama yang terbayang di pikiran Rafa adalah wajah sendu Mamanya.

Seandainya Bu Imah mengetahui kelakuan Rafa di sekolah yang terkenal sebagai pembuat masalah, ia pasti kecewa. Dan Rafa akan membenci dirinya sendiri untuk itu. Kenapa Rafa tak bisa menghilangkan kelakuan buruknya ini?

Walaupun sudah mencoba, tetap saja ia tak bisa. Bahkan kemarin, ia sudah berkomitmen untuk tak pernah berkelahi lagi sebelumnya, karena terakhir kali ia melakukannya hampir menewaskan orang. Tapi lagi-lagi ia terpancing dengan keadaan.

Seandainya bisa memilih, Rafa tak ingin dilahirkan seperti ini, menjadi pemberani, pembela, dan pembuat masalah di saat yang bersamaan. Semua ini karena Papanya.

Papa Rafa yang mengajarkan untuk menjadi wanita yang kuat, tak pernah takut, membela orang yang lemah, sampai ilmu bela diri sebagai pelengkap jika orang mengganggungnya. Tapi sungguh, itu semua tak berguna.

Dulu, Rafa berpikir bahwa papanya pria terbaik yang ia miliki. Papanya selalu ada di saat Rafa terpuruk, Papa selalu membela Rafa di saat Mama memarahinya, dan Papa selalu menjadi tameng pelindung di saat Rafa merasa tertekan.

Tapi... kenapa Papa Rafa berubah setelah Mamanya seperti ini? Di mana pria terbaik yang selama ini berdiri di sampingnya dan mengatakan Cinta pada Mamanya? Kenapa sekarang situasi seolah berubah drastis?

Rafa sungguh membenci keadaan sekarang.

Kreekk...

Suara pintu rooftop yang terbuka membuat lamuman Rafa lenyap seketika. Ia menoleh ke belakang, melihat siapa yang datang.

"Sendiri aja mblo?" ledek Jico ketika badannya sepenuhnya melewati pintu dan mendapati Rafa yang sedang berdiri memegang railing pembatas rooftop.

"Aelah! Si jomblo ngatain jomblo." Zaki yang berdiri di belakang Jico, balik mengejek.

Rafa menatap mereka berdua. "Udah istirahat? Lo berdua kok di sini?"

"Aduh, si Eneng keknya kebanyakan ngayal ampe toa sekolah kaga didenger," tukas Jico lalu ikut mendaratkan bokongnya di dekat Zaki yang sudah lebih dulu duduk.

"Lo berdua tau dari mana gue di sini?" tanya Rafa menatap Jico dan Zaki bergantian.

"Tadi gue terawang melalui kepala botak Pak Bentol yang mengkilap," celetuk Jico berbual.

Rafa terkekeh. "Bego weh! Serius gue."

"Apa sih yang gak kita tau tentang lo, Raf," ucap Zaki.

"Tunggu gue inget dulu." Jico menautkan alisnya, matanya melihat ke atas. "Oh iya! Tadi gue liat lo ngendap-ngendap kek maling dekat kelas. Makanya gue tau kalo lo telat dan datang ke sini."

Rafa mengangguk dan ber'oh' lalu berucap. "Gue sengaja gak masuk kelas Bu Ibet. Lo tau sendiri, telat 2 menit aja mukanya udah kek Angry Bird merah, apalagi gue yang telat setengah jam tadi?"

Bad and GoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang