BaG #34 Menyerah pada takdir

49.6K 3.2K 46
                                    

Satu jam berlalu sejak Mama Rafa dipindahkan dari kamar IGD menuju ruang ICU. Sedari tadi tak ada yang berani memulai percakapan di antara mereka, akhirnya hanya keheningan lorong yang tercipta.

Rafa duduk di tengah Gita dan Dandi. Di bangku panjang yang berhadapan langsung dengan mereka telah duduk Fathir, Zaki dan Logan, dengan Zaki sebagai perantara kedua pria bersaudara itu.

Rafa menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan, berusaha mengontrol perasaannya kali ini. Ia mengangkat kepala, melihat satu persatu wajah keempat pria itu, kemudian tersenyum masam.

"Guys, kalian balik aja. Gue gapapa kok, bareng Gita di sini. Guru-guru pasti pada nanyain kalian."

"Gue udah izin." Logan yang tadinya sibuk memencet ponsel, kini bersuara.

"Gue udah biasa, gak masuk kelas." Fathir juga menyahut.

"Kelas kita free, katanya bisul Bu Ibet belum sembuh. "

Rafa terkekeh pelan mendengar candaan garing Zaki.

"Ngarang banget sih, Lo. Sejak kapan Bu Ibet punya bisul?" Logan bertanya.

"Sejak tadi. Udah, ah. Pokoknya gue gak mau masuk kelas. Bosen belajar mulu."

Rafa geleng-geleng pelan. Kemudian menoleh ke kiri memandang Dandi.

Sebelum Rafa menyuruhnya pergi, pria itu lebih dulu berkata. "Bu Tari tau Mama lo lagi di rumah sakit. Dan dia ngasih izin hari ini ke gue, buat nemenin lo."

Rafa tersenyum haru. Ia tak menyangka keempat pria itu rela menemaninya dalam masa sulit seperti ini.

Apalagi Fathir dan Logan. Padahal, kedua pria itu adalah musuh debatnya setiap hari, tapi tak disangka mereka bisa seperhatian itu. Ternyata di balik tampang menyebalkan, mereka adalah pria yang baik.

"Kalian yakin, bakal di sini? Lo pada gak bosen apa?" tanya Rafa lagi.

Zaki mengambil ponsel di saku celananya sambil menjawab. "Ya enggalah, Raf. Kita kan ke rumah sakit sekali-kali, kalo sekolah tiap hari. Ya bosenan ke sekolah dong."

Logan mendorong pelan bahu Zaki. "Mantul bro."

"Mantul?" Zaki mengernyit.

"Mantap betul," jawab Logan.

Zaki tertawa. "Ohaha. Yadong. Gue emang mantul."

Tanpa sadar Fathir tersenyum memandang Rafa terkekeh mendengar Zaki. Sungguh tak ada yang lebih berharga baginya saat ini, ketika melihat wajah sembab Rafa tersenyum manis seperti itu.

"Yaudah. Gue ke toilet dulu." Rafa berdiri beranjak dari kursinya.

Logan juga ikut berdiri. "Ga gue temenin sekalian?"

Fathir dan Dandi kompak menautkan alis memandang Logan sinis.

Rafa langsung mengangkat tangan memperlihatkan bogemnya. "Walaupun gue habis nangis. Tenaga gue masih mampu buat nonjok pipi lo!"

Dan Logan hanya tertawa. "Masih galak juga lo! Gue mo ke kantin bawah, btw."

Rafa memutar bola matanya, kemudian berjalan menuju toilet wanita yang berada di ujung. Dan Logan masuk ke dalam pintu lift yang terbuka.

Saat sampai di dalam toilet, semua bilik penuh, dan ada beberapa wanita yang juga sedang antrian di depan pintu bilik. Rafa membuang napas berat, kemudian keluar. Ia berniat menuju toilet lain saja, yang berada di lantai bawah.

Ngomong-ngomong, Mama Rafa dirawat di ruang ICU lantai 3, dan di lantai 3 lumayan banyak orang-orang yang berlalu-lalang, jadi wajar saja jika toiletnya penuh.

Bad and GoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang