fifteen

100 21 3
                                    

Sam tersadar. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum ia benar-benar mendapati wajah lelah sang ibu yang berbaring dengan melipat kedua tangannya. Tepat disebelah nya.

Merasa ada pergerakan, Ame ikut membuka matanya perlahan.

"Mom..." lirih Sam.

"Hai, Prince!" panggil Ame dengan senyum hangatnya. Dibelai rahang kokoh milik putra semata wayangnya itu.

"Ma, haus," pinta pemuda itu lirih.

Dengan cekatan, Ame meraih gelas bening disebelah kanan-nya. Membantu Sam duduk agar bisa meneguk air itu sempurna.

"Better?"

Sam mengangguk.

"Kenapa kau seperti ini, anakku? Apa masih sakit? Kenapa kau membuat ibumu ini cemas?" Ame bertanya serius. Karena memang ia benar-benar panik saat mendapat kabar dari rumah sakit tentang Sam yang mendadak pingsan. Bahkan pemuda itu terbangun setelah 7 jam lamanya terlelap.

"Tidak apa-apa, Ma," Sam menjawab meyakinkan.

Tak tega.

Ibu mana yang kuat menatap keadaan anaknya yang sudah lebih dari satu dekade mendekam dalam ruang inap sebuah rumah sakit. Ame selalu bertahan berjuang, demi Sam. Ia percaya bahwa putranya itu akan sembuh seperti semula. Lihatlah, bahkan Sam masih bertahan dengan leukemia-nya hingga sekarang! Dan Ame akan melakukan apapun untuk tetap mempertahankan nya.

"Kata dokter, dalam dua bulan ini kita akan mendapat donor cangkok untukmu."

Sam mengangguk. Ia berharap kali ini cocok dengan tubuhnya.

"Mama harap, kau tidak lagi mengacaukan hal ini seperti sebelumnya."

Degh....

Sam sempat terkejut untuk beberapa saat.

Lagi....?

"Kenapa 'lagi', Ma? Apa yang terjadi sebelumnya? Kenapa aku tidak mengingat bahwa aku pernah mengacaukan-nya?" Sam mendesak bertanya.

Ame keringat dingin. Mati kutu!

"Euumm.... Itu... itu... hhmm...."

The Girl In The Outside [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang