Happy reading!
Gadis dengan rambut pirang bergelombang itu menatap ke luar jendela dari tempat duduknnya yang berada di pojok paling belakang kelas.
Ingatan Milly kembali pada reaksi ibunya empat tahun lalu saat dirinya menggoreng Pussy, kucing peliharaan di rumahnya. Wajah sang ibu yang terkejut dan menatapnya tidak percaya masih terpatri di ingatannya dengan lekat. Apalagi reaksi ayahnya yang memukul Milly berkali-kali membuat gadis itu geram.
"M-Mil," panggil seorang siswi dengan takut-takut.
Lamunan Milly buyar seketika dan langsung mengalihkan pandangannya ke gadis itu. "Kenapa?" tanya Milly dengan datar.
"Be-besok giliran kelas XI IPA 1 yang praktek biologi."
"Terus?"
"Ka-kata Bu Yuni, ki-kita harus ngerjaiinya berkelompok."
Milly berdecih dan melayangkan tatapan tidak suka. "Gue nggak usah dimasukin ke daftar kelompok. Gue bisa ngerjain sendiri."
Rina, gadis di depan meja Milly itu masih mematung di sana seperti tidak memahami apa maksud perkataan Milly barusan. "Tap-tapi ... Bu Yuni bilang jumlah objek prakteknya udah disesuaiin sama jumlah kelompok."
Milly yang geram dengan kelakuan Rina itu langsung berdiri dan menggebrak mejanya. "Lo nggak denger, ya?! Gue bakal bawa objek prakteknya sendiri. Jadi sekali gue bilang nggak bakal ikut kelompok, ya, nggak akan pernah!" Teriakan Milly itu membuat seluruh tubuh Rina merinding hebat.
Rina merutuki kebodohannya karena membujuk Milly ikut ke dalam kelompoknya. Dia sungguh menyesal karena tidak mendengarkan ucapan teman-temannya sebelumnya.
Teriakan gadis dengan manik hitam itu menguar ke seluruh kelas membuat semua siswa menghentikan aktivitas mereka dan menatapnya lekat. Milly yang merasa terusik langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas.
"Apa lo semua liat-liat? Mau gue cincang pake gunting?" respon Milly sambil mengeluarkan sebuah gunting dari saku roknya.
Saat semuanya telah kembali ke kegiatan masing-masing, Milly memperhatikan Rina yang menunduk di depannya. "Lo masih nggak paham, huh?" tanyanya dingin sambil mengacungkan gunting itu ke bawah dagu Rina.
Rina mengangguk pelan mendengar ucapan Milly.
"Bagus, deh. Kalau gitu pergi lo dari hadapan gue!"
∆ Milly Oswald ∆
Milly berusia tujuh belas tahun tanggal dua kemarin. Hidupnya berubah drastis setelah empat tahun lalu diadopsi oleh keluarga yang cukup berada. Semua kebutuhannya terpenuhi, termasuk bersekolah di SMA ternama di daerahnya. Kedua orang tua baru Milly begitu menyayanginya, karena mereka tidak bisa memiliki keturunan.
Milly adalah anak yang baik, tekun, rajin, dan ulet di mata orang tua dan guru-gurunya. Berbeda dengan mereka, teman sekelas Milly tidak menganggapnya demikian, karena mereka pernah menyaksikan Milly membunuh seekor hamster milik Cindy di dalam kelas dan memotong-motongnya menjadi bagian-bagian kecil.
Tidak ada yang tahu kebenaran akan hobi gelapnya selama ini. Gadis itu begitu suka mencekik dan menusuk dengan gunting.
Gadis berambut pirang itu berusaha mati-matian untuk mengontrol dirinya, tapi hasrat gelapnya selalu memberontak keluar dengan kekuatan tanpa kendali. Dulu, Milly semata-mata hanyalah korban. Dirinya pernah dijual oleh sang ayah ke rumah bordil setelah ibunya meninggal.
Dengan usaha dari kaki-kaki kecilnya, gadis itu berhasil kabur dan hidup di jalanan. Hal itu tidak berlangsung lama, dia diciduk oleh Satpol PP dan dimasukkan ke panti asuhan hingga sepasang suami istri yang bagaikan malaikat itu menjemput Milly dari sana.
Dengan kebenciannya yang mendalam menjadi seorang korban. Milly bertekat mengubah perannya menjadi sang pelaku. Meluapkan keluar semua emosi dan gundukan kekesalan dalam jiwanya.
Dirinya yang mempunyai tingkat kecerdasan di atas rata-rata tidak pernah memusingkan kebisingan orang-orang yang meminta penjelasan. Milly hanya mau menjadi yang terbaik dan nomor satu di antara semua siswa. Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi Milly dari pada melihat kedua orang tua angkatnya tersenyum senang saat mengetahui dia menjadi juara sekolah.
"Mama!" teriak Milly dari ruang tamu. Gadis itu baru saja pulang dan melemparkan tasnya sembarangan.
Sang mama yang datang langsung mendapat pelukan hangat dari Milly merasa kebingungan. "Eh, eh, ada apa ini?"
Milly melepaskan pelukannya dari sang mama dan meraih tasnya. Dia mengeluarkan sebuah rapor dan menyerahkannya pada Diandra. "Milly juara paralel!"
Wajah Diandra langsung cerah bersinar. Wanita itu memeluk kembali Milly dan menepuk-nepuk punggung putrinya seraya memberikan selamat. "Ya ampun, mama bangga banget sama kamu, Mil."
"Eh ... ada apa, nih? Kok pada pelukan nggak ngajak-ngajak papa, sih!" ucap seorang laki-laki yang baru saja memasuki rumah.
Diandra langsung menghampiri sang suami dan memperlihatkan rapor Milly. "Coba liat, Pa. Milly dapet juara paralel!" ucap Diandra kegirangan.
Kebahagiaan juga tidak luput terbit dari wajah Felix. Lelaki itu juga langsung memeluk Milly tanpa basa basi. "Selamat, ya, sayang," ucapnya seraya mengecup puncak kepala gadis itu sekilas.
Desiran halus terasa di dalam dada Milly. Gadis itu ikut tersenyum dan membaur dalam suasana membahagiakan itu. Milly tidak pernah merasakan kehangatan yang begitu lekat sampai detik ini. Dia begitu girang, karena dengan pencapaian kecilnya saja kedua orang tua Milly sudah begitu senang.
"Pokoknya, mama mau buat pesta buat rayain pencapaian kamu kali ini."
∆ Milly Oswald ∆
Gimana???
Suka nggak???
Ikuti terus kisah Milly ya 😙
See you next part 👉
Salam sayank
Nadya_Nurma 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Control (Rebel Girl)
Mystery / Thriller[COMPLETE] Manik mata hitam dan sorot mata tajam yang begitu memesona. Tatapannya yang lekat dan dalam bisa membuat siapapun yang memperhatikannya merinding ketakutan, jangan lupakan juga sebuah gunting yang selalu terselip di saku rok seragamnya. G...