LCRG 31 : Aksi Mario

1.3K 104 11
                                    

Warning!!!
Ada adegan kekerasan pada part ini. Bila yang kurang berkenan, intip-intip boleh kali, resiko tanggung sendiri.

Happy reading!!

Malam sudah cukup larut, tapi Nasya masih saja sibuk dengan segudang tugas kuliahnya yang tidak kunjung selesai. Sesekali gadis itu menguap dan meregangkan tubuhnya yang kaku.

“Ya ampun, capek.”

Dia kembali memfokuskan diri di depan laptop. Sampai tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya membuat Nasya keheranan. “Siapa yang dateng malem-malem, sih? Ganggu aja.”

Belum sempat gadis itu beranjak, pintu depan sudah terbuka terlebih dulu menampakkan seseorang yang sangat familiar untuknya.

“Mario?!” pekiknya dengan penuh keterkejutan. Ada apa lelaki itu ke rumahnya malam-malam begini? Mungkinkah dia ingin memperbaiki hubungannya dengan Nasya?

Mario menutup pintu ruangan itu dan menyandarkan tubuhnya pada dinding dengan tatapan dingin.

Nasya yang terlalu kegirangan itu pun langsung berdiri dari ranjangnya dan segera mendekap tubuh lelaki itu. “Aku tahu, kamu pasti nggak akan ninggalin aku, Yo.”

Tanpa ada perubahan pada air mukanya, Mario membalas pelukan Nasya. Lelaki yang bertubuh lebih tinggi dari gadis itu membiarkan dagunya menumpang di atas kepala Nasya.

Dia terisak. Nasya menangis dalam pelukan Mario. Di sela-sela tangisnya yang tertahan itu dia berkata, “Aku tahu, kamu cinta sama aku.”

Mario merenggangkan jarak di antara mereka. Ekspresinya melunak. Dia mencengkeram kedua bahu Nasya agar bisa menatap gadis itu lekat. Dengan tangannya yang besar, Mario menghapus jejak air mata pada kedua pipi Nasya. “Nggak usah nangis,” ucap cowok itu lembut.

Nasya hanya mengangguk seraya tersenyum simpul.

Wajah mereka merapat. Dahi dan hidung mereka bertemu.

I Love You,” lirih Mario yang masih bisa didengar oleh Nasya dengan jelas.

I Love You too,” balas gadis itu. Lagi-lagi, tanpa aba-aba dari siapa pun, air mata Nasya kembali merembes keluar.

Mario yang menyadarinya langsung menjilat cairan bening dari kedua mata gadis itu. “Jangan nangis.”

Perlahan tapi pasti, bibir Mario mendekat pada bibir Nasya. Gadis itu sudah terlampau paham dengan apa yang hendak dilakukan lelaki itu. Nasya menutup mata, membiarkan Mario yang mendaratkan lidahnya ke permukaan bibir gadis itu dan mulai menjilatinya.

Mario melancarkan aksinya. Melumat dan menggigit bibir gadis itu. Nasya tidak mau kalah, gadis itu lebih agresif. Keduanya saling bertaut, saling berpagut erat, mencengkeram tubuh sang lawan.

Lelaki itu mulai mendorong Nasya mundur, hingga jatuhlah tubuh mungil itu di atas ranjang. Lumatan antara kedua bibir mereka tidak mereda, malah intensitasnya semakin menjadi-jadi. Pagutan itu terlepas sejenak. Mereka saling menatap lalu tersenyum penuh arti dan melanjutkan lumatan-lumatan dalam di malam itu.

Tanpa disadari oleh Nasya yang terlalu asyik dengan aksinya, Mario meraih sesuatu dari sakunya. Sebuah suntikan berisi cairan berwarna kuning bening. Cowok itu langsung menancapkannya pada leher belakang Nasya.

Gadis itu terhenyak beberapa detik lalu tidak sadarkan diri.

Mario beralih dari atas tubuh Nasya dan membaringkan diri di samping gadis itu. “Huh ... sungguh merepotkan saja.”

Mario mendudukkan diri. Mengamati sekitarnya. Dia beranjak menuju nakas, membuka laci pertama, tidak ada hal yang penting. Pada laci kedua, dia menemukan alat-alat tulis. Ada juga sebuah lakban hitam, langsung diambilnya barang itu.

Dia kembali pada Nasya. Melakban bibir, tangan, dan kaki gadis itu agar tidak ada perlawanan saat dia sadar nanti. Mario melakukannya dengan begitu cekatan, seperti seorang profesional dalam bidangnya.

Mario beranjak kembali. Mengitari ruangan yang cukup sempit itu, mencari sesuatu yang mungkin bisa dia gunakan untuk mencapai tujuannya sekarang. Dia menuju dapur, mengambil sebuah garpu dan gunting yang cukup besar.

Dia memandang Nasya dengan malas. “Cewek kayak lo pasti jadi penghalang buat gue sama Milly.”

Mario mendudukkan diri di tepi ranjang, tepat di samping tubuh Nasya yang tidak sadarkan diri. Dia menarik rambut gadis itu dengan kuat, membuat empunya tersadar seketika. Ternyata efek obat biusnya tidak terlalu kuat.

Nasya membelalak tidak percaya dengan kondisinya sekarang. Benarkan Mario tega melakukannya padanya? Lelaki yang dia cintai itu?

“Mpphh!!” Gadis itu mencoba berteriak, tapi nihil. Tidak ada kata yang bisa keluar dari mulutnya.

“Cepet banget bangunnya.” Mario menarik lebih kuat rambut Nasya, mungkin rasanya seperti hendak terlepas dari kulit kepalanya.

Nasya menggeleng-geleng seraya merintih.

Mario malah lebih menariknya dengan kuat. Dia meraih gunting yang diambilnya tadi dan langsung memotong rambut hitam panjang itu menjadi cepak tidak beraturan. “Kayak gini lebih cocok, deh, buat lo.”

Nasya terus saja merintih dan mencoba berontak, tapi aksinya terkunci. Dia ingin berteriak dan memaki cowok gila di depannya.

Mario beralih pada garpunya. Dia hendak menancapkannya pada mata gadis itu, tapi meleset, garpu runcing dari stainless tebal menancap pada pipi kiri Nasya membuat dia menjerit tertahan dan matanya membelalak.

"Mpphh!!"

Sepertinya lelaki itu memang sengaja melakukannya lalu tawa Mario menggema ke seluruh ruangan. Dia langsung membekap mulutnya sendiri. “Ups ... nanti ada yang denger bahaya juga.”

Dia menarik garpu makan itu dari sana dan kali ini Mario benar-benar menancapkannya pada mata Nasya hingga cukup dalam. Wajah bagian kiri gadis itu berlumuran darah. Tidak cukup di situ, Mario memutar alat stainless itu hingga membuat Nasya yang terikat menggeliat, menjejak, dan berontak tidak keruan.

“Haduh ... makanya jangan berani jadi pengganggu buat my Princess Milly.” Mario menjeda. “Tapi nggak pa-pa juga, hitung-hitung hiburan buat gue.”

Nasya menangis lebih parau dari yang tadi. Dia kecewa, kecewa karena menyerahkan segalanya pada cowok brengsek itu. Waktunya. Perhatiannya. Tubuhnya. Dia lebih baik mati saja sekarang.

Mario mendapatkan ide lain untuk menghabisi gadis itu ketimbang menancapkan garpu kecil pada tenggorokannya. Dia mengambil payung di sudut ruangan. Tangan kananya mencekal payung dengan keadaan terbalik, sedangkan tangan kirinya meraih kerah baju Nasya hingga membuatnya duduk.

Nasya hanya bisa menggeleng dan berusaha melepaskan diri dengan cara yang sia-sia.

Mario menghantamkan ujung payung yang terbuat dari kayu itu ke kepala kiri Nasya. Satu kali, menimbulkan lebam, tapi cukup membuat gadis itu setengah sadar. Kedua kali, dengan sekuat tenaga lelaki itu melakukannya. Ketiga dan keempat kali dengan kekuatan yang sama langsung membuat Nasya kembali tidak sadarkan diri, tapi gadis itu belum mati.

“Dasar cewek merepotkan!” cecar Mario. Dia melepaskan cengkeramannya pada tubuh itu.

Dengan paksa, lelaki itu melepas beberapa jari-jari payung. Mario mulai menancapkannya pada tubuh gadis itu. Terutama leher dan perutnya hingga memuncratkan banyak darah.

Saat melihat perut gadis itu sudah tidak lagi kembang kempis. Mario memeriksa detak jantungnya, tidak ada, Nasya sudah mati. Kegiatannya malam ini telah usai.

∆ Milly Oswald ∆

Walaupun cerita ini memiliki tingkat ketidakwarasan yang terlalu mutlak

Tapi ...

Jangan lupa apresiasinya ya teman-teman 😚

See you next part 👉

Salam sayank

Nadya_Nurma 😘

Lost Control (Rebel Girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang