LCRG 35 : Peringatan Terakhir

968 64 7
                                    

Happy reading!!

Seperti seorang mama muda yang setia membangunkan sang putri di pagi hari, Milly masuk ke kamar Faya dan membuka jendelanya untuk membiarkan cahaya matahari menyinari ruangan itu.

"Faya, ayo bangun! Nanti telat, loh, sekolahnya. Kak Milly sama Kak Clay juga sekolah, nanti kalau kesiangan siapa yang nganter?"

Merasa tidak ada jawaban dari Faya yang masih tenggelam di balik selimut, Milly langsung menyibak selimut berwarna biru itu. "Sayang-"

Kata-kata gadis itu menggantung di udara. Milly mematung di tempat mendapati apa yang dilihatnya di atas ranjang berseprai merah muda itu.

Tubuh anak perempuan berusia tujuh tahun itu terlihat mengerikan, dengan kulit meleleh dan daging-daging merah terlihat jelas oleh netra tanpa ada sehelai kain yang membalutnya. Juga sebuah pisau lipat yang menancap tepat pada dada kirinya. Sudah bisa dipastikan kalau Faya tidak lagi bernyawa.

"Faya," lirihnya. Tangan gadis itu mengepal, matanya menangkap selembar kertas menyebalkan di samping jasad Faya ditulis dengan spidol yang hampir habis. Berbunyi 'Peringatan Terakhir Sayang'.

Milly langsung merobek kertas itu dan membuangnya ke luar jendela. "Mario!" geramnya.

Gadis itu menutup kembali jasad Faya dengan selimut. Tidak ada takut atau histeris, Milly sudah terlalu terbiasa dengan mayat. Dia berjalan keluar, menghampiri Clay yang berada di meja makan bersama anak-anak yang lain.

Clay memandang Milly bingung. "Mana Faya?"

Milly hendak menyampaikan kabar buruknya, tapi dirinya tidak tahu harus berkata apa. "Ikut aku!" pintanya dengan nada tegas.

Clay yang lengannya ditarik oleh Milly langsung mengikuti ke mana arah gadis itu membawanya. "Ada apa, Mil?"

Cowok itu lebih kebingungan lagi saat mendapati Milly menyeretnya ke kamar Faya. "Faya kenapa emangnya?"

Milly melepaskan lengan Clay. Cowok itu masih berdiri di ambang pintu enggan untuk masuk karena tidak mendapat kejelasan dari gadisnya. Dia terus memperhatikan Milly, masih dengan ekspresi datarnya, perlahan Milly menyibak selimut biru itu.

Mata Clay membelalak. "Faya!"

∆ Milly Oswald ∆

"Huhuhu ... lagi-lagi bertemu dengan saya, Nona Milly."

Milly menatap datar pada Harry, polisi besar yang sama yang menangani kasus kematian Nasya tempo hari.

"Kali ini apa lagi? Pembunuhan anak berusia tujuh tahun?" tanya polisi itu tampak mengejek.

Gadis itu tidak merespon. Dia hanya diam membiarkan polisi dengan perut seperti balon itu terus mengoceh.

"Ck! Ck! Ck!" decak Harry. "Saya curiga pada Anda. Bukankah baru dua hari Anda pindah ke panti dan sudah ada korban? Bagaimana kalau sebenarnya Anda bersekongkol dengan penjahat ini?"

Clay sudah tidak tahan untuk diam. "Jangan sembarangan bicara, Pak! Milly tidak mungkin melakukan hal keji seperti yang Anda tuduhkan!"

Milly memandang Clay dengan senyum tipis.

"Anak muda, jangan berani membentak saya. Ini kantor polisi, Anda juga bisa ditahan," sombong polisi itu.

"Anda tidak punya bukti," tukas Clay dengan nada suara yang sudah kembali normal.

Harry mengangguk-angguk. "Makanya dugaan saya diperkuat dengan itu. Bisa saja Nona Milly sudah menghapus jejak-jejak pelaku. Bagaimana mungkin dua kali pembunuhan, dua orang yang berbeda, dan mereka sama-sama sedang dekat dengan pacar Anda, Tuan Clay?"

Lost Control (Rebel Girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang