Happy reading!!
"Semuanya sudah paham?" tanya Bu Yuni sambil membereskan alat-alat praktek dari meja.
"Sudah, Bu," jawab para siswa serentak.
"Baiklah ... lakukan seperti contoh tadi. Alat dan bahannya sudah ada di depan kelompok masing-masing." Bu Yuni yang melihat Milly di ujung ruangan sendiri berjalan mendekatinya. "Mil," panggilnya.
"Iya, Bu. Ada apa?"
"Kok nggak ikut ke kelompok? Bahannya terbatas loh."
Milly mengambil tasnya dari lantai dan menaruhnya di atas meja. Dengan tangannya yang cekatan dia mengeluarkan semua yang dibutuhkan untuk praktek kali ini. "Nggak pa-pa, Bu. Saya bawa bahan-bahannya."
Bu Yuni tersenyum kecut menatap Milly. Dia merasa kasihan pada Milly yang selalu sendirian saat tugas kelompok, padahal gadis itulah yang tidak nyaman berbaur dengan teman-temannya. Bu Yuni berbalik menghadap siswa lainnya. "Sekali lagi saya minta kalian sedikit peduli dengan teman yang lain. Kalau ada tugas bersama, kenapa selalu saja tidak ada yang mau satu kelompok dengan Milly? Kalian merasa tersaingi, ya? Tapi bagaimanapun dia tetap teman kalian."
Rina yang hendak menyanggah ucapannya terpotong oleh Milly. "Saya su—"
"Nggak pa-pa, Bu. Saya sudah biasa kerja sendiri, kok," sergah Milly dengan senyum manisnya.
Bu Yuni kembali menghadap gadis itu dan membalas senyumnya. "Okey ... semuanya segera mulai prakteknya."
"Iiiih ... jijik!" teriak salah seorang siswi saat hendak membuka bungkus plastik katak yang sudah disediakan.
"Dih! Jangan alay, Kar! Itu, kan, kodoknya udah mati, udah diawetkan," balas siswa dengan seragam atasnya yang keluar.
"Ah, gue nggak bisa nyentuh katak!"
"Milly bawa kodok hidup!"
"Hua ... kodoknya kenyal-kenyal!"
Teriakan-teriakan lainnya menguar ke seluruh ruangan laboratorium biologi. Milly yang berada di sudut berusaha tidak terusik. "Berisik!" geramnya.
Milly membuka toples berisi katak hidup yang dibawanya. Langsung saja dengan tangan kiri mencengkeram katak itu dan menahannya di atas wadah. Tangan kanan gadis itu meraih pisau kecil dan membuat pola di atas katak yang sudah telentang itu, setelahnya Milly mengambil gunting dan memotongnya sesuai pola.
Pemberontakan hewan itu berakhir, dia mati. Dengan telaten, Milly mengeluarkan organ dalam katak satu persatu dan menjajarnya di atas baki yang sudah disiapkan.
Milly mengangkat tangan dan berteriak, "Saya sudah selesai, Bu."
Bu Yuni yang ada di depan sana berdiri dan tersenyum. "Kalau begitu silakan maju dan presentasikan hasil kamu, Mil."
Milly mengangguk menanggapi.
"Yang lain, contoh Milly. Ngerjain sendiri saja cepat selesai, kalian yang berkelompok malah cuma teriak-teriak nggak jelas," sindir Bu Yuni membuat para siswa kesal.
"Iyalah cepet ... dia udah macam monster gitu," gumam salah seorang siswi yang menatap sinis pada Milly yang berjalan ke depan.
"Nanti habis ini kamu temui saya di ruang BK, ya, Mil," pinta Bu Yuni.
Sebelah alis Milly terangkat keheranan dan akhirnya hanya mengangguk.
∆ Milly Oswald ∆
"Ada apa, Bu? Kok tiba-tiba manggil saya ke BK."
Bu Yuni tersenyum. "Duduk dulu, Mil."
Milly mendudukkan diri di kursi depan Bu Yuni.
Guru Biologi itu menatap Milly lekat dan meraih tangan gadis itu. "Kamu ada masalah, ya, sama teman sekelasmu? Jangan takut, bilang aja ke ibu."
Milly tersenyum sekilas dan melepaskan tautan Bu Yuni. "Nggak, kok, Bu. Saya nggak ada apa-apa di kelas."
"Terus kenapa kamu tidak pernah ikut kelompok tugas? Juga saya perhatikan kamu sangat jarang berinteraksi dengan yang lainnya, Mil?" tanya Bu Yuni beruntun. "Atau kamu sedang ada masalah keluarga?"
Milly menggeleng. "Nggak, Bu. Semuanya baik-baik aja."
Bu Yuni menghela napas lega dan menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi. "Syukurlah kalau begitu. Saya kira kamu di-bully, loh, sama yang lain."
Milly malah terkikik. "Bu Yuni terlalu banyak baca novel remaja, ya?" ucap Milly setengah mengejek.
Bu Yuni malah malu-malu dibuatnya. "Hehehe ... tahu aja, Mil. Kisahnya lucu, loh, menye-menye gitu romantisnya. Mau pinjam, Mil? Koleksi saya lumayan, loh."
Milly menggeleng. "Nggak, Bu. Saya lebih suka novel action."
"Eh ... kok malah ngomongin novel. Maaf, ya, Mil, udah ganggu waktumu. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi ibu, okey?"
Milly mengangguk. "Kalau begitu saya permisi dulu, Bu."
"Silakan."
Milly berjalan sendirian menyusuri koridor. Lorong-lorong itu sepi karena para siswa sudah masuk ke kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran. Gadis berambut pirang itu mengintip kelas-kelas melalui kaca jendela yang transparan sambil berjalan.
"Nggak ada yang menarik," gumamnya.
Hingga Milly melintasi kelas XII IPS 5 ada seorang siswa laki-laki yang memperhatikannya melintas, bahkan sampai terus menatap tepat pada manik gadis itu. Milly berhenti sejenak, menatap serius pada manik lelaki asing di depan sana.
Siswa itu bergumam, gerakan bibirnya masih bisa dibaca oleh Milly. "Hai, Milly."
Dia tau nama gue, ucap Milly dalam hati.
Tiba-tiba seorang guru keluar dari kelas itu. "Mil, kok di sini?" tanya guru itu.
"Eh ... lewat aja, Bu. Tadi habis dipanggil Bu Yuni."
Semua guru di sekolah itu pasti mengenal Milly, gadis ramah, rajin, dan siswa yang tidak pernah absen menjadi juara paralel di tingkatnya.
"Owh ... udah sana kembali ke kelas. Ibu liat tadi Gavin lirik-lirik dan ngode-ngode ke kamu. Jangan kepincut, loh, hati-hati sama dia, anaknya buaya," jelas guru itu panjang lebar.
Milly tertawa renyah menanggapi. "Iya, Bu." Gadis itu menyalami guru itu dan melenggang pergi, tapi sebelumnya dia masih sempat-sempatnya melirik Gavin dan ternyata laki-laki itu masih melihat padanya.
Milly melanjutkan langkahnya. "Gavin, ya," gumamnya sambil tersenyum.
Sekarang gadis itu sudah berdiri di depan pintu kelasnya. Dengan perlahan dibukanya pintu itu. "Maaf, saya terlambat."
Guru yang tengah mengajar melihat Milly dari atas sampai bawah. "Dari mana kamu, Milly?"
"BK, Pak. Tadi dipanggil Bu Yuni," jawab Milly apa adanya.
Guru itu mengangguk-angguk. "Ya, sudah. Sana cepat duduk ke tempatmu!"
"Iya, Pak."
Milly melenggang ke tempatnya dan mendudukkan diri di sana. Dia mengeluarkan sebuah buku sketsa dari loker meja dan dengan luwesnya jari-jari lentik itu menari di atasnya menggunakan pensil.
Sebuah kata juga menjadi pelengkap sketsa wajah seorang siswa laki-laki itu. 'Gavin' nama yang tertera di sana.
∆ Milly Oswald ∆
See you next part 👉
Salam sayank
Nadya_Nurma 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Control (Rebel Girl)
Mystery / Thriller[COMPLETE] Manik mata hitam dan sorot mata tajam yang begitu memesona. Tatapannya yang lekat dan dalam bisa membuat siapapun yang memperhatikannya merinding ketakutan, jangan lupakan juga sebuah gunting yang selalu terselip di saku rok seragamnya. G...