LCRG 19 : Pengakuan

1.5K 118 7
                                    

Happy reading!!

"Milly," panggil Diandra dari luar kamar.

"Iya, Ma."

"Mama masuk." Wanita dengan raut gelisah itu masuk dengan terburu dan langsung memeluk sang putri erat.

Milly mulai kehabisan napas karena pelukan itu. "Ma, ya ampun, Milly engap ini."

Diandra perlahan melonggarkan dekapannya dan menatap Milly dengan berurai air mata.

"Lhah? Ma, kok, nangis?" Tangan lembut gadis itu mengusap perlahan air mata yang mengalir di pipi sang mama.

Diandra berusaha menguasai dirinya dan menghentikan tangisnya. "Ka-kamu pindah sekolah aja, ya, sayang?"

"Ha? Kenapa, kok, tiba-tiba gitu?" tanya Milly yang kebingungan dengan maksud Diandra sebenarnya.

"Sepertinya ada orang jahat di sana. Mama mikirin kamu terus-terusan."

"Tenang, Ma, tenang dulu. Cerita sama Milly ada apa?" tanya Gadis itu seraya mengusap-usap pundak mamanya.

"Itu. Mama dapet kabar dari grup wali murid, kalau di sekolahmu selama semester ini sudah ada dua siswa yang hilang," ucap Diandra.

"Nggak bakal terjadi apa-apa sama Milly. Kalaupun ada orang jahat, aku pasti bisa pertahanin diri, kok. Mama lupa, ya, kalau Milly bisa karate?"

Diandra menggeleng. "Bukan begitu sayang. Ini masalah serius." Wanita itu menjeda. "Dari kabar yang simpang-siur, korban pertama ditemukan meninggal tanpa kepala, tapi keluarganya nggak mau konfirmasi dengan detail. Dan yang kedua masih hilang sampai sekarang."

"Mama tenangin diri dulu, dong. Jangan gegabah gini, Milly yakin habis ini nggak akan ada apa-apa," ucap Gadis itu mencoba meyakinkan Diandra yang sangat khawatir padanya.

"Mana bisa tenang! Pikiran mama terus aja cemas sama kamu."

Langsung saja Milly memeluk Diandra. Mengusap-usap punggung wanita itu seraya berbisik, "Mama yakin sama Milly. Milly nggak pa-pa dan nggak akan pernah kenapa-kenapa, okey."

"Bener, kan? Kalau sampai ada apa-apa lagi, mama akan pastiin kamu keluar dari sana. Kalau perlu kita pindah rumah, pindah dari kota ini," balas Diandra seraya membalas pelukan sang putri dengan penuh sayang.

"Iya, Mamaku yang cantik."

∆ Milly Oswald ∆

Suasana kelas cukup ramai karena jam pelajaran ditiadakan hari ini, berhubung para petinggi sekolah tengah mengadakan rapat tertutup. Misteri hilangnya dua siswa SMA itu menjadi pembicaraan panas selama seminggu.

"Gue nggak habis pikir sama pembunuh itu, otaknya udah pindah ke dengkul kali, ya," ucap gadis dengan pita birunya.

"Iya, gue nggak nyangka juga kalau ada orang kayak gitu," timpal gadis lain di sampingnya.

"Gue yakin banget, sih, kalau pelakunya orang yang sama."

"Iya, gue juga. Apa coba motifnya? Sampe ngelakuin hal keji gitu."

"Parahnya yang jadi korban itu Babang Gavin gue tersayang. Denger-denger mayatnya ketemu di sungai belakang kota—"

"Nggak ada kepalanya!" tukas Karla dan hanya ditanggapi dengan anggukan miris oleh Gina.

"Reputasi sekolah jadi anjlok banget seminggu belakangan. Banyak ortu yang mau narik anaknya dengan alasan khawatir," ucap Karla dengan wajah serius.

"Mami gue juga berpikiran gitu. Tapi sayang banget kalo keluar. Gue nggak rela," balas Gina seraya menyandarkan tubuhnya ke punggung bangku.

"Bener, gue juga. Kita cuma bisa berharap doang moga nggak bakal ada korban lagi."

Lost Control (Rebel Girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang