Happy reading!!
Sudah beberapa hari terkahir ini Milly mengunci diri di kamar. Dia menatap pantulan dirinya di cermin yang tinggal sisa-sisa, rambutnya acak-acakan dan pakaiannya kusut.
Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru. Kamarnya sudah berubah menjadi kapal pecah, barang-barang tidak lagi ada di tempatnya. Buku pelajaran berserakan di lantai, baju-baju pun demikian. Dengan linglung, Milly menatap punggung tangan kanannya yang menampakkan jejak darah yang sudah mengering, mungkin karena tinjunya yang terlalu kuat pada kaca dan dinding kamar itu.
Sudah berapa hari dia tidak mandi?
Sudah berapa hari dia tidak makan dan minum?
Dia pun tidak tahu.
Milly beranjak dari tempat tidurnya. Menapakkan kaki telanjangnya pada lantai yang dingin. Kemana ponselnya? Dia juga tidak tahu.
Milly berjalan hingga ke seberang ruangan. Tangannya meraba kertas yang menampilkan angka-angka di dinding.
"Empat hari, ya?" gumamnya pada diri sendiri.
Mata gadis itu sembab dan merah hingga kelenjar lakrimalisnya penat karena terus dipaksa menghasilkan cairan bening tiada henti. Milly mencoba bangkit kembali, sudah seperti kebiasaan baginya untuk berdiri dari keterpurukan. Bermula pada kematian sang ibu, gadis itu terus saja melewati jalan penuh hambatan.
"Lebih baik gue sekolah hari ini. Baru juga awal semester di kelas XII udah bolos aja lo, Mil," ungkapnya seraya tersenyum paksa. "Seenggaknya lo bisa lulus dengan nilai terbaik, biar papa sama mama nggak kecewa lagi."
Gadis itu segera membersihkan diri dan melakukan ritual paginya. Dengan langkah gontai, Milly menuju dapur mengambil sebuah roti sobek berukuran sedang dan melahapnya dengan rakus, tidak lupa juga sebotol jus jambu yang ia minum hingga tandas.
"Udah baikan?" tanya Hannah yang tengah menyiapkan sarapan.
Milly hanya mengangguk menanggapi sambil terus melahap roti di tangannya.
"Sarapan, Mil, ada Luke sama Om Adam juga," tawar wanita itu.
"Nggak, Tan."
Milly segera melenggang pergi, ekspresinya datar tanpa ada minat sedikitpun yang terpancar dari sana.
"Pak, anter saya ke sekolah," pintanya pada Pak Adi yang tengah mengelap kaca mobil.
"Non, nggak pa-pa masuk sekolah hari ini?" tanya lelaki itu seraya memperhatikan Milly dengan saksama.
"Nggak pa-pa, Pak. Ayo, saya keburu telat."
"Siap."
∆ Milly Oswald ∆
Milly terus saja mengetuk-ngetukkan pensil ke kepalanya, otanya tidak bisa berpikir jernih saat ini. Sepertinya keputusan gadis itu untuk masuk sekolah hari ini adalah sebuah kesalahan.
"Sial!" rutuknya pelan.
Dia menatap ke luar jendela. Menghela napas panjang seraya menutup mata berusaha kembali mendapatkan ketenangan.
"Mil," panggil Clay dengan lirih.
Milly tidak menjawab, gadis itu hanya membalasnya dengan tatapan datar.
"Maaf, ya, gue nggak bisa dateng ke pemakaman orang tua lo. Ibu panti juga lagi sakit soalnya," jelasnya.
"Nggak usah dipikirin," ucap Milly dengan nada suara yang begitu datar.
Clay melihat lembar jawaban kosong gadis itu. "Mau gue kasih contekan?" tawar Clay dan hanya dibalas dengan gelengan oleh Milly.
"Atau mau gue ajarin kalau lo nggak paham?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Control (Rebel Girl)
Mystery / Thriller[COMPLETE] Manik mata hitam dan sorot mata tajam yang begitu memesona. Tatapannya yang lekat dan dalam bisa membuat siapapun yang memperhatikannya merinding ketakutan, jangan lupakan juga sebuah gunting yang selalu terselip di saku rok seragamnya. G...