Bandara Internasional Philadelphia menjadi saksi Jimin dan Hyeon untuk berpisah lagi. Sial memang, Park Jimin yang masih ingin berlama lama ternyata harus diganggu dengan kedatangan mitra kerjanya dari Jepang dan mau tak mau Jimin harus segera kembali.
"Jaga diri baik baik ya?" Kata Jimin sembari menarik koper yang tak begitu besar di tangannya. "Kau juga harus pulang sesekali dalam setahun. Ayah merindukanmu."
Hyeon lagi lagi hanya mengangguk sebagai jawabannya. "Salam untuk ayah, ibu dan kak Minjung. Oh iya, Jungkook jangan lupa. Aku rindu sekali padanya." Jimin juga mengangguk kemudian memberi pelukan. Cukup erat menyalurkan emosinya. terlihat sekali tak ingin berpisah.
"Hyeon," Lirih Jimin di dekat telinga gadis itu. "Siapapun yang kau cari kemarin. Aku harap tidak membuatmu goyah. Sungguh, aku masih berharap hubungan kita membaik."
Hyeon panik sendiri. Jimin bahkan tau kalau orang yang ia cari mungkin akan membuat perasaannya pada Jimin goyah. "Oppa -- "
"Jangan mundur, jangan menyerah padaku. Ya? Kau tak perlu melakukan apa apa. Hanya berdiri ditempatmu sekarang dan kali ini biarkan aku yang mendekatimu. Biarkan aku yang berjuang untukmu."
Kenapa kalimat itu begitu menyakitkan bagi Hyeon? alih alih tersentuh, gadis itu malah teringat semua perjuangannya untuk mendapatkan hati Jimin kala itu, bagaimana kalimat itu pernah terucap dari mulutnya tapi selalu berakhir dengan rasa kecewa. Hyeon lelah dengan semuanya. Kenapa dia harus berada di tempat dan membiarkan Jimin mendekat lagi. Tak ada balasan untuk pertanyaan itu. Hyeon segera melepas pelukannya.
Sudah cukup jadi orang bodohnya Hyeon! Batinnya.
"Hati hati di penerbanganmu." itu kalimat terakhir yang gadis itu berikan pada suaminya yang akan kembali ke Korea. Hyeon rasa mahkota bunga di dalam hatinya sudah gugur satu persatu. Mencintai Jimin itu melelahkan, dia tak ingin melakukannya lagi. Ia ingin bebas melakukan apa saja yang membuatnya senang dan meninggalkan apa saja yang selalu membuatnya terluka. Hidup barunya ada di sini, tempat yang jauh dari Jimin.
-
-
-
-
-
-
Satu bulan sejak kepulangan Jimin ke Korea. Aktifitas Hyeon hanya kuliah, mengunjungi perpustakaan, sesekali berkumpul bersama teman temannya untuk mengerjakan tugas, berbelanja kebutuhan pribadi juga mengikuti beberapa forum mahasiswa yang ia pikir akan berguna untuk karir dan masa depannya. Ia memikirkan banyak hal sekarang, dia merasa sudah bukan waktunya bermain main, ayahnya membutuhkannya juga. Begitupun perusahaan, tentu saja dia tak lupa tentang keberadaan Jimin yang sudah mengurus segalanya, tapi gadis itu ingat tentang rencananya untuk berpisah dan mengembalikan hak Jimin yang selama ini ada di tangan ayahnya.
Sekarang akhir minggu, gadis itu dengan kaos kebesaran dan celana pendek selutut sibuk membersihkan apartemennya. Mengelap rak dan sudut lemari, membersihkan lantai dan karpet dengan vacuum cleaner sembari mendengarkan musik. Setelah ini dia akan pergi ke toko buku mencari beberapa buku untuk referensi mata kuliahnya.
Saat semua pekerjaan rumahnya selesai dan ia sudah bersiap pergi. Bel pintu apartemennya berbunyi tepat saat ia akan membuka pintu.
Sosok yang sejak sebulan lalu menghilang kini muncul di hadapannya. Dengan senyum kotak ceria dan polos tapi wajahnya sedikit pucat. Mengenakan kaos putih dan jaket levis berwarna biru donker menyapa paginya.
"Hallo cantik!" sapanya. Hyeon memutar bola matanya jengah, entah kenapa rasanya kesal sekali melihat senyum tak bersalah itu muncul di depan pintu apartemennya pagi begini setelah menghilang hampir satu bulan lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
All In (Jimin Version)
FanfictionSatu malampun, Park Jimin tak bisa terlepas dari ruangan bermeja oval dengan deret kartu yang membawanya menjadi seorang raja judi. Mengubah hidupnya yang semula hangat, menjadi malam yang selalu dipenuhi limpahan dosa dari langit demi sang hawa yan...