40

665 37 39
                                    

Lelang amal usai menyisakan beberapa orang yang masih berbasa basi mencipta rekanan atau sekedar saling membual tentang pencapaian perusahaan mereka masing masing . Hyeon berakhir dengan membeli satu buah belt milik salah satu member boygrup favoritnya, Max Changmin dan membayar mahal untuk itu. Tak masalah juga karena penjualan sepenuhnya untuk amal. Bahkan sedikit pertempuran sengit dengan salah satu putri seorang importir batu bara untuk memenangkannya. Lucu tapi memang begitu lah daya tarik benda milik seorang idol untuk para kawula muda pewaris perusahaan. Hyeon yang sudah tak berniat berlama lama ada disana lantas men- dial nomor supirnya karena sebentar lagi dia akan keluar. Setelah dalam waktu singkat si supir mengangkatnya. Ia langsung berjalan keluar dari ballroom.

Sebuah mobil hitam mengkilap melesat dari area parkir  bawah tanah dan berhenti tepat di hadapannya. Ia yakin itu bukan mobilnya, jadi Hyeon berjalan melewatinya begitu saja. Namun atensinya teralih ketika seorang pria turun dari pintu belakang, sengaja membukakan pintu untuknya, mengisyaratkan gadis itu untuk masuk. "Mau pulang bersama?"ujarnya. Laki laki itu lagi. Hyeon menghela nafas. 

"Aku bersama supirku." Jawab Hyeon.

"Aku sudah menyuruh Supir Nam pulang." Lelaki itu tersenyum sembari mengisyaratkan Hyeon masuk dengan gerakan kepalanya. Mudah saja bagi Jimin untuk menyuruh sang supir kembali ke rumah karena dulu supir Nam pernah bekerja padanya ketika ia masih menjadi suami Hyeon.

"Jangan bercanda Park Jimin-sshi!" Hyeon kemudian menelepon supirnya lagi memastikan keberadaannya tapi nomornya tidak aktif. Gadis itu mengeratkan tangannya pada tas kecil yang ia bawa. Kesal sekali. Bersiap saja dengan surat peringatan besok pagi. Meninggalkan atasannya di sebuah acara dan menonaktifkan ponsel. Tipe tipe pekerja yang sudah siap untuk dipecat.

"Aku akan menelepon Kak Minjung. Kau bisa pulang."

Si lelaki menggeleng. "Aku akan disini sampai kau mau pulang bersama." Kemudian klakson dari deretan mobil di belakangnya bersahutan mengantri untuk masuk area drop off. "Kau akan disalahkan karena tidak mau segera masuk. Tidak lihat mereka semua menatap kita?"

Hyeon mengedarkan pandang. menemukan dirinya dan mantan suaminya sudah menjadi pusat perhatian semua orang. "Aku akan langsung mengantarmu pulang. Aku janji." Lanjut Jimin Jimin memberikan penawaran. Sementara klakson semakin bersahutan. Membuat Hyeon mau tak mau masuk ke mobil Jimin dan roda empat itupun melesat pergi dari sana sebelum protes lain dilayangkan lagi dari mobil mobil di belakang mereka.

"Ini keterlaluan Jimin-ssi?!" Hyeon mengeluh setelah ia masuk dan duduk berdampingan dengan Jimin di kursi belakang.

Jimin hanya tertawa singkat. "Maaf, tapi memang harus begini agar aku bisa bicara denganmu."

"Gila! Lihat saja aku akan memecat Pak Nam besok pagi."

"Pecat saja. Lalu aku akan mempekerjakannya." Jimin lagi lagi tertawa pelan. Memunculkan bulan sabit yang menggantung di matanya.

"Jadi ini janji yang kau berikan agar Pak Nam meninggalkanku di pesta?"

"Entahlah." Jimin mengedikkan bahu. Tepat sekali,  tapi bukan  alasan itu yang membuat Pak Nam dengan sangat berani meninggalkan tuannya. 

"Sebenarnya apa maumu?" Hyeon menatap tajam presensi lelaki yang tadi memeluk pinggangnya pada saat acara. Membuat banyak pasang mata mengubah atensinya pada mereka dan sekarang menyuruh supir Hyeon pulang lebih dulu agar Hyeon bisa pulang bersamanya.

"Aku?" Jimin kemudian terdiam. Menatap dasar mobilnya. "Yah hanya ingin mengantarmu saja. Kita tidak saling menyapa dengan baik di dalam." Park Jimin tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya yang bahkan terasa tidak gatal.

All In (Jimin Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang