Chapter I
Setiap kali hatimu terluka karena patah hati, sebuah pintu terbuka menuju dunia yang baru dengan kesempatan yang baru. -Patti Roberts
"Iya Re, astaga! Iya, iya gue tau."Mutiara memilah buah naga, melihat-lihat fisiknya lalu memasukkan beberapa buah ke dalam keranjang. Ponsel ia jepitkan di antara bahu dan telinga.
"Ini gue lagi di stand buah-buahan."
"Apa?! Oh, oke oke. Mie tek-tek?"
Mutiara menggeleng kepala lelah, setelah mengambil beberapa buah yang ia butuhkan, ia kembali memegang ponselnya dan mendorong keranjang belanjaan dengan satu tangan.
"Gue berasa jadi jongos lo, tau, nggak?"
Mutiara mengulum senyum mendengar Rere berkilah di ujung sana, ia berjalan menuju stand lauk, ingin membeli daging ayam.
"Mbak, daging Ayam satu kilo ya," pesannya pada pramuniaga.
"Iya sayang, sekitar satu jam dari sekarang gue sampe rumah. Ini masih mau bayar belanjaan dulu, gue ke kasir. Udah ya.. bye."
Mutiara segera memutuskan panggilan sepihak, mengantisipasi permintaan Rere yang berlebihan.
Antrian di pagi weekend ini tidak terlalu panjang, masih cukup pagi bagi orang-orang untuk berbelanja. Meski begitu, dia tetap saja harus mengantri, Mutiara memilih mengotak-atik ponselnya sambil menunggu antrian. Dia membuka akun social media dan mulai berselancar. Seperti para pengguna sosmed lainnya, Mutiara cukup aktif, dia memotret belanjaannya lalu ia posting ke instastory.
Bruk!
Tubuh Mutiara sedikit condong ke depan ketika tubuhnya terdorong dari arah belakang. Untunglah tubuhnya tidak terbentur benda keras.
"Eh, maaf-maaf mbak."
Mutiara berbalik saat ia bisa kembali berdiri tegak, ditatap kedua pria di belakangnya dengan kening berkerut. Satu laki-laki berwajah datar, kaku tanpa ekspresi dengan bulu-bulu tipis menghiasi rahangnya yang tajam, rambutnya yang gondrong di kuncir, matanya sipit dan pria itu memegang keranjang plastik yang berisi air mineral dan beberapa bungkus biskuit. Sedangkan pria di sampingnya, nyengir tak lupa memberi tanda 'peace'. Tipe Pria yang asik.
"Maaf, tadi salah saya."
Mutiara mengangguk memaklumi pria yang suka nyengir itu. Tangannya masih menggenggam dua buah kaleng minuman bersoda dan dua bungkus snack, lalu pria yang suka nyengir itu memasukkan belanjaannya di keranjang pria gondrong.
"Nitip ya, bro."
Mutiara tersenyum geli ketika melihat reaksi pria gondrong itu menatap malas pada temannya, tatapan yang berisi kata tanpa perlu di lontarkan lewat lidah.
Saat Mutiara kembali membuka ponsel otaknya mendadak memberikan info yang sempat tertimbun dalam, info yang menurutnya sama sekali tak penting tapi ia benar-benar ingin mengonfirmasinya. Mutiara kembali berbalik, dua pria itu masih berdiri di belakangnya.
Pria yang suka nyengir itu masih betah tersenyum ramah, matanya menyorot tanya. Apa ada masalah?
Melihat ke sekitar, Mutiara tau sekarang bukan saat yang tepat tapi daripada di serang penasaran ia memilih untuk bertanya. Lagipula, ia tak pernah melihat sosok asli seorang anak sulung keluarga Anggakusuma.
"Mas koko, ya? Eh—" Mutiara segera mengatupkan bibirnya, mengigit bibir bawah bagian dalam ia menatap kikuk ke arah dua pria itu. "Maksud saya, mas Raka? Eh mas koko? Eh, mas.. huft." Mutiara membuang napas kesal, tidak menemukan panggilan yang cocok untuk kakak sahabatnya. Sedangkan salah satu pria tersebut tersenyum geli. "Rakasa Regantara, kan?" Tanyanya akhirnya.
YOU ARE READING
Mutiara ✔ [Completed]
RomanceRakasa Regantara dan Mutiara Cantika Harjanto adalah sedikit dari manusia yang memiliki kasus serupa. Gagal Move On. Sayangnya, siapa yang akan menyangka saat setelah mereka mengalami hal pahit mereka berjumpa dengan perbedaan karakter yang jauh be...