XVIII

10.5K 1K 5
                                    

Terkadang, perpisahan itu tak selamanya berakhir pilu, tapi justru membukakan pintu kebahagiaan yang lain. -Mutiara Cantika Harjanto-

Enam bulan adalah waktu yang lumayan cukup menyelesaikan perkara hukum bunuh diri seorang remaja. Kasusnya memang ditinjau ulang membuat pihak orangtua dan si psikiater saling serang, walau bagaimana pun pihak yang salah di sini bukan hanya orangtua Rini tapi juga si psikiater--Evi--yang juga menyetujui permintaan orangtua Rini. Dalam hal ini, Mutiara memegang andil penuh bahkan tak menolak dijadikan saksi. Rere dan Friga uring-uringan karena kenekatan Mutiara yang tak kenal takut.

Friga membuang gengsi demi Mutiara yang telah melobi mbak Evi untuk mengatakan sejujur-jujurnya. Tak ada gunanya untuk berbohong, toh citranya sebagai psikiater juga sudah buruk. Hal yang dijanjikan oleh Mutiara padanya adalah setidaknya hukuman Evi bisa diringankan dengan memberi pengacara yang cerdas disampingnya. Siapa lagi kalau bukan Satria, mantan Friga yang begitu terobsesi dengan karier. Friga meminta bantuan meski sebenarnya ia tak sudi berbicara langsung.

Selama itu, harinya tak pernah terlihat santai atau pikirannya yang kurang rehat kecuali sedang tidur. Ada banyak program sekolah yang ia tinjau kembali dan meng-upgrade segalanya. Mulai dari pendidikan moral dan agama, juga norma-norma yang berlaku sebagai pengetahuan dan meng-efektifkan kelasnya. Dengan memperkecil kuota murid tiap kali dia masuk memberi arahan juga pengetahuan dasar yang pernah ia pelajari.

Dan selama itu pula, dia tak pernah bertemu Raka atau bahkan Ranz. Mereka berdua sibuk dengan bisnis masing-masing, ditambah Ranz menjadi relasi penting dalam bisnis orangtuanya. Mutiara tak paham meski Rere menjelaskan, pada intinya Ranz juga sedang membantu Raka membuka ekspansi showroom di Jakarta.

Begitu pun janjinya atas Arya, setelah melowongkan waktu untuk bertemu dengan Hellena dan mengenalnya lebih jauh wanita itu ternyata justru lebih baik darinya bahkan Mutiara terserang rasa minder dan tak butuh menguras tenaga ekstra membujuk Adriana mengenal lebih jauh sang calon kakak ipar.

"bunda yakin sama dia?" tanya Adriana meragu.

"yakin seratus persen Dri, mbak Hellen ini yah malah jauh lebih baik dari bunda." terang Mutiara sambil menuangkan saus di atas ayam goreng Adriana.

Adriana menggeleng, bukan itu maksudnya. "bunda beneran gak mau balikan sama abang?"

Mutiara mendesah setelah mengerti maksud remaja ini, "kamu tahu nggak, kenapa bunda sama abang kamu putus?" Adriana menggumam dan mengatakan tak tahu.

"itu karena kami punya perbedaan yang sama-sama gak bisa kami kompromi," meski dalam hati Mutiara menyebut nama Dio salah satu penyebab dia ingin mengakhiri hubungannya dengan Arya. "daripada kami melangkah semakin jauh dan saling menyakiti alangkah lebih baiknya untuk berpisah. Terkadang, perpisahan itu tak selamanya berakhir pilu, tapi justru membukakan pintu kebahagiaan yang lain." dan Mutiara masih tak tahu kebahagiaan seperti apa yang akan ia temui nanti pada intinya ia masih menunggu.

Friga masuk ke ruangan Mutiara tanpa mengetuk, suara high hells nya terdengar berat dan cepat. Mutiara yang mengerjakan laporan mengangkat kepalanya, "kenapa?" tanya nya langsung melihat wajah Friga yang berubah.

"ada apa dengan pak Arvian?"

Mutiara memalingkan wajahnya, kenapa harus Arvian lagi disaat dia tak pernah memiliki hubungan apapun dengan pria itu.

"Raaaa," rengek Friga meminta jawaban.

Bahu Mutiara mengedik, "ibu Friga apa hubungannya saya dengan bapak Arvian?"

Friga memutar bola matanya jengah, "hei, udah rahasia umum ya si wakapsek itu suka sama lo. Gue bahkan rekan-rekan guru yang lain udah jadi tim hore buat lo pada jadian."

Mutiara ✔ [Completed]Where stories live. Discover now