"Kamu mungkin tidak bisa mengendalikan hatimu, kepada siapa kamu akan menjatuhkan perasaan. Tapi setidaknya, kamu bisa mendidiknya tetap berada di jalur yang tepat."
-anonim-
Mutiara menghela napas panjang, matanya menyorot salah satu siswa SMA Pertiwi yang tak perlu di ragukan lagi kebadungannya. Sampai-sampai ia hilang akal, hukuman edukatif seperti apa lagi yang harus ia terapkan pada Dani? Semua hal sudah ia coba, mulai pendekatan komunikasi. Sayangnya Dani bukan type anak yang komunikatif, Mutiara sulit untuk meraba jalan bagi anak didiknya yang satu ini.
Mencoba tersenyum meski sebenarnya amarah sudah sampai ke puncak ubun-ubun, Mutiara kembali membuang napas berat.
Posisi Dani tetap sama tak bergerak se-inchi pun sejak ia di panggil ke ruang BK. Berdiri tegak sambil menunduk, tundukan kepala yang tak terlalu dalam dan elegan. Mutiara menggeleng melihat gaya Dani, ia bersidekap bukan untuk memperlihatkan bahwa kini ia yang berkuasa tapi ia lelah, sangat lelah menghadapi kenakalan Dani.
"Jadi Dani, maaf bunda agak sedikit emosi." Aku Mutiara terang-terangan, ia menyorot tajam pada Dani. "Sejak kapan kamu suka mengajak anak-anak lain untuk bolos? Bukankah kamu terbiasa sendiri? Apa sekarang, kamu butuh teman?"
Dani bungkam. Diam seribu bahasa, Mutiara bahkan bisa melihat arah mata Dani hanya memaku di satu tempat. Seperti sedang khusyuk dalam sholatnya, sayangnya Dani sedang tidak sholat tapi sedang menghadap guru BK karena perbuatannya mengajak dalam keburukan.
Mutiara mendelik sebal, sedikit gemas pada dirinya yang tak bisa mendidik dengan baik. Sebab, guru bukan hanya sekadar profesi tapi amanah. Dan harusnya, peran guru hanya bisa menggantikan peran orangtua separuh. Ya, hanya separuh bahkan tak sampai setengah. Mutiara kini bertanya-tanya, kertas putih yang kini tergores tinta hitam itu, siapa yang harus bertanggung jawab?
Sedikit emosi, antara kesal, marah dan ingin menangis sebab tak bisa melampiaskan emosi dengan leluasa. Mutiara meninggalkan Dani begitu saja di ruangannya, tujuannya ingin ke toilet menuntaskan emosi yang meledak-ledak. Dirinya tak ingin berteriak di depan Dani, apalagi sampai memukulnya. Itu semua tak bisa menolong justru akan berimbas buruk, sama sekali tak akan membuat Dani jera dan menyesal atas perbuatannya.
Mengambil tisu setelah mencuci muka dengan air dingin di westafel toilet, Mutiara masuk ke salah satu bilik toilet. Dia butuh pelepasan sekaligus mencari ide.
Terdengar menjijikkan memang, tapi begitulah cara Mutiara mencari cara sekaligus menggali ide di otaknya.
"Dani masuk ruang BK lagi, Nad."
"Oh."
"Kok 'oh' doang?"
"Terus? Kan emang udah biasa si Dani masuk ruang BK. Gue bahkan gak bisa ngitung, berapa kali dia dalam satu semester ini masuk BK."
"Ckckck..." salah satu siswi menghela napas antara prihatin atau mengejek. "Kemarin, gue liat dia di plaza Festival."
"Kuningan?"
"Iya, dia jago main bouldering."
"Bouldering?"
"Iya, olahraga yang manjat-manjat dinding itu lho."
"Kayaknya anaknya kreatif, tapi kok badung banget sih?"
"Belum bisa dibilang keren kali kalau gak badung."
"Teori dari mana tuh?" Dan keduanya tertawa, tak sadar bahwa guru BK mereka menguping pembicaraan dari dalam toilet.
Setelah dua siswi tersebut keluar, Mutiara juga ikut keluar dari bilik toilet. Ia tersenyum cerah dan melangkah ringan ke ruangannya. Hasilnya? Posisi Dani tetap tak berubah. Mutiara merasa bersalah, harusnya anak itu duduk saja tapi kalau di pikir-pikir, Dani terlalu manut untuk anak yang di cap badung.

YOU ARE READING
Mutiara ✔ [Completed]
RomanceRakasa Regantara dan Mutiara Cantika Harjanto adalah sedikit dari manusia yang memiliki kasus serupa. Gagal Move On. Sayangnya, siapa yang akan menyangka saat setelah mereka mengalami hal pahit mereka berjumpa dengan perbedaan karakter yang jauh be...