XXVII

10.1K 1.1K 57
                                    

"percaya gak percaya alam seolah berkonspirasi membuat kita selalu bertemu diwaktu-waktu saya berpikir untuk menyerah memiliki kamu." -calon pacar nya Mutiara.

Malam kian beranjak naik membawa kelam bergabung dengan para gemintang dan bulan, perempuan yang masih betah menggunakan pakaian kebanggaan nya itu belum tersadar dari keterkejutannya. Netra nya mengarah lurus ke depan dimana objek yang menuturkan kalimat panjang menyentak jantung dan alam bawah sadarnya. Dia seolah lupa bernapas, ini terasa bagai mimpi dan terlalu cepat baginya. Tapi... Kolaborasi rasa bergolak tak bisa dicegah. Ia tak tahu, respon seperti apa yang layak dan harus ia berikan. Terlampau shock. Bingung.

Mobil Jeep masih bergeming di tepi jalan komplek perumahan, persis di depan rumah ber cat warna putih. Sama sekali tidak memberi tanda bahwa orang yang masih di dalam mobil itu akan keluar.

Mutiara masih ingat kelakar Efendy bernada serius pada Raka yang masih bertampang lempeng. "Bung! Tiara memang bukan most wanted di kampus. Dulu. Tapi kalau lo liat sepak terjangnya sikap empati nya yang terlalu lebay, gak usah heran sih kalau gue dulu pernah kepincut walau gak pernah dapat kesempatan macarin dia. Btw, saking hebatnya di dapur dan kontribusinya di kampus lewat akademik dan non akademik, banyak yang naksir, gue salah satu gebetannya tapi karena kedok brengsek gue kelihatan, dia lebih milih cowok yang gak kalah bikin cewek-cewek pada iri berat. Arya, dulu dia calon dokter sekarang sih dokter ahli bedah. Sepupunya Renata, istri gue." Efendy cengengesan sambil menggenggam tangan istrinya. Dia seolah bahagia memuntahkan sejarah mereka di jaman kuliah dulu. "Untung gak jadi sama Arya ya, Ra. Sekarang mah walau gak seterkenal Arya, ko Raka jauh lebih dari kata menawan. Siap dibawa ke resepsi nya Dio, kan? Harus siap sedia stok suara lho, Ra, dikulik habis-habisan entar. Hahahaha." Renata mencubit lengan suaminya karena tertawa lebar tak lihat situasi, sok asik sendiri. Sedang yang lain hanya menanggapi dengan tawa ringan atau seperti Raka, segaris senyum.

"Eh eh, tapi koko datang kan?"

Mutiara dan Raka tanpa sadar saling melempar pandang, dengan jujur Raka mengedik kan bahu dan menjawab. "Belum tahu, Mutiara gak ngajak saya."

Kompak, semua lawan bicara Raka mangap. Mutiara bahkan tidak percaya dengan pendengarannya.

Wait... Ini artinya Koko berharap untuk di ajak kan? Apa ini nyata? Please jangan bilang ilusi, mimpi aja sekalian biar tuntas.

Sontak Renata menjentikkan jari ke depan Mutiara, "bahaya lo Ra, undangan kan udah nyampe sekitar dua hari yang lalu. Lo belum kasih tau koko ya?" Renata berekspresi kaget yang dibuat-buat, jelas memojokkan. Ingin rasanya Mutiara mengerang sebal. Kenapa dia harus terjebak di situasi seperti ini.

"Karena pekerjaan saya memang ruwet, saya juga harus lihat schedule saya, kalau memang memungkinkan, saya ikut dengan Mutiara." sambar Raka melihat Mutiara pengar.

"Oh! Kirain."

"Harus dateng sama partner Ra, kalau sendiri ntar lo akan menjadi target flirting bagi cowok-cowok jomblo di sana. Kalau sudah begitu, cowok manapun pasti meradang liat ceweknya disambar." tuah Efendy sok expert. Dan sengaja memanas-manasi Raka. Cuma orang yang tidak peka yang tidak bisa membaca situasi Mutiara dan Raka meski si Raka barusan berusaha melindungi Mutiara.

Setelah berpisah dan dalam perjalanan pulang kelegaan Mutiara bermula ketika bisa terlepas dari pasangan sableng bin gesrek tapi suka bikin kangen, namun itu semua tidak bertahan lama. Saat fokus Raka membelah jalanan Jakarta yang tampak lancar, untungnya, Mutiara telah mengutarakan permintaan maaf atas kelakuan teman-temannya pada Raka jika apa yang mereka lontarkan membuat risih atau tersinggung. Sayangnya, pria itu justru menanggapinya dengan sesuatu yang akan membuatnya tercenung dan tersentak di saat yang bersamaan hingga empat menit kemudian. Bukan waktu yang panjang memang, tapi diam di tempat bak patung selama empat menit bukanlah pekerjaan gampang. Apalagi dia bergeming karena sesuatu yang membuatnya antara yakin dan tidak yakin, ini nyata atau mimpi. Atau justru dia merasa delusi tingkat dewa. Masalahnya ini terlihat mustahil dan juga tiba-tiba, walau kadang dia merasa pergerakan yang tak terlalu intens itu cukup membuatnya kewalahan me-manage hati.

Mutiara ✔ [Completed]Where stories live. Discover now