XV

10.4K 982 5
                                    

"Cinta bukan hanya tentang mencintai tapi juga dicintai. Dan jika kamu melihat tak ada dua variabel berlawanan pada seseorang dari orang yang sama, mungkin salah satunya harus mundur atau mungkin memilih bertahan."

--

Mentari kini berada pada puncaknya, sinarnya seolah membawa hawa panas yang menyengat juga cahaya terik menyilaukan. Cuaca seperti ini memang pantas disebut cerah tapi entah kenapa setiap kali Mutiara melirik keluar jendela ia merasa energinya tersedot dan ia tak memiliki tenaga yang cukup untuk bergerak lebih.

Ranz meletakkan mangkuk berisi sup buntut buatannya bersama nasi hangat yang masih mengepul di depannya.

"setelah lo makan, gue sama yang lain bakal balik. Muka lo pucet Ra, beneran. Gue sangsi pagi tadi lo sarapan."

"bibir gue aslinya emang begini Ranz, warna nya pucet. Cuma gak pake lipstik aja sekarang."

Ranz tak menanggapi tapi dia tahu mana bibir yang benar-benar pucat atau bibir berwarna alami.

Mutiara mendesah kecil dia sedikit memajukan tubuhnya agar lebih dekat ke arah Ranz. Ekspresinya jelas menyiratkan kebingungan dan penasaran. "koko lo sama bokap gue lagi ngomongin apa ya? Kok dari tadi gak keluar-keluar dari ruang kerja bokap?"

Ranz mengedik, "yang pasti urusannya pasti penting kalau gak penting bokap lo udah ajak gue dari awal." jawab Ranz santai, Mutiara menahan tawa siapa juga yang mau mengajak Ranz untuk ngobrol serius kalau anaknya gemar berkelakar.

Ranz sedikit mendesis mengingat Rere dan Friga justru sedang leha-leha di kamar Mutiara, sedang menggunakan masker alami yang Mutiara sempat buat tadi. Mutiara mengangkat kepalanya mendengar desisan Ranz, alisnya terangkat. "kenapa?"

"gak papa, sop buntut buatan gue gimana?"

Mutiara mengacungkan jempol dengan senyum puas. "juara! Seger banget meski cuaca diluar lagi panas banget nget nget."

Air muka nya langsung berubah cerah, hal yang paling menyenangkan adalah orang yang mengakui kemampuan diri sendiri dengan pujian. "be te we, tadi si Arya ngapain? Gak mungkin kan dia cuma jenguk doang?"

Mutiara tak segera menjawab, dia masih turut larut dengan sop yang amat nikmat di depannya. "dia mau nikah." jawab Mutiara singkat, netra nya bertahan menatap Ranz penasaran dengan tanggapan juga ekspresi yang akan ditampilkan oleh lelaki itu.

"heh? Sama siapa? Sama lo?" ekspresinya berbalik seratus delapan puluh derajat, shock.

Diluar dugaan, Mutiara mengira Ranz akan bertanya sosok seperti apa yang akan menjadi pasangan Arya. "lo gila ya? Ya gak lah."

"masa?" suaranya tersirat kesangsian. "tadi tuh ya, pas kita-kita nyampe Arya bersimpuh di depan lo kayak ngajak balikan gak tahunya ngajak nikah. Apa kata si Rere dan Friga?"

"husssh! Pelan-pelan ngomongnya, kalau bokap denger bisa salah paham."

"jadi?"

"mas Arya minta bantuan beri Adriana pengertian. Lo tahu sendiri Adriana deket banget sama gue dia mau nya gue jadi kakak iparnya."

Kepala Ranz menggeleng disertai decakan yang keluar dari mulutnya. "dan lo mau?"

"ya gak semudah itu lah." sebelah alis Ranz terangkat. "gue harus kenal lebih dekat calon istrinya."

"wow!" serunya tanpa suara. "amazing. Mantan pacar bertemu dengan calon istri, drama apalagi ini?"

"lebay lo ah."

"terus terus... "

"mas Arya setuju."

"semudah itu?"

Mutiara ✔ [Completed]Where stories live. Discover now