XXIV

9.6K 1K 6
                                    

"Cell, besok nanti handle kerjaan aku." yang di beri mandat justru mengerling kesal, dia tak suka namanya disingkat-singkat. Cell? Memangnya namanya sel tahanan?

"Hmm.."

"Tolong beri tahu setiap TL harus report ke aku setiap hari lewat email," pesan Raka pada sekretarisnya.

"Iya pak." Celline mengetik di ponselnya berbagai tugas yang diberikan Raka padanya agar tak lupa.

"Oh ya, dan untuk Rio besok mungkin dia sudah selesai nyusun portofolio, minta dia undur penyerahan portofolio ke Biro Arsitek sebelum aku cek."

Celline membeliak kaget, ia segera berbalik menatap Bos nya yang duduk di bangku penumpang.

"Maaf, bapak lupa ya? Lusa itu deadline untuk Rio pak."

"Terus?"

Celline membuang napas kuat-kuat, geram.

"Masa nanya lagi ke saya?!" cetus Celline bicara formal. Jengkel.

"Aku baliknya lusa, Cell."

"Awas kalau dia kena sp, bapak yang saya tuntut."

Raka mengangkat wajahnya dari laporan yang baru ia terima lewat email.

"Iya, aku tanggung jawab. Sekaligus ngomong sama bos besar kalau kamu punya pacar di kantor." jawab Raka dengan wajah lempeng seperti biasa.

"Koko!!!" pekiknya nyaring hilang kontrol.

Seseorang yang mendadak jadi sopir menutup telinganya reflek, pekikan nyaring mendenging di telinganya.

"Eh buset! Tahan sist." Fero masih mengelus telinganya akibat pekikan Celline.

"Delegasi tugas untuk Indri ke proyek di Tebet. Bilang jangan datang siang, usahakan pagi dia udah di lokasi. Minta dia inspeksi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dan laporkan pada saya secepatnya." lanjut Raka tak terpengaruh.

Celline kembali menghela napas, meradang dan dongkol bukan main.

"Fokus Cell, ada berapa banyak Schedule aku yang kacau? Susun balik sampe aku approve."

Celline tak bersuara tapi pria yang di sampingnya tertawa pelan. Bola mata Celline melirik tajam pada orang di sampingnya.

"Oh iya," ucap Raka teringat sesuatu yang menganggu pikirannya. "Aku boleh minta tolong lagi kan, Cell?"

Perempuan yang sepuluh tahun lebih muda dari Raka itu memejamkan mata sejenak sebelum bertanya balik, "Apa saya boleh menolak?"

"No!" jawab Raka cepat sambil mengulum senyum kecil.

Celline mengumpat dalam hati, kenapa menuju bandara saja rasanya lama sekali? Batinnya membara.

"Jikalau begitu saya persilahkan, apa yang bapak inginkan dari hamba?" Fero terkikik geli mendengar nada jengkel Celline mengudara.

"Perempuan berusia dua puluh tujuh tahun, guru, pintar memasak dan pengertian. Kira-kira perempuan yang aku deskripsikan itu lebih suka hadiah apa? Untuk ulang tahunnya." jelas Raka dengan runut.

Tanpa sadar Celline membungkam mulutnya yang terlanjur terbuka saking terkejut dan kembali membalik tubuhnya menghadap Raka. "Pacar?" tembaknya langsung.

"Bukan, sahabat Rere."

Sorot mata Celline menatap Raka skeptis, "Sejak kapan koko yang tak punya hati ini pengertian pada orang lain? Cewek pula, bukan teman tapi sahabat adik sendiri? Hmm wajar kan saya curiga pak."

"Serius, Cell." Raka mensinyalir Celline.

Bola matanya memutar, bosan dengan reaksi Raka. Niatnya kan ingin menggoda. "Semua cewek intinya sama saja." Celline mengubah posisi duduknya menghadap ke depan. "Kaum hawa suka sesuatu yang membuat mereka menarik atau barang mahal ber-merek bukan cuma sekadar gengsi tapi barang bagus juga merepresentasikan kelas si pemilik. Sepatu,  pakaian, tas, make up, ya seperti itu. Hanya saja, supaya gak salah ngasih kado kita harus tau karakternya seperti apa. Apapun yang kita berikan harus menggambarkan karakternya. Kalau gak sesuai, ya buat apa? Paling teronggok di bawah lemari dan tak akan disentuh." seloroh Celline panjang lebar, dia wanita dan tentu sangat mengerti kaumnya sendiri.

Mutiara ✔ [Completed]Where stories live. Discover now