XIV

10.9K 941 22
                                    

"Kita bisa memainkan hati dan logika di baris yang sama, hati dan logika bisa berjalan selaras meski terkadang logika dan hati gemar berseteru."

-Rakasa Regantara-

Mutiara menghabiskan waktu pagi bersama Abi di ruang tengah sedang sang Ummi bergegas ke rumah sakit untuk melaksanakan tugas. Untuk beberapa hari ke depan, pihak yayasan memberi waktu seminggu padanya untuk beristirahat demi memulihkan mental maupun fisik. Sejujurnya, Mutiara memang benar-benar merasa tenggorokannya tercekat dan serasa tak bisa bernapas ketika melihat alat kontrasepsi di tas beberapa siswanya. Dan yang lebih parah, tindak kekerasan hingga membuat seorang siswinya dirawat di rumah sakit.

Mengembalikan pola pikir sehat dan optimis merupakan pr untuk Mutiara bangun kembali dalam waktu seminggu ini, dia tak boleh terpengaruh atas kasus ber-aura negatif. Sebab dia punya tugas untuk mengarahkan anak-anaknya membangun mindset yang lebih baik.

"Pak Abi gak mau istirahat? Semalam kan piket." Mutiara membuka percakapan disaat Abi nya terlihat serius menengok berita di tv, tapi jelas bagi Mutiara sendiri dia tahu Abi nya pasti lelah.

Abi hanya menoleh singkat dan kembali mengarahkan tatapannya pada tv yang menayangkan berita. "Abi gak apa-apa, semalam pasiennya hanya lima belas orang."

Mutiara meringis, kata sedikit itu rasanya perlu dikoreksi. Sebab pasien baru perlu perhatian yang intens dari dokter jaga, mana ada bisa tidur?

"Tiara gak apa-apa pak Abi, tadi kan udah selesai diinfus. Pak Abi tidur aja dulu, ya? Nanti pak Abi sakit."

Abi tak langsung beranjak, dirinya hanya mengusap kepala putrinya sembari menatapnya. "Buahnya sudah habis?" Mutiara dengan cepat mengangguk, memperlihatkan mangkuk yang telah kosong. "Mau nambah? Biar abi ambilkan di dapur." Tawar Abi dan Mutiara segera menggeleng cepat. "Gak usah pak Abi, Tiara udah kenyang. Pak Abi tidur ya? Tv nya Tiara matiin sekarang, Tiara mau tidur juga dikamar."

Abi menghela napas pendek dan tanpa mengatakan apa-apa lagi, tubuh renta itu akhirnya beranjak dari kursi sofa ruang tengah dimana mereka menghabiskan waktu untuk nonton. Mutiara mengikuti langkah abi nya dari tempatnya duduk, dia tak ngantuk tapi Mutiara tak mungkin membiarkan abi nya yang lelah selepas bertugas sepanjang malam justru menemaninya sepanjang hari.

Mutiara membaringkan tubuhnya di sofa bed yang terletak di ruang tengah, ia tadinya ingin ke kamar tapi dirinya tertarik oleh salah satu acara tv tentang layanan les yang saat ini nge-trend dan berkualitas. Ruang guru. Bagus.

"Loh? Al? Mau kemana?" siluet Alaric yang hendak ke ruang tamu membuat Mutiara berinisiatif agar si bungsu mengikuti program les tersebut. "Al, liat deh, kamu mau ikut ruang guru gak? Kakak yang bayar deh." Alaric tak terlihat antusias justru wajahnya memasang tampang garang.

"Daftar in aja!!"bentaknya, "heran deh, apa kasus temen-temen gue bisa bikin kakak gue budeg?!"

Mutiara terkejut, tubuhnya bahkan bergeming sampai beberapa detik ke depan. Jika Alaric mulai menggunakan kata ganti elo-gue itu artinya memang sedang sangat kesal.

"Al, nggak boleh gitu sama kakak mu," tegur Abi sementara Alaric tak menghiraukan meski ia memberi gestur menghormati nasihat Abi nya.

Meski Mutiara kebingungan atas reaksi adik bungsunya untuk beberapa saat namun kebingungannya membuatnya termangu. Begitu Alaric mengarahkannya segera ke ruang tamu.

Lelaki berperawakan tinggi dan gemar memakai kacamata minus yang sejak dulu tak lagi berkomunikasi dengannya tiba-tiba berada di depan mata berdiri di depannya dengan senyum mengembang, sedang Alaric yang tadinya membuka pintu untuk sang tamu melengos begitu saja ke arah dapur. Se judes-judesnya Alaric, dia tak mungkin membiarkan Mutiara yang sedang sakit melayani tamunya sendiri.

Mutiara ✔ [Completed]Where stories live. Discover now