"Khawatir itu pasti ada, kalau gak khawatir itu artinya kamu gak penting di hidup ku."
-Mutiara Cantika HarjantoMutiara sudah mulai tergiur dan menelan ludah saat menyambangi rumah makan padang yang rame, aroma makanan indonesia selalu menggugah selera dengan cepat dia memilih lauk: sate padang, rendang, telur dadar dan sambal ijo plus teh talua. Namun, mendadak Raka kembali memasang wajah kaku-Mutiara tahu Raka memang sering bertampang lempeng tapi ini benar-benar kaku seperti kanebo kering- tanpa ekspresi dan berkata pada pramusaji. "Dibungkus aja, mbak."
"Hah?" itu bukan respon pramusaji tapi Mutiara yang langsung menoleh pada Raka dengan muka melongo. Heran pada Raka yang balik haluan. Tapi Raka tak menjawab dia justru merengkuh bahu Mutiara yang polos.
Gelagat pria ini memancing kerutan di kening Mutiara makin rapat, meski penasaran tingkat akut dia tak mengucapkan sepatah kata. Paham dengan ekspresi Raka yang enggan diajak bicara dan terlihat judes.
Beberapa pengunjung memperhatikan mereka yang tetap berdiri menunggu pesanan datang. Mutiara juga malas untuk menawarkan duduk dia tahu Raka mungkin terburu-buru dan terlihat tak Sudi berlama-lama.
Setelah pesanan diberikan dan menyelesaikan transaksi, Raka tetap merengkuh pundak Mutiara sampai ke mobil.
"Kenapa sih?" todong Mutiara tak tahan, kepo. "Koko buru-buru?"
Raka menggeleng, "tadi salah milih tempat."
"Eh?" Mutiara kembali mengernyit. "Apanya yang salah."
Raka memberi kode dengan matanya soal pakaian yang Mutiara kenakan. "Di dalam banyak lalat."
Mengerti maksud Raka, Mutiara tertawa. "Astaga!" serunya tak habis pikir.
"Harusnya ke tempat sepi aja sekalian."
"Lha kok?" Mutiara masih memasang wajah geli. "Lagian di Ikea tadi sama kan?"
"Beda kok," balas Raka yang mulai mengoperasikan mobilnya. "Di sana mereka fokus nyari perabot kalau di sini mereka nyari makan." tekan Raka pada kata terakhir.
Oke, perandaian Raka memang sangat menggelikan bagi Mutiara tapi dia tak masalah. Agaknya memang salah kostum mengenakan terusan berkerah sabrina di warung makan yang rame. Leher, tengkuk dan pundaknya terekspos dengan liar, apalagi rambutnya ia cepol tinggi. Jadi, dia nurut saat Raka memberi saran untuk makan dirumahnya saja.
Padahal kalau dipikir-pikir untuk apa beli nasi padang kalau di rumah juga ada makanan yang tak kalah sedap?
***
"Ara, Tiara, Mutiara!!!"
Mutiara tetap tak acuh, perempuan itu justru memberi kode dengan tangannya: mengusir. Friga mendengus sebal.
"Profesional, Fri. Udah jam masuk, lo ada jadwal pagi, kan?" kata Mutiara dengan nada datar tapi matanya tetap fokus ke arah laptop. Dia sedang mengisi form untuk ikut acara seminar selama dua hari di Menteng pekan depan. Lagipula kepsek dan wakapsek sudah memberi lampu ijo, demi menunjang pengetahuan guru BK.
Friga menghentak sebelah kakinya bak anak remaja yang ngambek. "Lo gak jawab pertanyaan gue!"
"Pertanyaan apaan sih? Gak jelas deh." tolak Mutiara, dia tak ingin kabar kedekatan Raka dengannya terkuak. Nanti saja, biar jadi kejutan.
"Siapa yang jalan bareng lo kemaren? Aila beneran gak salah lihat kan? Minus gitu dia tetep punya mata!"
"Emang dia punya mata." seloroh Mutiara kembali cuek.
Friga jadi geregetan sendiri. "Bukan cuma itu ya, dari kemaren-kemaren aura lo tuh beda! Bercahaya gitu, jadi lebih gimana ya? Shiny."
"Oh itu, kan kemaren gue beli skin care produk yang baru. Mungkin hasilnya kali yang keliatan." Friga mulai geram.

YOU ARE READING
Mutiara ✔ [Completed]
RomanceRakasa Regantara dan Mutiara Cantika Harjanto adalah sedikit dari manusia yang memiliki kasus serupa. Gagal Move On. Sayangnya, siapa yang akan menyangka saat setelah mereka mengalami hal pahit mereka berjumpa dengan perbedaan karakter yang jauh be...