XI

11.3K 1.1K 13
                                    

ketika kita merasa yakin bersama seseorang, cinta itu akan hadir secara alamiah.

-Mutiara Cantika Harjanto-

Hening, sunyi, senyap, dan sepi. Intinya, kata-kata itu selalu menggambarkan kenyamanan bagi beberapa orang dari populasi manusia di dunia. Layaknya kekasih, selalu bersama kapanpun dan dimanapun. Mereka tak ingin zona teritorial mereka terusik namun mereka juga bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial tanpa menjadi orang lain. Dan bagi beberapa orang yang lain, mereka adalah pribadi yang sulit dijangkau tapi tetap menjadi partner terbaik saat bekerja sama. Well, karakter tiap orang di dunia ini sebenarnya saling melengkapi. Selain saling menghibur, mengisi, menginspirasi dan yang  terpenting hal itulah kita belajar untuk menghormati dan menghargai orang lain.

Mutiara dengan langkah teratur mengikuti ibu dan anak yang berjalan tak jauh di depannya, senyum khas tersungging di wajahnya yang manis. Kedua tangannya kosong, sebab segala belanjaan berada dalam satu genggaman Raka sedang tangan yang lain menggandeng ibunya dengan nyaman.

Sama halnya seperti perjalanan sebelumnya, keheningan diisi oleh bunda Ayla yang mengajak Mutiara ngobrol untuk membunuh waktu. Rasa-rasanya, Mutiara merasa ibunya tepat memilih sahabat.

Sampai di kediaman keluarga Anggakusuma, hal pertama yang dilakukan oleh Mutiara adalah memastikan bunda dan Raka berjalan lebih dulu, lalu segera melepaskan jaket sekaligus melepaskan kaitan peniti pada kerah bagian tengkuk yang dipasangkan Raka tadi. Dia terlalu malas direcoki dengan beragam pertanyaan. Atau lebih tepatnya, berpikir keras membuat jawaban yang aman. Sedikit ambigu, mereka mudah memplesetkan makna. Kurang gesrek apa, Rere dan Ranz? Mereka adalah saudara sekaligus partner yang seirama membuat lawan skak mat.

"Mbak Araaaa!!!"

Mutiara terkejut, ia segera membuang peniti sembarang tempat dan melihat bagaimana si bungsu Anggakusuma yang melewati ibundanya dan kakak sulungnya demi menyambut kedatangannya. Randy segera memeluknya erat, Mutiara tertawa.

Bunda hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak bungsunya.

"Adik kamu itu, kentara banget suka sama Tiara."

Raka melirik sekilas kebelakang, lalu kembali berjalan dengan tak acuh.

"Kamu kenapa sih? Heboh banget kayaknya."

"Lagi jatuh cinta." Jawab Randy luwes.

"Hah?!" Mutiara memicing, tanpa beranjak dari samping mobil yang terparkir di halaman rumah, Mutiara melipat tangannya di depan dada dia mengamati sesosok anak lelaki berusia 22 tahun di depannya. Jika bagi Rere dan Ranz, Randy adalah anak kecil baginya Randy sudah layak disebut dewasa bahkan tak sungkan belajar berinvestasi dibagian properti.

"Kamu mau curhat, gak? Sama mbak." Tawar Mutiara, Randy mesem-mesem.

"Mau, tapi.."

"Tapi?" Tanya Mutiara penasaran

"Tapi aku gak beneran lagi jatuh cinta. Hahaha."

Mutiara mencubit lengan Randy gemas,  "astagaaaa... padahal aku sebenernya udah seneng lho."

"Nanti aja, aku kenalin kalau mbak nikah."

Mutiara menoleh cepat ke arah Randy, wajahnya menegang lalu segera lentur kembali merasa kalau Randy suka bergurau. Tatapan jenaka dia layangkan ke arah adik dari sahabatnya ini.

"Roman-romannya, hilal jodohku udah keliatan ya?"

Randy mengedik, ia menggandeng Mutiara agar segera masuk ke dalam rumah.

Raka tersenyum tipis, nyaris tak terlihat layaknya orang tersenyum. Orang-orang yang berada disekitarnya mungkin banyak menghindarinya, tapi ada beberapa pula yang bertahan demi memahaminya. Dia tak pernah memaksa seorangpun agar tetap disisinya. Sebab dia tak pandai membuat orang lain nyaman, dia tak pintar menjadi orang lain. Dia lebih suka menjadi diri sendiri meskipun orang lain tak pernah betah dengan dirinya yang tak bisa bicara banyak.

Mutiara ✔ [Completed]Where stories live. Discover now