VII

11.3K 1.1K 13
                                    

Sometimes people don’t know that they love someone until the thought is actually presented to them – Anonymous


Suara klakson mobil terdengar, menggema dari arah depan rumah, kepala Mutiara reflek menoleh ke pintu depan ruang tamu.

"Itu bunda Ayla ya, bu Ummi?"

Sang Ummi yang tengah memberikan gelas berisi jus padanya itu hanya mengedik, "Ummi gak tau, coba kamu cek. Kalau beneran bunda nanti suruh turun dulu, baru jalan." Mutiara dengan patuh mengangguk memenuhi perintah ibunya. Sebelum pergi mengecek, ia meminta pertolongan pada adik bungsunya.

"Oh ya, Al. Sebentar kan kakak mau ke pasar udah janji dari kemarin sama bunda Ayla, jadi gak bisa nemenin mbak Bunga ke posyandu buat bantu jagain Fahri, Sarah suka rewel soalnya. Kamu bantuin mbak Bunga, ya? Mas Yusuf lagi dinas ke luar kota."

Alaric langsung memasang wajah masam ditengah kesibukannya mengunyah sarapan ala-ala mereka yang unik. Ekstrak buah dan sayur. Melihat respon Alaric dengan air muka yang tak sedap dipandang, Mutiara segera mengeluarkan senjatanya.

"Gitu-gitu Fahri ponakan kamu lho, sayangi dia. Ntar, kalau kamu punya anak dia juga pasti bantuin kamu."

"Iyaaaa!!" Balasnya ketus, Mutiara tersenyum tak lupa mengacak rambut adiknya. "Kak Ara, ih."

"Batalin janji kamu sama pacar kamu, ya?"

Mutiara segera beranjak dari tempat duduknya, tapi efek satu kalimat yang keluar dari bibir Mutiara itu membuat orangtua mereka menatap Alaric penuh tanya, seolah memberi tahu bahwa mereka membutuhkan konfirmasi segera .

"Al gak punya pacar kok Mi, Bi, beneran. Suweer. Al kan masih kecil Mi." Ditengah jalan, Mutiara terkikik geli.

Ia berlari kecil menuju pintu depan, melewati pekarangan yang sama sekali tak luas karena penuh dengan tatanan tanaman hydroponik milik ibunya lalu membuka pagar rumahnya.

Senyum lebar nan bahagia telah ia persiapkan menyambut sahabat sang ibundanya tercinta. Namun, ketika netranya menangkap sosok lain dibalik kemudi mobil senyumnya menyusut drastis. Efek terkejut karena tak menyangka bertemu lagi dengan seorang  yang pembawaannya kaku dan tak bisa terdeteksi.

Disebabkan pekarangan perumahan yang menjadi kediaman keluarga Harjanto tak terlalu luas, mobil Jeep Raka diparkir di bibir jalan.

"Ummi kamu lagi ngapain Tiara?"

Bunda Ayla yang lebih dulu turun dari mobil segera memeluk Mutiara erat, tak lupa mencium kening serta pipi kiri dan kanan. Mutiara tersenyum tipis.

"Lagi buat minum untuk bunda."

"Pasti jus," tebak bunda Ayla tepat, Mutiara tertawa ringan sambil mengangguk.

"Kamu udah siap, ya?" Mutiara kembali mengangguk, mengiyakan dengan senyum yang selalu tersungging. "Kamu cantik banget, sayang." Puji bunda. Mutiara mengernyit, bukan karena tak suka dipuji tapi menurutnya agak berlebihan memang kalau memakai jeans berwarna biru pudar dengan panjang 3/4 dan blous big size putih gading dengan make up minimalis mendapat sambutan 'cantik banget'.

Raka ikut turun setelah memarkirkan mobilnya, menjadikan Mutiara menatap ibunda dari sahabatnya dengan raut penasaran. Di otaknya, mulai tersusun kata yang siap menjadi satu kalimat interogatif atau mungkin lebih namun ia akhirnya memilih bungkam.

Mutiara mengarahkan bunda Ayla untuk berjalan terlebih dahulu bersama Raka, diikuti dirinya di belakang setelah menutup kembali pagar besi kediamannya.

Raka awalnya berjalan beriringan bersama ibunya memperlambat langkahnya demi memperhatikan tanaman hydroponik peliharaan Ummi Farah. Sampai akhirnya bunda Ayla yang sudah masuk ke dalam rumah tanpa sadar dan mungkin tak peduli terus meleset masuk, Raka memilih mengurungkan langkah dan mendekati tanaman hydroponik yang terdiri dari stroberi, tomat, selada, seledri, dan kangkung. Mutiara yang memang mendahulukan tamu pun ikut mengurungkan diri masuk ke dalam rumah, menahan dirinya untuk tak acuh. Ia menunggu Raka dari belakang. Memperhatikan Raka yang sepertinya tertarik dengan tanaman.

Mutiara ✔ [Completed]Where stories live. Discover now