"Mutiara nya Abi, raga yang sehat berasal dari hati yang bahagia. Kalau satu kebahagiaan Mutiara patah, Abi harap Mutiara Abi menemukan seribu kebahagiaan. Cari dan temukan!"-Adi Harjanto-
Saat semburat jingga menyelinap masuk lewat kisi-kisi jendela kaca yang terhalang oleh gorden, saat itu pula Raka yang baru kembali dari kantor mendapati seseorang yang selalu tampil rapi dan menjaga sikap itu terlihat kusut, wajahnya murung pucat dan tak bergairah. Kepalanya bersandar lunglai dipunggung kursi sofa, seseorang itu tak sendiri ditemani oleh ibundanya dan kedua adiknya. Langkah Raka terhenti dan diam-diam mengamati tanpa mereka sadari.
"Gue rasa lo perlu cuti, Ra." Rere menatap sahabatnya dengan sorot khawatir, Mutiara menggelengkan kepalanya pelan yang mengundang decakan keras dari Rere.
"Jangan terlalu dipikirkan, Tiara." Bunda juga ikut memberi petuah, tapi Mutiara terlampau lemas untuk menanggapi. Sampai dirinya pun ikut merasa mual.
"Itu tidak baik untuk kesehatan kamu," tambah bunda.
Tanpa mengatakan apa-apa, Mutiara segera beranjak dengan wajah pucat menuju toilet, ia sudah sedari tadi menahan gejolak tak mengenakkan dari perutnya sekaligus bening kristal yang mendorong ingin merembes.
"Ra, lo kenapa?!" Rere dan bunda mengikuti Mutiara yang linglung. Sedang si anak bungsu keluarga Anggakusuma hanya bisa mendesah, dia tetap duduk di tempat yang sama tak bergeser seinci pun.
Raka bukan tipikal orang yang kepo, tapi ia tahu ada hal yang tak beres.
"Rand," panggil Raka, ia ikut duduk disamping si bungsu, satu tangannya melepaskan kancing lengan kameja kemudian berganti melonggarkan dasi yang serasa mencekik lehernya sepanjang waktu. Gaya fashion yang tak mencerminkan karakternya yang liar saat mendaki.
"Eh? Udah pulang Ko?" Raka mengangguk singkat. "Koko besok jadi ke jateng?" Mendadak Raka membisu, dia menjadi bimbang butuh beberapa detik untuknya kembali mengangguk meski terlihat ragu. "Koko sama siapa trekking ke gunung lawu?"
"Teman-teman."
"Kak Andre dan kawan-kawan?"
Raka mengangguk,
"berapa hari?"
"Sepekan."
"Lama ya, ko?"
Raka kembali mengangguk.
"Kenapa harus sepekan, Ko?"
"Biar puas."
Randy akhirnya mengangguk-anggukkan kepala seolah paham. Bibir Raka mengurva senyum tipis. Meski Randy sudah berusia 22 tahun tetap saja sikap Randy yang cerewet dan suka bertanya itu bak anak kecil. Raka mengacak rambut adiknya itu tepat dengan kedatangan Friga yang heboh.
"Aduh duh," Friga mengaduh di ruang tamu, terpincang-pincang. Perasaannya yang tak enak membuatnya horor menatap ke bawah. "Astagaaaa!!" Teriaknya gemas "Ini sepatu perasaan baru dibeli minggu lalu, kenapa malah copot sih?" Kesal, Friga melepaskan high hells nya sembrono.
"Hei hei hei!!!" Teriak Ranz dari belakang, "gak tau adab bertamu lo?" Friga hanya merotasi bola matanya malas. "Lagian beli sepatu yang berkualitas dong, ini pasti harganya affordable makanya cepet koit. Kasihan amat mantan pacar pengacara kondang kere!"
"Bangsat!!" Friga tak suka dikait-kaitkan dengan mantan tak tahu diri itu. Ranz justru tertawa bahagia meski kedua tangan Friga menghajar tubuhnya penuh nafsu.
Raka sudah cukup gerah memperhatikan dua pasang manusia yang tak tahu diri, ia berdehem keras. Barulah saat itu Friga sadar bahwa sedari awal dirinya diperhatikan oleh klan anggakusuma dan berlaku tak sopan. Ranz memperbaiki bajunya yang kusut juga rambutnya yang acak hasil jambakan Friga, dirinya nyengir. Salah satu kelakuan Ranz yang membuat Raka hanya bisa memaklumi.

YOU ARE READING
Mutiara ✔ [Completed]
RomanceRakasa Regantara dan Mutiara Cantika Harjanto adalah sedikit dari manusia yang memiliki kasus serupa. Gagal Move On. Sayangnya, siapa yang akan menyangka saat setelah mereka mengalami hal pahit mereka berjumpa dengan perbedaan karakter yang jauh be...