Chapt- 34(2)

95.3K 3.9K 110
                                        

Gue harus ketemu Zara!

Saat ini Hanif sudah berada di kantor polisi, terlihat Zara yang sedang di introgasi.

"ANJING LO YA!" Hanif menarik Zara dan ingin menamparnya. Tapi ia tak bisa sesuatu menahan dirinya untuk tidak menamparnya.

"Maafin gue, Nip" ujar Zara sambil menangis.

"Gue gak butuh air mata palsu lo!"

Tiba-tiba polisi datang dengan membawa seseorang yang tak lain adalah ayah dari Zara.

Hanif langsung menghampirinya dan meninju rahangnya dengan sangat keras.

"BAJINGAN!" umpat Hanif yang tak udah-udah memukulinya. Polisi menahan tubuh Hanif.

"Gara-gara kalian gue hampir kehilangan orang yang gue cintai! Lo mau harta? Cihh. Selama ini gue salah menilai lo, lo yang selalu gue belain, gue bangga-banggain ternyata itu semua cuma omong kosong lo" ujar Hanif sambil menunjuk-nujuk.

"Maafin gue" Zara terus menerus menangis.

"Nyesel gue punya sahabat licik kayak lo! Gue harap kita gak akan pernah ketemu lagi!" Hanif pergi meninggalkan mereka berdua, dan bergegas kembali ke rumah sakit.

Diperjalanan pikiran Hanif tidak tenang, apa ini maksud dari permintaan terakhir dari Hanna kemarin?

SIAL! Gak mungkin!
Hanif memukul stir mobil yang ia bawa, air mata yang mengalir dari matanya ia usap dengan gusar.

Sesampainya di rumah sakit, Hanif berlari ke arah ruang IGD.

Keluarga Hanna, Ayah dan Bunda sudah berada di rumah sakit. Talia menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan Angga.

Vani duduk di samping Talia, "Tante yang sabar ya, aku yakin Hanna gak akan kenapa-kenapa" Vani mencoba menenangkan.

Tangin Talia semakin pecah, ia takut terjadi apa-apa kepada putri tercintanya itu.

Dokter pun keluar dari ruang IGD, semua orang langsung berdiri.

"Gimana keadaan Hanna, Va?" Tanya Angga sebagai saudara dari Nuva.

"Operasinya berhasil, tapi keadaannya belum stabil mungkin bisa memburuk karna Hanna terlalu banyak mengeluarkan darah. Kami butuh pendonor karna di rumah sakit ini tidak ada darah O- dan itu sangat jarang" ujar Nuva.

"Biar saya aja dok yang mendonorkan" ujar seseorang yang baru saja datang.

Hanif berdiri jauh di belakang, ia mendekat ke orangtua Hanna.

"Tan, saya izin mendonorkan darah saya untuk Hanna" izin Hanif.

"Makasih, nak" Talia memegang pipi Hanif lalu tersenyum sambil menangis terharu.

Hanif dibawa ke dalam ruang transfusi, jarum di masukan kedalam uratnya lalu darah mengalir dengan begitu saja.

"Dok, apa setelah saya donorkan darah saya Hanna akan langsung sadar?" Tanya Hanif menunduk.

"Darah kamu belum tentu cocok di tubuh Hanna, bagaimana pun nantinya kamu berdoa saja" ujar Nuva sambil mencabut jarum yang menempel di lengan Hanif.

Kini Hanna sudah ada di ruang rawat intensif, satu kantung darah dan air infus tergantung di tiang infus. Keduanya mengalir dengan bersamaan, dengan oksigen yang menempel di hidungnya.

"Maafin aku tan, om" ujar Hanif tertunduk di depan kedua orang tua Hanna.

"Bukan salah kamu, nak" ujar Talia mengusap kepala Hanif.

"Apapun yang terjadi sekarang ini semua atas kehendak yang di atas" sahut Angga.

Hanif menangis di hadapan Talia dan Angga, ia menyesal dengan perbuatannya selama ini.

Tomboy girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang