09

720 64 6
                                    

Dipikirannya Raihan ayahnya menyuruhnya untuk datang adalah untuk membujuk Jennie kembali pulang ke rumah, sayangnya Jennie terlalu percaya diri. Ayahnya malah mengatakan akan tetap menikahi wanita ular itu.

Rasanya sangat sakit melihat ayahnya lebih memilih bersama wanita itu daripada Jennie dan John, Jennie berharap jika bundanya diatas sana tidak sedih melihat kelakuan ayahnya.

Sekarang Jennie tengah dikamar kakaknya John, Jennie menangis lagi setelah sampai rumah padahal tadi dia sudah berhenti menangis saat di kedai es krim.

"Jen, udah dong jangan nangis terus." Ucap John dengan nada frustasi.

John bingung bagaimana caranya membuat Jennie berhenti, rasanya John lebih memilih jatuh dari lantai dua puluh daripada harus menghadapi tangisan Jennie.

"Jenniekuu adek kakak yang paling cakep jangan nangis lagi ya sayang." Ucap John lalu membawa Jennie dalam dekapannya.

Fisik Jennie memang kuat tetapi batin Jennie sangat lemah sama seperti John, bedanya Jennie akan menangis tanpa malu jika dihadapan keluarga dan sahabatya jika memang masalah itu sangat besar. John tertutup dia tidak akan membiarkan oranglain tau kesedihannya, dia lebih suka menjadi panghibur.

"Kak John! Jangan pura-pura kuat di depan gue. Gue tau lo itu rapuh, jangan pura-pura bahagia disaat lo sakit begini!" Bentak Jennie.

Suasana menjadi hening setelah Jennie membentak Johnny, Johnny tersenyum tipis lalu semakin mengeratkan pelukannya pada Jennie.

"Kalo gue ikutan sedih, siapa yang mau ngehibur elo. Gue bisa tahan rasa sedih gue, tapi gue engga bisa liat adek gue nangis begini." Ucap Johnny dengan nada lembutnya.

Sulit sekali jika berada diposisi Johnny, selain harus bekerja siang dan malam untuk memajukan perusahaan yang dia buat juga dihadap kan dengan masalah keluarga yang membuat batinnya terluka. Jadi Johnny itu harus siap lelah fisik dan lelah hati.

"Maafin gue karena ngebentak elo, gue sayang lo kak." Ucap Jennie dengan suara seraknya.

"Gapapa, gue juga." Balas Johnny.

*****
Ruangan rawat Al sangat berisik, membuat Al tidak bisa tidur dengan tenang. Padahal sekarang belum waktunya jan besuk, tetapi para sahabat unfaedahnya itu dengan santai masuk kedalam kamarnya lalu membuat keributan.

Suster dan dokter pun tidak ada yang berani menegur, karena yang membuat keributan adalah sahabat dekat pemilik rumah sakit ini. Bisa-bisa jika menegur mereka bisa dipecat oleh Haikal.

Al juga sangat mendapat perawatan yang sangat istimewah, karena ini permintaan dari pewaris keluarga Julian.

"Eanjir gue ngakak astagfirullah." Ucap Fauzan lalu memukul paha Haikal kencang.

"Aduh sakit bego, liat apaan sih lo." Ucap Haikal yang kepo karena melihat Fauzan yang histeris.

Ngomong-ngomong yang menemani Al sekarang hanya ada Haikal, Fauzan dan Sena yang tengah berkutat dengan laptopnya.

"Nih liat." Ucap Fauzan lalu memberikan ponselnya pada Haikal.

"Anjir anjir, Nuranni siapa ini? Anjir dinotice Iqbal. Hahahhaha mukanya nista amat ntu cewek" Ucap Haikal yang ketawa ngakak.

"Berisik, gue mau tidur." Ucap Al dengan suara kesalnya.

Suara ngakak mereka itu sangat kencang dan merusak gendang telinga, untung kamar rawat ini kedap suara jadi tidak kedengaran hingga keluar.

Berbeda dengan Sena yang anteng dari tadi, karena Sena memakai headphone jadi tak kedengaran. Mungkin efeknya Sena jadi budek karena menggunakan headphone dengan volume yang super kencang.

"Anjir lo kudu liat ini dulu dah, Al!" Ucap Haikal seraya menyodorkan ponsel Fauzan.

Al hanya menatap datar tayangan vidio yang ada di ponsel Fauzan, menurut vidio itu tidak menarik dan tidak lucu sama sekali.

Bagi orang kaku seperti Al mungkin tidak menarik, berbeda dengan Fauzan dan Haikal si manusia receh.

"Vidio apaandih gaje." Ucap Al lalu mengembalikan ponsel milik Fauzan pada Haikal.

"Receh si lo pada, Al kan engga punya humor." Ucap Sena yang ternyata menyimak obrolan ketiga sahabatnya.

"Eh iya gue lupa, Al kan manusia batu." Ledek Haikal yang membuat Fauzan terbahak.

"Bacot, pulang lo pada kalo cuma ngeledek gue." Ucap Al dengan wajah yang super betenya.

"Hehehe maaf, baperan lo kek cewek." Kata Fauzan sambir nyengir.

Pintu kamar rawat Al terbuka dan memunculkan Dio yang membawa paper bag ditangannya. Dio itu kepribadiannya sama seperti Al, bedanya Dio itu sikapnya lumayan ramah. Tapi lebih sering memasang wajah jutek seperti Al.

"Gimana kondisi lo, Yoon?" Tanya Dio dengan nada tadarnya.

"Seperti yang lo liat, bang." Kata Al dengan santai.

"Lo manggil gue dengan sebutan biasa aja, kuping gue engga nyaman denger lo manggil gue abang." Kata Dio seraya duduk dikursi samping ranjang rawat Al.

"Iya hyung." Jawab Al seadaanya.
(Hyung: kakak laki-laki dalam bahasa korea.)

"Apa kabar lo, Yo?" Tanya Sena lalu menghampiri Sena dan melakukan tos ala cowok diikuti Haikal dan Fauzan.

"Alhamdulilah baik, lo pada gimana?" Tanya Dio dengan senyumannya.

"Alhamdulillah kita sehat walafit." Kata Haikal dengan senyuman kudanya.

"Iya nih bang kita mah sehat-sehat aja." Kata Fauzan menyaut.

"Oh ini gue bawain Kimchi, Japchae sama samyang buat kalian berempat, minumnya banana milk." Kata Dio lalu menyerahkan paper bag itu pada Sena.

"Duh repot-repot, tadi kita udah makan padahal. Ini buat makan malam aja dah." Kata Sena yang diangguki Fauzan dan Haikal.

"Iya serah kalian aja." Kata Dio.

"Yo, terus anak Planet gimana tuh sekarang udah berhasil buat Al bonyok?" Tanya Haikal dengan nada sinis.

Dio menghela nafas lelahnya, melihat anak Perfect yang membenci anak Planet membuatnya merasa bersalah entah kenapa. Kenapa dulu dia mau saja sih gabung ke dalam geng Planet yang isinya anak-anak bobrok, tapi dulukan masih ada Bastian yang membantu dia menghendel kelakuan menyebalkan teman-temannya. Dio jadi merindukan kakak sulung Vino itu.

"Yagitu, makin bobrok. Semenjak di tinggal bang Bastian anak Planet makin bobrok kelakuannya." Kata Dio dengan nada lesu.

"Kenapa engga keluar aja hyung, bahaya kalo lo masih masuk geng mereka!" Saut Al ngegas.

"Engga bisa Al, gue engga bakal tega ninggalin mereka dalam keadaan dijalan yang salah kayak gini. Gue pingin nyadarin mereka tentang semua kelakuan salah yang mereka buat." Kata Dio dengan nada tenang.

"Tapi lo dalam bahaya, kak. Resikonya besar kalo lo masih gabung sama mereka." Kata Fauzan dengan nada lembut.

"Lo saudara Al, jadi kita peduli sama ke selamatan lo." Kata Sena dengan menatap khawatir kepada Dio.

"Kalian engga perlu khawatir sama keadaan gue, gue engga bakal kenapa-kenapa. Tapi gue mohon lo jagain Al ya, jangan sampai kejadian ini keulang lagi." Kata Dio dengan nada tidak mau dibantah.

*****

Unpub aja ya ini cerita:(

Cold Boy #BS2 (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang