39

681 44 2
                                    

Seorang lelaki paruh baya menatap pintu ruangan rawat inap anak prempuannya, lelaki itu tak berani masuk ke dalam ruangan itu. Terlalu banyak luka yang ditorehkan kepada kedua anaknya.

Lelaki itu berekspresi murung, lalu berbalik ingin meninggalkan ruangan itu. Lelaki itu hanya bisa memantu dari jauh saja, keberaniannya menghilang entah kemana.

"Pak Raihan?" Panggil Fauzan yang berusaha mengenaki orang yang dipanggilnya.

Benar, lelaki itu Reihan ayah dari Jennie dan Johnny. Lelaki itu menatap bingung Fauzan, pasalnya ia tak kenal dengan orang yang menggilnya.

Cowok itu bersalam dengan Reihan dengan senyuman ramahnya, disambut bingung oleh Reihan.

"Saya teman Jennie nama saya Fauzan, yang waktu itu dateng ke acara pertunangan bapak." Ucap Fauzan memperkenalkan dirinya.

"Oh, nak Fauzan." Ucap Reihan.

"Bapak kok diem aja disini? Masuk aja, disana ada Jennie sama Al." Ucap Fauzan seraya membukakan pintu ruangan itu.

Pintu terbuka menampilkan Jennie yang tertawa terbahak dengan Al yang juga tersenyum bahagia disana, mereka terlihat sedang melihat shit post di ponsel milik Al.

Tatapan Jennie bertubrukan dengan mata sayu milik Reihan, tawa Jennie seketika terhenti lalu menampilkan raut wajah dinginnya.

Fauzan mempersilahkan Reihan masuk, pria itu berjalan dengan ragu menghampiri anak prempuannya itu. Cowok seputih tepung terigu itu memegang erat tangan pacarnya itu untuk menenangkannya.

"Jennie, maafin ayah." Ucap Reihan dengan mengusap kepala Jennie tetapi ditepis oleh gadis itu.

Tak ingin menatap ayahnya, Jennie memeluk erat Al membenamkan kepalanya didada cowok itu. Untuk saat ini gadis itu tak ingin bertemu dengan ayahnya, rasa sakit itu begitu nyata saat melihat ayahnya secara langsung.

"Jennie, maafin ayah. Ayah punya banyak salah selama ini sama kamu dan kakak kamu. Ayah akan menceraikan istri ayah sekarang demi kamu dan Johnny." Ucap Reihan dengan lirih.

"Jennie, pizza!" Ucap Johnny ceria.

Cowok itu masuk ke dalam ruangan dengan ceria, tak menghiraukan Reihan yang menatap nanar anak lelakinya. Padahal cowok itu diam-diam melirik ayahnya.

"Jennie, gue beliin pizza nih. Kemarin kan lo ngerengek pingin pizza kan." Ucap Johnny dengan tersenyum.

Jennie memunculkan kepalanya dari balik dada pacarnya, lalu menatap berbinar sekotak pizza yang ada di tangan cowok itu. Gadis itu mengulurkan tangannya meminta pizza yang dibawa kakaknya.

"Siniin pizzanyaaaaa..." Rengek Jennie.

"Iya bawek iya nih." Ucap Johnny mendekat.

"Udah boleh makan junk food?" Tanya
Al yang menatap Johnny menyelidik.

"Kata Haikal udah." Ucap Johnny.

"Katanya engga mau dateng, Yah?" Tanya Johnny dengan menyidir.

"Maafin ayah, John." Ucap Reihan dengan tatapan lesunya.

Pria itu mendekati anak lelakinya, lalu memeluk dengan erat anaknya yang sangat tinggi ini. Johnny tak membalas pelukannya, cowok itu mematung dengan tangan gemetar.

Rindu sekali dengan pelukan sang ayah yang sudah lama sekali ia tak mendapatkan pelukan ini, Johnny mendadak melow dan semakin merindukan bundanya disana.

"Ayah minta maaf, mungkin maaf ayah engga cukup atas kesalahan ayah yang banyak. Ayah terlalu dibutakan oleh mereka, ayah akan menceraikan mereka secepatnya." Ucap Reihan dengan mantap.

"Ayah serius?" Tanya Johnny dengan berbisik.

Reihan melepaskan pelukannya, lalu menghampiri Jennie dan memegang tangan anaknya erat. Lalu Johnny menghampi ayahnya, Reihan pun memegang tangan Johnny juga.

"Ayah sadar harta yang paling beharga itu kalian berdua, ayah engga akan ninggalin kalian lagi selama sisa hidup ayah. " Ucap Reihan dengan meneteskan air mata.

Jennie menaruh pizza itu, lalu langung memeluk ayahnya erat. Ayahnya yang penyayang sudah kembali. Semoga saja Reihan tak kemblali melakukan kesalahan yang sama.

"Aku engga bermaksud menghalangi kebahagiaan ayah, ini semua demi kebaikan ayah juga." Ucap Jennie dengan terisak.

Diam-diam senyuman kecil tersungging dibibir Al, karena akhirnya keluarga kekasihnya kembali utuh. Dan Al tak perlu khawatir soal Reihan yang akan kembaki mengganggu Jennie.

"Ayah, maafin Johnny." Ucap Johnny.

"Ayah, maafin Jennie juga." Ucap Jennie.

"Ayah minta maaf juga sama kalian." Ucap Reihan dengan mengusap puncak kepala kedua anaknya itu.

"Al, terimakasih sudah menjaga Jennie selama ini." Ucap Reihan dengan tersenyum.

"Sudah kewajiban saya, om." Ucap Al dengan sopan.

****
Esoknya cowok dingin itu memakai setelan tuxedo lengkap walaupun tangannya masih ada jarum suntik yang tertera disana. Walaupun luka cowok itu belum benar-benar sembuh tetapi tenaganya sudah pulih.

"Lo mau kemana rapih amat, tangan masih diinfus juga." Ucap Sena dengan memandang Al menyelidik.

Cowok itu tak memperdulikan pertanyaan Sena, lalu mencopot infusan yang ada ditangannya itu dengan sedikit ringisan.

"Heh lo gila?" Tanya Sena ngegas hingga kedua bola matanya itu hampir keluar.

"Kenapa dilepas sih itu infusannya?" Tanya Haikal yang terlihat kesal.

Ceklek

Pintu kamar rawat Al terbuka menampakan tiga sekawan yang membawa makanan cepat saji. Mereka adalah Kelvino, Fauzan dan Rafa. Ketiga orang itu langsung menatap Al takjub, pagi-pagi mendung seperti ini cowok itu sudah rapih.

"Wah rapih amat lo, Al." Ucap Kelvino yang mebatap kagum Al.

"Tumben lo pagi-pagi gini udah rapih gitu, biasanya masih ngorok dikasur." Ucap Fauzan yang disetujui Kelvino.

"Muka lo masih pucet juga, gaya-gayaan mau kemana sih emang?" Tanya Raffa yang sedikit mengejek.

"Diem deh lo pada." Ucap Al yang sudah lumayan jengah dengan kebacotan yang ditimbulkan oleh teman-temannya itu.

"Pasang lagi infusannya, sini gue pasangin." Ucap Haikal seraya mendekati Al.

"Ish gak mau!" Ucap Al galak seraya menjauhkan tangannya.

"Gue mau ngelamar Jennie, mumpung ada ayahnya. Kalian bantuin gue, ini emang mendadak banget." Ucap Al seraya merapihkan jasnya.

Mereka semua melongo saat mendengar ucapan si cowok dingin itu, bisa-bisanya dalam keadaan yang sakit begini ia ingin melamar anak orang.

"Lo serius sama perkataan lo kemarin?" Tanya Sena yang menatap Al intens, cowok dingin itu mengangguk.

"Kalau bisa, secepatnya gue nikah sama dia." Ucap Al yang membuat Kelvino tersedak ludahnya sendiri.

"Lo gila tau gak!" Ucap Rangga yang bingung dengan jalan pikiran Al.

"Gue rasa ini waktu yang pas, kalian bisa bantuin gue kan?" Tanya Al dengan tersenyum tipis.

Sena dan Rangga saling bertukar tatapan, mau tak mau ia harus membantu Al. Kesenangan Al adalah kesenangan mereka juga, sebagai kakak yang baik hanya bisa memberi support dan juga mendukungnya.

"Yaudah, kita bantuin lo." Ucap Sena pada akhirnya.

"Tapi gue saranin kalo buat nikah, setelah lo lulus kuliah aja." Ucap Rangga.

"Kecuali kalo lo mampu buat nikah muda." Tambah Haikal.

"Hmm, soal itu gue pikirin. Ganti pakean kalian, pulang dulu aja. Gue tungguin." Ucap Al.

***

Cold Boy #BS2 (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang