34

430 30 5
                                    

Gadis itu menangis sejadi-jadinya, perasaan yang hancur terkoyak, kepercayaan yang telah melebur dalam kekecewaan, dan rasa pengkhiatan yang sangat menyakitkan. 

Bagaimana bisa orang yang sangat dirinya percayai mengkhianatinya sedemikian rupa, tetapi semuanya masih abu-abu msih belum jelas sebenarnya ada hubungan apa mereka.

"Jen udah dong jangan sedih lagi." Ucap Lisa seraya memeluk Jennie.

"Tau nih, kan belum tau juga apa yang terjadi sama Al." Ujar Malla seraya mengelus bahu Jennie

"Pasti Al punya alasan kenapa dia kayak gini." Ucap Jissa seraya menatap lembut Jennie.

Gadis itu mengusap air matanya, lalu melepaskan pelukan Jissa. Gadis itu berdiri dari duduknya lalu menuju kamar mandi.

"Jen, mau kemana?" Tanya Malla.

Tak ada sahutan apapun dari Jennie, gadis itu seperti hantu yang tak bisa mendengar perkataan dari teman-temannya.

"Samlekom, baby." Panggil Fauzan yang muncul dipintu kamar penginapan Jennie.

"Gak terima cowok kesini." Ucap Malla sambil bersidekap dada.

Bagaikan hanya angin lalu saja perkataan Malla, Fauzan melangkah mendekati Jissa lalu memeluknya.

"Hih Fauzan sana ah." Ujar Malla lalu merebut Jissa dari pelukan cowok itu.

"Lisaaaaakuuuu." Ucap Vino yang datang dengan ekspresi sok imut dan menggelikan.

"Bukannya lo berdua tadi war?" Tanya Jissa yang berada dipelukan Malla.

"Udah baikan dong." Ucap Lisa seraya mencium pipi Vino.

"Jennie mana?" Tanya Fauzan yang tak menemukan keberadaan Jennie.

"Ke Toilet." Jawab Lisa.

"Eh tapi kok dia lama, jangan-jangan..." Ucap Malla dengan raut wajah takut.

"Dasar pikiran pendek, yakali Jennie gitu." Celetuk Raffa yang sedang bersandar dipintu kamar Jennie.

"Apaan sih lo, ribet banget sono pergi." Usir Malla sinis.

"Guys, ayo kerumah Al."Ucap Jennie dengan senyum samar.

"Lo yakin?" Tanya Vino dengan menatap ragu Jennie.

Apapun hasilnya Jennie harus siap sekalipun menyakitkan, daripada hanya berdiam diri seperti orang bodoh yang tak tau apa-apa.

Sekuat tenaga ia berusaha untuk kuat,  dan bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi.

"Gue yakin, kalian semua harus ikut temenin gue." Ucap Jennie dengan senyuman manis.

*****
Tanpa memperdulikan rasa sakitnya, cowok berkuli putih pucat itu terus menonjok tembok berkali-kali. Aura kelam menguar dari cowok itu, mata setajam elang itu berusaha untuk tidak mengeluarkan isak tangis.

Bugghh..

Bugghh..

Bugghh..

Tanpa ampun Al terus menonjok tebok itu, hingga kedua tangannya mengeluarkan darah segar. Tubuh itu merosot ke lantai kamarnya yang dingin, cowok itu benar-benar rapuh saat ini.

Rasa bersalah telah mengkhianati kekasih yang sangat ia cintai, lalu rasa takut akan perpisahaannya dengan Jennie yang sudah ada di depan mata.

Juga rasa bersalah pada sahabat-sahabatnya karena sebentar lagi ia harus menjadi orang lain dan pura-pura tak mengenal mereka.

"Maafin aku, Jennie. Maaf Jen, aku engga bisa jagain kamu lagi. Hikss..  Hikss.. " Gumam Al seraya menangis,  pada akhirnya cowok itu tak dapat membendung air matanya.

Cold Boy #BS2 (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang