"Mama bener-bener malu lihat perbuatan kamu saat ini, mama malu sama keluarga Rania" bentak Intan pada Andien saat Andien pulang sekolah.
"Ini bukan salah Andien mah, Rania saja yang terlalu terobsesi untuk bisa dapetin Revien. Jika kak Revien gak cinta sama Rania dan dia cintanya sama Andien, itu salah Andien?. Kenapa sih mama selalu membela Rania?" Ujar Andien kesal. Andien benci keadaan ini, keadaan dimana semua orang menyalahkannya dan membela Rania, dari dulu Rania selalu didewakan, dibanggakan dan dicintai.
"Rania adalah anak yang baik, dan keluarganya sudah banyak membantu keluarga kita, harusnya kamu malu berbuat bodoh kayak gini" bentak Intan lagi kesal pada putrinya. Entah sejak kapan Andien mulai membangkang segala ucapannya.
"Andien gak pernah nyuruh mama untuk bergantung pada keluarga itu mah, apa kita gak bisa hidup tanpa mereka?" Ujar Andien lagi membantah.
"Ingat ya Dien, jika bukan karena keluarga Rania, mungkin kita akan tinggal di kolong jembatan saat ini, kamu gak bisa sekolah, gak bisa makan, atau bahkan datang ketempat tempat mewah, sadar Dien" tutur Intan semakin emosi, detak jantungnya mulai tidak stabil.
"Andien lebih baik tinggal di kolong jembatan dari pada harus hidup di balik bayang-banyang keluarga Rania jadi asisten pribadi Rania, jadi superheronya Rania, harus jadi pemban...."
Plakkk......
Intan tak bisa lagi menahan emosinya, sebuah tamparan mendarat di pipi kiri putrinya dengan sangat kencang. "Cukup Dien, cukup, kamu harusnya sadar diri, sejak kapan kamu mulai bersikap kayak gini, membantah mama, ngehancurin Rania, mama kecewa sama kamu" seketika air mata Intan jatuh ke pipinya, ia sedih melihat putri kesayangannya berubah jadi jahat seperti itu.
"Karena Rania juga kan mama berani nampar anak mama sendiri" ujar Andien menangis seraya memegang pipi kirinya yang baru saja ibunya tampar. "Andien juga kecewa sama mama" lanjut Andien sembari berlari menuju kamarnya menunggalkan mamanya sendiri.
"Kenapa kamu begini, Dien?".
*****
Hari muai sore tapi Rania masih merebahkan tubuhnya diatas ranjangnya sejak ia pulang sekolah. Baju serangamnya masih melekat ditubuh Rania, Rania tidak berselera untuk melakukan aktivitas apapun termasuk hanya sekedar mengganti pakaiannya.
Rania masih menangis, kejadian di sekolah tadi masih tergiyang diotaknya, saat Revien memeluk Andien dihadapannya. Rania memang cemburu dan marah, tapi dia tidak punya hak apapun untuk melarang Revien pacaran dengan Andien. Tapi kenapa Andien?. Selama ini Rania selalu cerita pada Andien jika dia suka pada Revien, selama ini Rania selalu membanggakan dan membicarakan Revien pada Andien, bagaimana bisa Rania tidak tahu jika Andien suka bahkan telah jadian dengan Revien. Entah siapa yang salah disini, Rania kah? Andien kah? Revien kah? Atau cinta yang salah?.
Tok...tok....
"Ran, ini mama, boleh mama masuk?" Ujar Hana dari luar kamar putrinya.
Rania segera bangkitvdari posisinya lalu menghapus air matanya dan merapihkan Rambutnya yang berantakan. "Masuk aja mah" ucap Rania sedikit malas.
"Ya Allah sayang, kok kamu belum ganti baju" ujar Hana kaget setelah masuk kamar putrinya dan mendapati putrinya yang masih menggunakan seragam sekolah.
"Rania males mah".
Hana segera mendudukan pantatnya di kasur putrinya lalu menatap mata Rania yang terlihat sembab. "Sampai kapan kamu akan diemin Andien?" Tanya Hana to the point.
"Gak tau mah" ujar Rania malas. Saat ini Rania tidak ingin membahas apapun mengenai Andien, orang yang telah tega menghkianatinya.
"Kalian itu bersahabat dari kecil, masa karena cowok kalian harus musuhan sih?".

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Friends [Selesai]
Novela Juvenil#1 - berharap (3 Januari 2021) *Judul awal "Berharap" tidak ada perubahan dalam cerita maupun tokoh* Rania dan Andien adalah kedua sahabat yang selalu bersama sejak kecil, keduanya juga selalu berada di kelas yang sama, seperti takdir keduanya seola...