“Aku antar kamu pulang ya?” pinta Dafa saat ia menemui Rania di didepan gerbang sekolah, bel pulang telah berbunyi 15 menit yang lalu, siswa-siswi pun sudah banyak yang bubar sedari tadi, kecuali siswa-siswi yang sedang mengikuti ekstrakulikuler sekolah dan beberapa siswa yang masih memiliki kegiatan di sekolah.
“Gak usah kok kak, bentar lagi juga pak Maman datang” jawab Rania menolak.
“Tapi pak Maman juga gak akan keberatan kan, kalau aku yang antar anak majikannya pulang” ujar Dafa berharap Rania mau menerima tawarannya.
“Iya sih, tapi gak pa-pa kok kak aku tunggu pak Maman aja” Rania kembali menolak.
“Yakin?” ucap Dafa memastikan dan berharap Rania akan berubah pikiran.
“Gak kak, terima kasih”.
Rania mencoba mengalihkan pandangan dari Dafa melihat jalanan agar Dafa tidak lagi memaksanya pulang bersama.
“Ran, pulang bareng gue yuk?” suara Ari tiba-tiba mengagetkan Rania dan Dafa yang sedari tadi masih berada di posisinya.
“Apaan sih, aku kan yang ajak Rania duluan” ujar Dafa tidak terima karena Ari datang memberikan tawaran juga pada Rania.
“Masalahnya apa? Gue pengen pulang bareng Rania, kok lo yang repot” Timpal Ari dengan nada tidak suka dan tatapan sangar.
Rania menatap Ari tidak suka, untuk sekian kalinya Ari membuat Rania kesal. “Ari, apa-apaan sih, bisa gak sih kamu bicara sopan sama kak Dafa, aku heran deh sama kamu” ujar Rania marah.
“Ya kan Ran, gue....”
“Udah lah, aku mau pulang, pusing liat kalian” ujar Rania melangkah pergi menjauh dari Ari dan Dafa. “Tom...Tomi... Tunggu” panggil Rania pada Tomi yang baru saja melintas dengan sepeda motornya.
Tomi segera menghentikan laju motornya tepat dihadapan Rania. “Ada apa Ran?” tanya Tomi bingung.
“Aku pulang bareng kamu ya” ucap Rania meminta membuat Tomi mengangkat kedua alisnya bingung.
Tomi melirik kearah Ari dan Dafa yang masih mematung ditempatnya, Tomi menatap keduanya aneh lalu kembali menatap Rania. “Serius?” tanya Tomi lagi memastikan.
“Iya bawel”.
Tomi kembali menatap Ari dan Dafa tapi kali ini dengan tatapan meledek. “Sorry ya bro, gue duluan” ujarnya membuat Ari menatap tajam ke arahnya.
Dengan cepat Rania segera menaiki jok motor Tomi, tak selang lama motor Tomi telah melaju meninggalkan halaman sekolah.
“Gue udah bilang lo jangan deketin Rania, lo dan sahabat lo itu hanya akan buat Rania sakit tau gak” ujar Ari setelah Tomi dan Rania telah hilang di pandangan.
“Aku gak akan pernah menyakiti Rania, jika ternyata Revien lukai hati Rania maka aku adalah orang pertama yang akan membuat Rania tersenyum” timpal Dafa dengan nada ketus. “Aku yang akan melindungi dia, menyayangi dia, dan gak akan ada yang bisa menghentikan itu termasuk kamu”. Lanjut Dafa.
Ari tidak berniat membalas ucapan Dafa dan memilih pergi meninggalkan Dafa dengan penuh kebencian, Sejujurnya Ari tidak peduli dengan ucapan Dafa, ia hanya takut jika Rania ternyata akan memilih Dafa dari pada dirinya. Dafa terlalu baik bahkan dimata Rania saat ini, sedangkan dirinya justru telah beberapa kali membuat Rania kesal.
“Kak Dafa cinta sama Rania?” tanya Virna tiba-tiba mengagetkan Dafa.
Dafa melempar senyum tipis yang ia paksakan. “eh!”
“Kenapa kakak gak jujur aja sama Rania kalau kakak suka sama Rania, Seharusnya kakak bilang ke Rania langsung” ujar Virna memberi saran.
“Setelah aku tahu Rania suka Revien?”.
“Tapi kak Revien gak suka sama Rania” jelas Virna dengan penuh yakin, meski selama ini Revien pernah memberikan perhatian pada Rania tapi Virna gak yakin jika Revien juga menyukai Rania ditambah lagi kini Revien sudah berpacaran dengan Andien, sangat tidak mungkin jika Revien suka sama Rania.
“Dan Rania gak pernah suka sama aku” jawab Dafa sembari berlalu meninggalkan Virna yang terdiam kaku ditempatnya tidak tahu harus berbuat apa.
“Cinta itu rumit ya?” ucapnya bertanya pada dirinya sendiri.*****
“Ini rumah lo?” tanya Tomi memastikan saat sampai di depan rumah megah Rania setelah Rania turun dari motornya.
“Terima kasih, udah mau nganter aku” ucap Rania dengan ramah.
“Iya sama-sama, walau dipaksa sih” timpal Tomi dengan ekspresi cuek.
“Kamu gak ikhlas ngantar aku pulang?” Rania memasang ekspresi tidak suka dihadapan Tomi. Memang Rania yang memaksa Tomi untuk mengantarkannya pulang, tapi tidak seharusnya Tomi berkata seperti itu.
“Gue ikhlas kok, tapi akan lebih ikhlas lagi kalau gue dapet imbalan” Ucap Tomi sambil melirik Rania dengan tatapan licik.
“Ok, kamu mau apa?” tanya Rania pasrah, toh Tomi sudah mau mengantarnya pulang tidak salahnya Rania menuruti permintaannya.
Tomi tersenyum penuh kemenangan sebelum menjelaskan keinginannya. “Gue mau lo bantuin Gue dapetin Virna” ucap Tomi menjelaskan permintaannya namun dibalas tatapan tidak suka dari Rania.
“Gak, gak mau, Virna itu sahabat aku, aku gak mau dia salah jalan” jawab Rania ngasal.
“Maksud lo, gue nyesatin?” tanya Tomi tidak terima.
“Ya....Ya.....Iya kali” jawab Rania terbata-bata. Sebenarnya Tomi bukan pria buruk untuk sahabatnya, hanya saja Rania tidak mau menjadi mak comblang dalam hubungan sahabatnya, Rania ingin Virna memilih pilihannya sendiri, tanpa paksaan dari siapapun.
“Lo tuh ya......”
“Eh, tante Intan udah pulang” ucap Rania menyapa tante Intan dan mengabaikan Tomi yang membuat Tomi makin kesal.
“Iya, baru aja” jawab tante Intan ramah.
Rania melirik kesana kemari seperti mencari sesuatu. “Andien mana Tante?” tanya Rania menyadari Andien tidak bersama tante Intan.
“Lho, biasanya kan Andien pulang bareng kamu, harusnya tante yang tanya keberadaan Andien” tutur tante Intan bingung.
“Iya, tapi pas pulang sekolah tadi, Andien bilang mau nemuin Tante ditempat kerja Tante” Jelas Rania menerangkan kenapa Andien tidak bersamanya saat ini.
“Apa? Tapi tante udah bilang ke Andien jika hari ini tante pulang siang, mana mungkin Andien sampai lupa” tutur tante Intan lagi mulai panik.
“Terus Andien kemana dong?” pikir Rania ikut khawatir.
“Mungkin Andien kerja kelompok, persiapan buat diskusi bahasa Indonesia” ucap Tomi mengira.
“Kalau kerja kelompok kenapa Andien harus bohong dengan alasan nemuin mamanya” ucap Rania tidak setuju dengan perkiraan Tomi.
“Ya, kali aja dia gak mau lo ikut, jadi dia bohong sama lo” lagi, Tomi mencoba berfikir positif mengenai Andien.
“Kalau gitu, tante permisi mau telpon Andien” pamit tante Intan lalu menjauh dari Rania dan Tomi.
Tomi melihat Rania dan tante Intan bergantian, wajah kekhawatiran terpancar jelas diwajah keduanya, Tomi mulai menyadari jika Andien memang sangat dekat dengan Rania.
“Kalau gitu, gue juga pamit pulang ya, nanti kalau dijalan gue ketemu Andien, gue kabarin lo kok” ucap Tomi pamit.
“Ya udah, aku juga mau masuk kedalam”. Rania melangkah pergi memasuki rumahnya meninggalkan Tomi yang masih berada diatas motornya.
Setelah memastikan Rania telah masuk kedalam rumahnya, Tomi mulai menyalakan mesin motornya, belum ia menarik gas motornya ponsel Tomi berbunyi dan membuat Tomi mengurungkan niatnya pergi untuk mengangkat telpon.
“Ada apa?” ucap tomi setelah mengangkat telpon dari sahabatnya yang tak lain adalah Ari.
“Lo, udah anterin Rania pulang sampe rumah kan?” tanya Ari dari seberang sana.
“Iya, santai aja, ni gue masih didepan rumah Rania kok”.
“Rania gak kenapa-kenapa kan?” tanya Ari lagi.
“Rania baik-baik aja, gak ada lecet sedikitpun, santai aja bro gue itu pria sejati, gak akan gue biarin seorang wanita terluka” tutur Tomi membanggakan dirinya sendiri.
“Ok deh bagus kalau gitu”
“Udah, lo nanyain itu aja?” Tanya Tomi heran.
“Iya, itu doang, ya udah bye” ucap Ari mengakhiri.
Tomi mematikan ponselnya dan memasukkannya kembali ke saku celananya lalu melanjutkan kembali rencana pulangnya dari rumah Rania.*****
“Assalamu'alaikum......” salam Andien saat sampai didepan pintu rumahnya.
“Kamu habis dari mana?” tanya Intan setelah membukakan pintu mengintograsi putrinya tanpa menjawab salam dari putrinya.
Andien mulai panik takut jika ibunya akan marah padanya. “Aku habis dari rumah temen kok, mah” jawab Andien bohong.
Sebelum pulang sekolah sebenarnya Andien memberikan pesan pada kekasihnya untuk bertemu, dan setelah pulang sekolah Andien menemui Revien disebuah taman Kota yang pernah ia datangi bersama Revien, maksudnya menemui Revien tak lain untuk mengetahui keadaan Revien dan menanyakan penyebab Revien dan Dafa bertengkar disekolah, karena Andien tidak mungkin menanyakan itu semua pada Revien di sekolah.
“Kanapa kamu bohong sama Rania? Kamu bilang mau nemuin mama. mama kamu jadikan alasan untuk kebohongan kamu?” Tanya Intan terus mengintograsi putrinya, selama ini Andien tak pernah membohongi siapa pun termasuk Rania, tapi kali ini Andien melakukan kesalahan itu.
“Em.....aku....”
“Andien, mama gak mau kalau sampai Rania kecewa dengan kamu, kamu sendiri tahu kita berhutang banyak pada keluarga Rania, Rania sudah menganggap kita sebagai keluarganya sendiri, mama harap kamu gak main belakang pada Rania” tutur Intan seakan mengetahui jika putrinya telah berbuat salah pada Rania.
Andien terdiam tanpa menjawab ucapan ibunya. “Aku memang telah membohongi Rania, mah” batin Andien merasa bersalah.
Keduanya terdiam sesaat, keadaan mulai hening tak ada suara yang menghiasi ruang tamu itu sebelum akhirnya Intan mulai angkat bicara. “Ada yang mau mama bicarakan pada kamu, Dien” ujar Intan mengalihkan pembicaraan dengan tatapan penuh keseriusan.
Andien menatap ibunya dengan penuh tanda tanya, ekspresi ibunya terlihat tidak sangat baik. “Ada apa?” tanya Andien bingung.
“Sebenarnya, dua hari yang lalu mama dapat kabar dari adik mama, dia bilang nenek kamu sedang sakit parah” tutur Intan menjelaskan sembari mendudukan pantatnya di sofa panjang diruang tamu.
“Lalu?”.
“Kamu kan tau, bibi kamu sibuk dengan bisnisnya di Bali, paman kamu juga sibuk, dan kamu juga tau kalau nenek kamu hanya tinggal sendirian di Solo” tutur Intan lagi membuat Andien sedikit takut.
Andien terdiam sejenak dan mulai berfikir kemungkinan yang akan mamanya bicarakan. “Jadi maksud mama, mama mau pulang kampung dan ngurusin nenek?” tanya Andien mengira, karena sepertinya dugaannya memang benar.
“Jika bukan mama, siapa lagi yang akan ngurusin nenek kamu, Dien” jelas Intan membuat Andien gelisah karena sepertinya ibunya akan mengajaknya pergi dari kota ini. “Hidup mama disini tidak beruntung semenjak ayah kamu meninggal, saat itu mama sudah tidak tahu lagi harus hidup bagaimana di kota, jika bukan karena keluarga Rania, kita udah pulang kampung sejak dulu, tapi mereka telah memberi kehidupan buat kamu dan mama, dulu mama gak punya alasan untuk pulang, tapi saat ini nenek kamu membutuhkan mama” Tutur Intan lagi seraya menagis, Intan sudah bahagia hidup dikota tapi kenyataannya ibundanya sedang menderita sakit parah di kampung.
“Tapi Andien suka disini mah, Andien gak mau pindah mah” rintih Andien tidak menyetujui, bukan karena ia tidak sayang pada neneknya tapi karena banyak hal yang tidak bisa ia tinggalkan di tempat yang sudah memberikannya kebahagiaan dan cinta, ia bahkan baru saja menjalin hubungan dengan Revien bagaimana bisa Andien menghadapi ini semua dan melepaskan segalanya.
Air mata Andien sudah mulai membasahi pipinya, rasanya Andien ingin berteriak menolak pada ibunya, tapi bibirnya seakan terkunci rapat hingga ia tidak mampu membuka suaranya.
“Mama ngerti, tapi kita harus apa, mama mohon kamu jangan nolak ya nak” pinta Intan dengan halus.
Andien tidak menjawab pertanyaan ibunya dan memilih meninggalkannya ke kamar tidurnya.*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Friends [Selesai]
Fiksi Remaja#1 - berharap (3 Januari 2021) *Judul awal "Berharap" tidak ada perubahan dalam cerita maupun tokoh* Rania dan Andien adalah kedua sahabat yang selalu bersama sejak kecil, keduanya juga selalu berada di kelas yang sama, seperti takdir keduanya seola...