Jennie mengajak Jisoo ke ruang kerjanya, beberapa tumpukan berkas di atas meja, laptop canggih, ada sebuah meja gambar yang sama persis dengan miliknya di sana dan terpampang sketsa milik Jisoo yang ia dan Ayahnya tawarkan pada CEO muda ini.
"Kau juga suka menggambar?" Jisoo mendekati meja gambar milik Jennie, ada tulisan "J.K" di ujung mejanya, tapi Jisoo tetap diam meskipun tau jika itu ada hubungannya dengan memo yang ia terima.
"Aku benci menggambar sebenarnya." jawab Jennie dengan ketus.
"Lalu kenapa kau menjadi drafter?"
"Aku bukan drafter hebat sepertimu, aku menjadi pebisnis karena usaha keluarga yang mengharuskan aku melanjutkannya."
"Jadi kau mengambil jurusan Real Estate itu?"
"Dan bertemu denganmu.." jawab Jennie. Ia berdiri di samping Jisoo tepat di depan meja gambarnya sendiri. "Coba kau jelaskan detail sketsamu ini."
Jisoo mengangguk dan menjelaskan gambaran umum rancangan bangunan yang ia buat ini pada Jennie, setiap detail yang ia gambar ia jelaskan dengan sabar dan perlahan-lahan saat Jennie tidak paham apa yang ia ucapkan.
Jennie melihat sosok Jisoo yang sangat dewasa dan sudah profesional di matanya, ia tidak paham apa yang Jisoo katakan setiap kali rasa kagum itu datang di pikirannya. Merasa sangat senang saat Jisoo dengan sabar menjelaskannya kembali padanya, meskipun apa yang Jisoo jelaskan selalu masuk telinga kanan keluar telinga kiri untuknya.
"Sudah jelas?" tanya Jisoo mengakhiri penjelasannya.
"Sangat jelas." jawab Jennie asal.
"Lalu, tentang team work itu bagaimana? Katanya kau memilih aku untuk menjadi rekan kerjamu, kenapa?"
"Karena kau sudah mahasiswa S-2, memiliki ayah yang seorang arsitek juga, kau akan lebih mengerti tentang konsep dengan jam terbangmu yang cukup lumayan sebagai seorang arsitek." jawab gadis itu tegas. "Kau juga seorang drafter yang sangat bagus menurutku."
Jisoo hanya tersenyum setelah Jennie berkata seperti itu.
"Terima kasih, mungkin setelah kau memilihku sebagai rekan kerja, aku akan berusaha untuk bisa memberikan yang terbaik untuk tugas ini."
"Bagaimana kalau kau ajari aku menggambar?" Jennie membuka kertas baru dengan ukuran yang lebih kecil.
"Baiklah, aku akan mengajarkanmu." Pertama, Jennie mulai menggoreskan pensil tipis itu dan menggambar sebisanya. Jisoo memperhatikannya sambil melipat tangannya di depan dada. Ia memperhatikan gadis cantik itu menggambar dengan ekspresi yang sesekali terlihat bingung dan putus asa saat ia gagal dan salah.
"Aku mulai kesulitan." keluhnya.
10 menit berjalan, Jennie terlihat berkeringat, Jisoo mengambil tisu di meja kerja milik gadis itu dan menyeka keringatnya.
"Lanjutkan saja." ucap Jisoo tepat di sebelah kanan telinga Jennie. Darah Jennie berdesir saat suara berat yang diiringi napas hangat itu perlahan menyetuh kulitnya.
Meski hanya sebuah denah ruangan kecil, tetap saja Jennie masih berkutat dengan keluhan yang selalu keluar dari mulutnya itu.
"Aku menyerah." dengusnya.
"Eitss, lanjutkan. Baru satu lantai." larang Jisoo.
"Biarkan saja, ini untuk rumah rakyat kecil." Jennie mengelak.
"Tidak, orang kecil itu sudah sukses, dan ingin kembali membangun rumahnya menjadi lebih bagus. Bagaimana kalau ini adalah rumah kita? Coba kau buat lagi." goda Jisoo sambil mengangkat satu alisnya.
"Aku tidak bisa, ajari aku."
Jisoo berdiri di belakang Jennie, ia memegang tangan kanan Jennie, membantu gadis itu melanjutkan gambarnya.
"Lemaskan saja tanganmu." Jisoo menuntun tangan itu seperti tangannya. "Kau perhatikan, maka kau akan bisa nantinya." Jennie mengangguk, sesekali ia menelan ludahnya sendiri saat Jisoo semakin merapatkan tubuhnya.
Jennie meraba paha gadis di belakangnya itu, tapi Jisoo tetap diam dan terus menggambar.
"Sudah selesai.." ucap Jisoo girang, saat ia melihat gambaran itu.
"Yeeeee kau hebat.."
"Tidak tidak, ini gambaran milikmu." Jisoo menyeringai tersenyum.
"Ini milikmu, sini aku tulis namamu." Jisoo yang sadar jika Jennie menyentuh tubuhnya segera memegang tangan kiri gadis itu, menggenggamnya erat sambil menuliskan namanya di sana. "Kim Jennie." tulisnya singkat.
"Tidak boleh!!" Jennie merebut pensil itu dari tangan Jisoo dan menuliskan namanya juga. "Kim Jisoo. Ini milikmu juga." tawa Jennie lepas.
"Ya sudah bagaimana baiknya saja." Genggaman itu tidak lepas, baik Jennie dan Jisoo tak melepaskannya, atau mereka bahkan tidak menyadarinya?
"Jensoo." tulis Jennie lagi. "Ini lebih adil kan?" Jennie menoleh ke arah Jisoo yang tepat di sisinya, menatapnya dengan intense saat pandangan mereka bertemu.
"Hmm, adil.." jawab Jisoo pelan.
Jennie masih menatap mata itu, tak berpaling meski lawan di depannya menatap ia lebih dalam.
Chuu..
Tak di duga, badannya menegang saat bibirnya merasa sentuhan lembut yang tak ia kira akan di berikan padanya.
Jennie terdiam saat Jisoo mulai melumat bibir yang berbalut lipbalm banana itu pelan. Bahkan ia tak bermaksud untuk memulai ini sama sekali dan tak ada pikiran untuk mengakhiri ini maka ia melanjutkannya.
Memberikan respon terbaik yang ia bisa meskipun di benaknya jika Jisoo adalah seorang good kisser yang lebih dari good.
"Mmpphhh.." Jennie sudah kehabisan akal hanya dengan beberapa hisapan yang di lakukan Jisoo, tubuhnya berbalik, menghadap gadis bersweater abu itu dengan tangan yang masih saling bertautan. Jisoo menghentikan ciumannya dan menatap Jennie lekat-lekat, ia melihat mata kucingnya itu berubah sayu, lipbalm banananya yang manis masih terasa jelas di bibirnya, bibir gadis di depannya terlihat memerah karena hisapan-hisapan kuat yang ia lakukan.
"Maafkan aku.." Jisoo membuang mukanya, melihat ke arah gambaran mereka dan pergi menjauh.
"Tunggu.." suara Jennie mulai hilang setelah cumbuan itu, ia menahan tangan Jisoo agar tubuhnya tak semakin menjauh.
Jisoo terdiam, ia masih menginginkannya tapi bukan seperti ini caranya.
"Hmm.." Jisoo berbalik, melihat Jennie dengan tatapan seperti anak kecil, menyentuh hatinya, ia sangat menggemaskan dan ingin rasanya ia kembali menerkam gadis yang bermarga sama dengannya itu.
Jennie menarik tangan Jisoo, membawanya keluar ruangan kerjanya dan dengan cepat menaiki tangga menuju kamarnya.
"Jennie.." panggil Jisoo saat gadis itu terlihat gusar memasuki kamarnya sendiri. "Jennie, hey.." Jennie berbalik padanya, menautkan kedua tangannya di leher Jisoo, tatapan gadis polos itu berubah menjadi serius saat Jennie menatapnya dengan tajam.
"Stay with me.." pinta Jennie dengan manja. Jisoo bergidik menahan geli saat jari jemari Jennie mengelus tengkuknya perlahan. Bibir itu memintanya lagi, melakukan hal yang sama dan lebih.
Jisoo memeluk pinggang Jennie, mendekapnya erat dan membalas tatapan itu dengan seringai jahat. Bibir Jennie yang terbuka membuatnya terus menatap ke arah sana.
"Kau mau bermain denganku?" tatapannya berpindah turun dari sana ke arah dada gadis itu. "Let's play your game, Jennie Kim.." Jisoo merebahkan tubuh Jennie perlahan yang di sambut dengan kecupan hangat Jennie di bibirnya.
***