Uang tabungannya hanya tersisa untuk mencukupi ongkos ia pergi ke kampus dan membeli cemilan seadanya dari 7eleven, Jisoo merogoh saku celananya dan membayar americano yang ia beli di cafe biasa.
"Hari ini antar aku belanja ya." pinta Jennie sambil merebut gelas americano milik Jisoo.
"Belanja kemana? Minggu ini kan kau sudah belanja, apalagi yang mau di beli?" Jisoo bersikap tenang, ia tau jika Jennie belum tau kalau perusahaannya mulai mengalami kebangkrutan.
"Hari ini ada yang mau aku beli lagi jadi kau temani ya." Jennie memakan kentang goreng pesanannya sambil sesekali menyuapi kentang itu ke mulut Jisoo dan bersandar dengan manja. "Hari ini juga aku bawa mobil, jadi kau tidak usah pergi menggunakan bis kotor itu lagi." ucapnya tenang, Jisoo hanya terdiam sambil sesekali meminum americano miliknya.
***
Pusat perbelanjaan yang Jennie tuju memang sudah bisa di tebak oleh Jisoo, tapi kali ini Jennie pergi ke salah satu toko olahraga.
"Tumben sekali dia." Jisoo duduk di sebuah bangku sambil menunggu Jennie memilih barang yang akan ia beli, tapi belum sampai 1 menit setelah Jisoo menghela napas, Jennie segera menarik tangan Jisoo untuk ikut menemaninya juga.
"Jen, apa lagi?" dengus Jisoo dengan malas.
"Bantu aku memilih pakaian olahraga yang bagus, aku juga akan membelikannya untukmu." gadis itu sibuk melihat-lihat sedangkan Jisoo berjalan di belakang Jennie, ia hanya berkata 'bagus' untuk setiap barang yang Jennie tanyakan padanya agar ia bisa cepat pulang.
"Maaf, kartu anda tidak dapat di gunakan." Jennie mengeluarkan kartu lain untuk membayar belanjaannya tapi jawaban yang ia terima masih sama.
"Kartuku kenapa ya?" Jennie bingung saat 3 kartu miliknya tak bisa ia gunakan sama sekali. Jisoo mengeluarkan kartu debit miliknya dan memberikannya segera.
"Pakai ini saja." jawab Jisoo. Sebenarnya ia ragu, apakah saldo miliknya cukup atau tidak. Bahkan ia hanya mengantongi uang seadanya di sakunya apalagi di kartu debitnya bisa di tebak pasti tidak ada.
"Pembayaran berhasil, ini bonnya." Jisoo sedikit mengernyitkan dahinya saat petugas kasir itu berhasil mengambil separuh 'sisa nyawa'nya bulan ini dari kartu miliknya. Jennie menerima belanjaannya dan mengambil kartu milik Jisoo kemudian pergi keluar dengan wajah ceria.
"Kenapa kartunya bisa di pakai ya?" ia masih memikirkan itu sambil berjalan keluar.
***
Jennie mengantarkan Jisoo tepat di depan rumah kekasihnya itu kemudian pamit pulang.
"Jisoo.." sang ayah yang sedang menata sebuah guci besar di ruang tamu rumahnya melihat anak tunggalnya masuk ke rumah dengan wajah bingung. "Oh iya, Ibumu sudah transfer uang untuk pembayaran kuliahmu, sebentar lagi kan kau akan lulus dan ibumu baru ingat masih ada bayaran yang belum di bayar. Nanti kau bayarkan saja sendiri."
Langit dengan cepat berubah menjadi mendung dan sangat gelap, suara petir menggelegar di kala sang ayah mengakhiri perkataannya.
"Sepertinya akan datang badai, kau ganti baju sana, makan, lalu istirahat." suruh Tuan Kim sambil bergegas hendak menutup rumahnya rapat-rapat saat ia melihat istrinya datang di saat yang tepat. "Ibumu sudah pulang, kalau tak ada makanan, ibu akan masakan makanan untukmu." ia pun pergi menjemput sang istri di luar.
"Jadi.." tak hanya rumahnya yang di sambar petir, sepertinya jiwa gadis itu pun sudah tersambar oleh ucapan sang ayah. "Jangan-jangan.." Jisoo mulai mengecek ponselnya sendiri dan..
Sebuah pemberitahuan transfer masuk dari ibunya tak di lihat olehnya, ia menggunakan kartu itu saat ibunya sudah mengirimkannya uang.
"Jadi tadi aku itu membayar menggunakan.. Ahhh.." Jisoo tergeletak tewas di atas sofa, jiwanya serasa melayang saat uang bayaran kuliahnya ia gunakan untuk membayar belanjaan milik Jennie.
"Jennie Kim.." racaunya sambil menutup mata, tubuhnya terasa lemas seketika.
***
Mobil hitam sport milik Lisa mengantarkan Jisoo ke depan sebuah toko bunga.
"Kau yakin?" tanya Lisa untuk ke sekian kalinya.
"Ah kau ini banyak tanya." tepis Jisoo segera, mereka keluar dari mobil dan memasuki toko itu. Mereka di sambut oleh tanaman yang harumnya memenuhi ruangan dimana mereka berdiri sekarang.
"Rose-ya.." panggil Lisa sambil menyimpan tas ranselnya di atas etalase toko. Lisa mencari Rose ke dalam dan meninggalkan Jisoo dengan kekagumannya akan bunga-bunga yang sedang ia lihat.
Jisoo berniat mengambil part time job sebagai floristy atau perangkai bunga di toko bunga milik keluarga Rose. Yap!! Rose kekasihnya Lisa adalah anak seorang pemilik toko bunga paling terkenal di daerah itu. Rose menawarkan pekerjaan ini pada Jisoo yang katanya sedang membutuhkan tambahan uang untuk membeli sesuatu menggunakan uangnya sendiri, padahal sebenarnya itu untuk menutup kebodohannya kemarin.
"Ya sudah, Chu-ya.. Aku tinggal dulu. Selamat bekerja." Lisa tiba-tiba mendekati Jisoo kemudian berbisik padanya. "Kalau kau menggoda kekasihku, akan aku habisi kau." ancamnya sambil tersenyum dan pergi. Jisoo hanya menyeringai dan kembali fokus pada Rose.
"Baiklah, mungkin sekarang pertama-tama aku akan mengajarkan kau merangkai bunga ya." Rose terlihat bersemangat mengajari Jisoo untuk hal yang sangat mudah ini.
Rose mengajak Jisoo ke belakang toko dimana terhampar kebun bunga yang tak cukup luas tapi cukup menampung banyak bunga yang beragam jenisnya, kebun itu berada di dalam sebuah rumah kaca.
"Aku sudah mempersiapkan bunga-bunganya." Rose mengambil beberapa bungkus bunga yang sudah ibunya siapkan untuk hari ini.
"Sejak kapan kau pandai berkebun?" tanya Jisoo sambil berjalan melihat-lihat.
"Sejak kecil."
"Kau pandai sekali sepertinya." puji Jisoo.
"Ya begitulah, aku belajar setiap hari untuk ini." Rose menarik tangan Jisoo kembali ke toko dan mulai mengajarinya. "Pertama kau pilih bunga yang kau suka, ambil beberapa kemudian batangnya di potong sesuai kebutuhan." Jisoo mengikuti langkah-langkah yang Rose contohkan, tak terlalu serius, beberapa kali mereka bercanda agar suasana tak terasa canggung.
"Kedua, sudah di potong kan, di satukan dengan bunga yang lain kemudian di bungkus menggunakan plastik khusus ini." Rose mengambil plastik yang ia gunakan untuk membuat bucket seperti biasanya, cukup besar dan Jisoo kesulitan saat mencoba membungkusnya.
"Aku butuh bantuan disini." jawabnya dengan wajah serius.
"Begini.." Rose berdiri di belakang Jisoo, meraih kedua tangan gadis itu dan membantunya membungkus bunga pilihannya sendiri.
"Setelah ini?" Jisoo menoleh ke arah Rose, wajah mereka sangat dekat, Rose hanya tersenyum kemudian menjelaskan langkah selanjutnya.
"Jika kau rasa sudah rapi, kau bisa pasang selotip agar plastiknya tidak lepas." Rose masih memegang kedua tangan Jisoo bahkan hanya untuk memasangkan selotip di akhir pelajaran mereka hari ini.
"Haha hebat sekali kan aku.." tawa Jisoo bangga.
"Iya hebat sekali kau berselingkuhnya.." sindir Jennie yang sudah berdiri di ambang pintu.
***