"Ajari aku menggunakan ini." Pinta Jennie sambil memberikan sepasang handwrap itu pada Jisoo. Jisoo menatap ke arah gadis di depannya itu dan menerimanya.
"Ini biasa Lisa gunakan untuk berlatih muay thai." jelas Jisoo sambil membuka plastik pembungkusnya. Jennie menggembungkan pipinya sambil memperhatikan Jisoo.
"Kenapa tidak di pakai dua-duanya?" Jisoo menengadah.
"Mau di talikan saja atau di pakai?" Jennie menggeleng pelan.
"Entahlah.." Jisoo mengatupkan kedua tangan kekasihnya kemudian mulai membungkus kedua tangan itu. Handwrap sepanjang 2.5 meter itu membungkus tangan Jennie dengan sangat erat dan susah di lepaskan.
"Sudah selesai." seringai Jisoo sambil menatap Jennie yang kebingungan menggerakan kedua tangannya.
"Ini bisa di lepas kan?" tanyanya mulai panik.
"Bisa. Tentu saja. Kalau tidak bisa, aku potong saja."
"Apanya?"
"Handwrapnya." tatap Jisoo datar. "Mau aku potong tanganmu?" Jennie hanya menunjukkan gummy smilenya dan membuat Jisoo membuang mukanya, ia luluh jika Jennie sudah tersenyum sangat manis seperti itu.
Jennie memposisikan kedua tangannya berada di antara kepala Jisoo, membuat wajah mereka berdekatan.
"Akankah kita tidur sepanjang malam dengan tanganku yang seperti ini?"
"Hmmm.. Tidak." Jisoo terlihat sangat dingin di mata Jennie dan Jennie menganggap itu adalah sebuah tantangan baginya. Meluluhkan hati seorang gadis culun yang berubah menjadi sangat dingin seperti ini, sangat menyenangkan untuknya.
Jisoo memeluk pinggang Jennie dan menarik tubuhnya semakin mendekat. Kali ini Jisoo hanya menatapnya saja, tapi Jennie segera mencium bibir berbentuk hati milik Jisoo dengan lembut. Ia tersenyum setiap kali Jisoo mencoba untuk melebihi keagresifannya.
Jisoo mengangkat baju milik gadis di pangkuannya itu dan mulai menggoda Jennie dengan setiap senti jilatan di dada sekal kekasihnya itu.
"Ngggghhh.." Jennie menahan rintihannya, kedua tangannya yang terikat menekan kepala Jisoo semakin mendekat.
Jisoo mengangkat tubuh Jennie dan menjatuhkannya di atas kasur, menindih tubuhnya saat tangan Jennie masih erat terbungkus handwrap.
Cumbuan itu semakin panas, tapi Jisoo tak berniat melanjutkannya. Ia menatap Jennie yang mata sipitnya semakin sayu setelah permainan kecil mereka. Jisoo melepaskan diri dari rangkulan Jennie dan terduduk di sampingnya.
Ia membuka handwrapnya dan membebaskan tangan Jennie yang terlihat memerah karena tali itu.
"Kau tidur duluan, aku mau makan. Lapar." ucapnya saat Jennie sedang membenahi bajunya. Gadis itu menjawab dengan senyumannya, Jisoo meraih gelas berisi teh yang masih hangat milik Jennie dan membawanya keluar.
***
"Kau belum tidur?" tanya Lisa yang sedang berdiri menunggu ramennya matang.
"Aku lapar, kau sedang masak?"
"Aku buat ramen, kau mau?"
"Boleh." Jisoo duduk di sofa sambil menonton tv. Ia meminum tehnya dengan tatapan yang tidak berpaling sedikit pun.
"Aaahhhh, panas.." ia menjulurkan lidahnya saat air teh itu menyentuhnya. "Ahhh.."
"Bodoh." dengus Lisa saat melihat sepupunya mulai bertingkah konyol. "Di tiup!!"
"Apa kau lihat-lihat?" hardik Jisoo.
"Heh!!" tunjuk Lisa.
"Apa tunjuk-tunjuk?" Lisa menunjuk dirinya sendiri agar mulut sepupunya itu terdiam.
"Puas?!" tantangnya.
"Bagus." Jisoo bertepuk tangan pelan sambil mendekati Lisa.
"Apa dekat-dekat?" Jisoo berhenti bertepuk tangan seketika dan merubah raut wajahnya menjadi sangat datar. "Mundur 2 langkah." Jisoo mulai mundur 2 langkah. "2 langkahnya t-rex."
"Kau cari mati hah?" pukul Jisoo.
"Duh.." ringis Lisa. Ia tak bisa membalasnya karena kedua tangannya sedang menuangkan ramen ke dalam mangkuk. "Punyamu yang itu." tunjuknya menggunakan sendok.
"Tidak sopan." dengus Jisoo sambil mengambil mangkuk miliknya.
"Kau tunjuk saja sendiri biar sopan." Jisoo menunjuk-nunjuk mangkuknya sendiri.
"Eh ngomong-ngomong, bagaimana hubunganmu dengan Rose?" gadis itu membuka pembicaraan mereka. Lisa duduk di kursinya dan hanya menatap Jisoo sekilas.
"Tidak bagaimana-bagaimana, ya begitu saja. Meskipun aku mulai merasakan hal aneh saat ini."
"Kenapa?"
"Entahlah, ia menjadi mudah tersinggung, seperti anak macan. Akhir-akhir ini aku harus belajar bersabar menghadapinya."
"Kalian baik-baik saja kan?"
"Aku masih bisa menanganinya, tenang saja. Kalau aku tidak bisa, bantu aku ya." Jisoo hanya tersenyum simpul menanggapinya. Jika Rose berubah karena masalah kelompok itu, sepertinya Jisoo lebih tau daripada Lisa, kekasihnya sendiri.
***
Hari ini Jisoo dan Jennie pergi mendatangi proyek yang salah satu gedungnya akan di rancang oleh mereka berdua. Tapi Jisoo sama sekali tidak tau gedung perusahaan atau milik siapa yang akan mereka rancang.
"Kau bahkan belum memberitahuku tentang gedung ini. Tidak sama sekali, Jen." Jisoo meminum susu cokelatnya.
"Sudah diam, tidak usah ribut. Lagi pula kau sudah kenal dengan tempatnya." Jisoo mendelik bingung. "Ayo pergi. Aku sudah memberi memo untuk Lisa dan Rose." Jennie menempelkan secarik kertas di kulkas mereka dan pergi bersama Jisoo.
***
"Kuma Corps?" Jisoo tertegun saat ia memasuki halaman parkir sebuah perusahaan yang sudah ia kenal, jangankan gedungnya, pemiliknya saja ia kenal betul. "Kita kemari? Untuk apa?" tatap Jisoo.
"Itu gedung yang rancangannya baru saja di setujui oleh ayahku. Itu buatanmu sayang." Tunjuk Jennie, ia kemudian mencubit pipi Jisoo pelan kemudian berjalan keluar dari mobil.
"Mau kemana?" Jisoo menggunakan kacamatanya sambil menggendong ransel yang biasa ia bawa saat kuliah.
"Aku ingin bertemu dengan kepala cabang perusahaan di kota ini. Kau tunggu sebentar ya." Jennie berjalan meninggalkan Jisoo yang terduduk sendiri di lobby.
"Ah yang benar saja aku di tinggal sendirian.." dengusnya. Jisoo melihat sebuah kedai kopi di sudut lobby, tak ada salahnya jika ia memesan iced americano disana, pikirnya.
***
"Gedung itu sangat megah jika sudah selesai di bangun, desainnya juga unik, siapa yang membuatnya?" lelaki itu menatap gedung yang sudah setengah jadi dari lantai 27.
"Temanku, itu adalah tugas kuliah kami. Lagi pula ayah ingin gedung baru kan untuk cabang di kota ini, jadi tidak ada salahnya jika itu memang benar-benar dibuat."
"Hebat sekali. Arsitek yang berbakat?"
"Dia sedang meneruskan S-2 nya." jawab Jennie dengan rasa bangga pada kekasihnya sendiri.
"Lelaki yang hebat, sepertinya ia cocok menjadi suamimu kelak." lelaki itu mengambil sebuah surat dari laci kerjanya dan memberikannya pada Jennie.
"Dia perempuan, Tuan." Jennie menyeringai sambil menerima surat itu.
"Oh perempuan? Baru kali ini ada arsitek perempuan sehebat dia. Hmm dan itu adalah surat balasannya, ya meskipun kau adalah pemilik perusahaan ini tapi itu hanyalah untuk kepentingan arsip saja." Jennie mengangguk dan pamit keluar dari ruangan lelaki itu.
"Iced americano." Jisoo menerima segelas iced americano miliknya dan meminumnya dengan semangat.
"Akhirnya aku menemukan minuman kesukaanku disini." seseorang berjalan mendekati Jisoo yang sedang sibuk menyedot minumannya dan mengirimkan beberapa pesan pada Jennie.
"Jisoo?" panggilnya sambil menepuk bahu gadis itu.
"Hmmm.." Jisoo menoleh dan mengernyitkan dahinya saat ia melihat wajah gadis itu.
***