#19 Scissors

4.5K 526 70
                                    

"Katanya kerja part time, tapi ternyata ada niat busuknya juga.. Cihh.." Jennie menyeringai, ia tertunduk sejenak, menggeleng pelan tidak percaya.

Chu..

Tanpa sepengetahuan Jennie, Rose mencium Jisoo tepat di bibir merah mudanya, terasa manis meski hanya sebentar, Jisoo berusaha melepaskan cumbuan itu tapi Rose menarik tubuh Jisoo mendekat dan sengaja melingkarkan tangan Jisoo di pinggangnya.

Sepersekian detik Jennie menunduk, ia kembali di kejutkan oleh kelakuan kekasihnya itu.

"Brengsek!" Jennie menjambak rambut Rose dan mendorongnya dengan keras. "Dasar jalang!!" makinya dengan emosi yang sudah siap meledak dari ubun-ubun kepalanya.

"Siapa yang kau sebut jalang hah?" Rose balik memaki. Jennie yang geram akhirnya melesatkan tamparan dan pukulan yang di balas hal serupa oleh Rose.

"Jennie!! Rose!!" Jisoo berusaha melerai tapi tenaga kekasihnya dan Rose terlalu besar untuknya, ia menahan rasa kesalnya dan mencoba untuk menarik tubuh Jennie menjauh.

Kegaduhan semakin terdengar ketika mereka berdua mulai menjerit karena sama-sama kesakitan.

"Jennie!!" Jisoo memeluk tubuh Jennie dan menariknya menjauh. "Rose diam!!" setelah membuat sedikit ruang di antara mereka, Jisoo kembali melerai agar suasana pun menjadi sedikit tenang, tapi Jennie belum selesai dengan gadis perebut kekasihnya itu, ia menyambar sebuah gunting di dekatnya dan siap merobek wajah cantik Rose dengan itu.

"Maju!!" Rose pun menyambar pisau cutter dan menantang Jennie berduel dengannya.

"Hei!! Apa-apaan ini.. Jennie!!" Jisoo yang panik dengan keadaan yang malah semakin kacau ini, menahan tubuh Jennie yang masih berambisi menghabisi Rose. "Lepaskan guntingnya.."

Sreettt..

"Jennie ku mohon!" pinta Jisoo sambil mendorong tubuh Jennie kembali ke belakangnya, ia menangkap tangan Rose yang siap dengan pisau cutter tajamnya, melihatnya saja sudah membuat Jisoo bergidik karena ia merasa sangat ngeri jika tersambar pisau itu, habislah nyawanya, populasi pecinta ayam akan berkurang.

"Lepaskan atau aku patahkan lenganmu!" Jisoo yang mengunci tangan Rose agar ia melepaskan pisau itu pun berhasil membuat Rose menyerah.

"Jen, ayo pulang." ajak Jisoo, nada bicaranya sudah berubah, terdengar sangat berat dan menyeramkan. Raut wajahnya sangat dingin saat ia mengambil ponselnya sendiri. "Rose maafkan aku atas kegaduhan ini." Jisoo menarik tangan Jennie keluar dari toko bunga itu dengan sedikit kasar dan cengkramannya yang kuat membuat Jennie mengerang kesakitan.

"Masuk." suruh Jisoo saat mobil milik Jennie terparkir rapi disana. Ia mendorong tubuh Jennie masuk ke dalam mobil dengan sangat kasar dan mengambil alih setir. "Aku antar kau pulang." ucapnya singkat.

"Maaf." Jennie mulai berderai air mata saat ia melihat ke arah Jisoo, ia melihat darah segar mengalir dari bawah mata Jisoo perlahan menuruni pipi putihnya, luka sayat dari gunting yang Jennie pegang. "Maaf.." tangisnya mulai pecah. "Maafkan aku.." Jennie merengek dan berusaha menghentikan darah yang mengalir di pipi kekasihnya itu. "Maafkan aku.." Jisoo yang sudah berubah, hanya terdiam sambil tetap menyetir, tatapannya seperti pembunuh, sangat tajam.

***

Jisoo turun dari mobil Jennie, ia mengeluarkan Jennie dengan paksa.

"Masuk dan jangan keluar rumah lagi. Aku pulang." Jisoo berjalan sambil membiarkan darah itu terus mengalir di pipi kirinya seperti air matanya sendiri padahal ia tidak sedang menangis.

"Aku obati dulu." tarik Jennie balik. Ia masih menangis seperti ia yang sedang berada di posisi Jisoo.

Jisoo duduk di sisi kasur milik kekasihnya itu saat darahnya mulai menetes ke bawah.

"Sini sini." Jennie terus menangis dan tanggapan dari Jisoo hanya memberikan wajah datarnya. "Maaf ya.." ia terus meminta maaf, tanpa di respon sedikit pun oleh Jisoo.

Jennie menempelkan plester bergambar iron man di luka Jisoo, kemudian terdiam dengan wajah cemberutnya. Jisoo terus menatap ke arah Jennie dengan wajah datar yang belum berubah.

"Sudah nangisnya?" tanya Jisoo dingin.

Chu..

"Jangan menangis." Jennie belum berubah meski Jisoo sudah menggodanya seperti itu.

Chu..

"Jangan cemberut."

Chu..

"Hei.. Jendeukie.."

Chu..

Chu..

Chu..

Terakhir, Jisoo mengecup kening Jennie dan memeluknya. Berkali-kali ia menciumnya tapi tak ada reaksi, apakah dia balas dendam?

"Aku tidak apa-apa." Jisoo mengacak rambut Jennie.

"Kalau mau pulang, pakai mobilku saja." Jennie memberikan kunci mobilnya pada Jisoo.

"Hmmm.. Baiklah." Jisoo menyeringai saat Jennie mulai terlelap.

Jisoo berjalan dan berdiri di depan cermin sambil meraba luka yang sudah di tutup oleh plester. Ia kemudian melihat ke arah bibirnya sendiri dan merabanya.

"Aku tidak bisa jadi kekasih yang baik, Jen.."

***

Ia membawa mobil hitam itu ke garasi rumahnya, masuk ke dalam dan melemparkan tubuhnya di atas sofa. Hari ini, ia tinggal berdua dengan Lisa karena ayah dan ibunya harus mengurus perusahaan di luar kota.

"Lisa.." panggil Jisoo pelan sambil mulai berjalan dengan gontai menuju kamar tidurnya.

Seseorang mendorong bahu Jisoo dan membuatnya menatap ke arah Lisa.

Plakkk..

Tamparan itu cukup telak tepat di luka yang baru saja Jennie tutup dengan plester iron man.

"Teganya kau merebut kekasih sepupumu sendiri!!" bentak Lisa. "Sudah punya kekasih sendiri, yang lebih kaya, lebih cantik, lebih dari Rose, kau masih saja merebutnya dariku?" tamparan kedua kembali di terima oleh Jisoo tapi gadis itu tak membalas perbuatan Lisa.

"Kau salah paham Lisa."

"Salah paham? Rose sendiri yang bilang padaku, kalau kau memaksanya untuk berciuman. Kau gila hah? Sudah ku bilang.. Ck.. Argghhh!!"

"Aku tidak seperti yang dia bilang." Jisoo menggeleng pelan saat Lisa mengatakan apa yang Rose katakan padanya, entah benar atau bagaimana Jisoo hanya mendengus pasrah.

Plester di pipinya menggembung bersamaan dengan membirunya pipi gadis itu.

"Ini apa-apaan lagi?" Lisa menarik paksa plester yang Jisoo pakai dan darah yang terbendung segera terciprat kemudian mengalir deras lagi. Tamparan dari Lisa kembali membuatnya seperti itu.

"Uhhh.." Jisoo menahan rasa sakit di pipinya, kemudian membuang wajah ke arah lain.

"Oh ini hasil kalian bertengkar?"

"Kalau aku tidak menghalangi Jennie, kekasihmu itu sudah mati, Lisa. Kau tidak ada disana dan kau tidak akan tau bagaimana kejadian sebenarnya!" balas Jisoo.

"Jadi kau mau jadi jagoan?"

"Cihh.." Jisoo mulai kesal. "Siapa yang mau jadi jagoan? Sudah bagus aku melindunginya."

"Ya bagaimana tidak si Jennie itu sampai mau membunuh, kekasihnya sendiri saja seorang pembunuh."

Deg...

Lisa berpaling dari hadapan Jisoo dengan tatapan merendahkan dan tak peduli. Jisoo tak ingin memperpanjang hari buruknya ini, ia masuk ke dalam kamar dan membanting pintunya dengan kencang.

"Jisoo.." Lisa bersandar di belakang pintu kamarnya sendiri dan menahan suara tangisnya sekuat mungkin.

"Lisa.." dengus Jisoo, ia membuka laci yang ada di meja kecilnya, mengeluarkan sesuatu dari bawah tumpukan buku. Pistol Glock itu ia isi dengan peluru dan terlihat sudah siap untuk di gunakan.

***

3 Step Closer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang