Tak ada yang tau, ajakan menginap dari gadis bermata kucing itu berujung di atas ranjang hangat dengan tubuh yang benar-benar sudah tak mengenakan apapun lagi.
Kissmark mulai memenuhi tubuh Jennie dan Jisoo, keduanya punya selera tinggi akan seks dan itu terbukti saat ini.
Hari masih sore, tapi kamar itu begitu gelap, hanya cahaya matahari senja yang berusaha menerangi mereka hanya saja terhalang oleh tirai cokelat itu.
"Ngggghhh.." Jisoo mencicipi setiap senti kulit gadis itu tanpa terkecuali satu pun. Buah dada Jennie yang ranum, menjadi daya pikat terkuatnya, selalu menggodanya untuk terus berlama-lama disana. Jennie mengerang ketika gigitan-gigitan kecil Jisoo membuat geli dadanya, ia tak segan mengelus kepala Jisoo dan semakin membusungkan dadanya saat hisapan itu semakin menjadi.
Jisoo turun dari atas kasur dan mencari celananya, di ambilnya sabuk kulit miliknya itu dan ia gunakan untuk mengikat kedua tangan Jennie di sisi atas ranjang.
"Jisoo?!" pekik Jennie saat Jisoo mengencangkan sabuknya. "Apa yang.. Ahhh.." Jisoo melumat mulut cerewet itu yang tak berhenti mengeluh padanya dengan cepat, menjilat kulit leher, dada, dan pusar gadis itu, membuatnya menggeliat tanpa bisa melawan.
Jisoo diam di antara kedua kaki yang terbuka lebar, mengecup perut rata milik Jennie, sungguh beruntung jika ada lelaki yang mendapatkannya, pikir Jisoo.
Sifat kasarnya sudah di luar kendali, ia merusak tubuh Jennie dengan cepat bahkan hanya dengan sebuah ciuman lembut ia membuat Jennie bertekuk lutut di hadapannya.
"Jisoo-yaaaa.." teriak Jennie saat Jisoo berhasil membuatnya menggelinjang karena permainan jarinya.
"Kita sama-sama baru ternyata." gumam Jisoo dengan seringainya.
Jisoo membalikan tubuh Jennie, membuatnya memunggungi dirinya, dengan bentuk d**gy style, ia meraba pantat sekal gadis itu, menamparnya beberapa kali, sampai Jennie berteriak meraung saat panas kulitnya sangat terasa akibat tamparan itu.
Rambut Jennie terurai, membuatnya sangat seksi setiap kali ia menoleh pada Jisoo. Pikiran manusia chickin itu mulai menjauh dari kesadarannya, yang ia lihat hanya Jennie, Jennie dan sifat kasarnya.
Dua jari itu kembali memasuki tubuh Jennie, membuat mendongak dengan desahan parau setiap kali ia menahan rasa nikmat itu. Kedua tangannya yang masih terikat kuat mulai memerah, rasa sakit tangannya hilang saat ia meraih orgasme keduanya di tangan Jisoo.
"Aaahhhh.. Hahhh.." napas Jennie berat meski sudah ia keluarkan dari mulut.
Tubuhnya ambruk seketika saat Jisoo kembali mengembalikan posisinya seperti semula, Jisoo melepaskan sabuk miliknya dari tangan Jennie yang segera memeluk dirinya erat.
***
Jisoo menemui sang ayah yang sudah berdiri di depan lobby Kuma Corps dengan setelan jas hitam itu.
"Ayah menunggu lama?"
"Tidak, hanya 30 menit." Jisoo mendelik sambil membenarkan kacamatanya, kacamata rusak milik gadis culun ini belum sempat ia benarkan, jadi ia selotip seadanya saja.
"Kenapa tidak kau ganti saja dengan kacamata yang baru?" Ayah Jisoo dan puterinya itu akan bertemu dengan Jennie Kim, CEO sombong yang sudah takluk di tangan Jisoo.
"Nanti saja, kalau aku ganti sekarang, aku tidak bisa belajar."
"Ya kau kan bisa beli baru tanpa harus menunggu kacamata itu di betulkan dulu."
"Hemat." jawab Jisoo singkat.
Mereka keluar dari lift, sang Ayah masuk ke dalam ruang rapat sedangkan Jisoo seperti biasa menunggu di ruang tunggu. Ia duduk disana sambil mendengarkan lagu kesukaannya, kemudian membuka sebungkus snack untuk menghilangkan rasa jenuhnya.
"Hai.." sapa Jennie dengan senyuman manisnya seperti biasa.
"Hai juga.." sifat polos Jisoo kembali menghinggapinya. "Kau rapat kan?"
"Tidak, ayahku yang akan memimpin rapat hari ini, aku hanya membereskan pekerjaanku hari ini lalu pulang." Jennie masih teringat dengan kejadian di kamarnya beberapa hari yang lalu.
"Oh begitu." Jisoo terlihat tidak peduli padanya bahkan ia lebih sibuk dengan snacknya sendiri. Jennie merebut makanan milik Jisoo dan membelakanginya. "Hei.."
"Kau sibuk makan sampai mengabaikan aku begitu saja." dengus Jennie.
"Lalu mau mu apa?" pertanyaan konyol yang tak harus Jisoo tanyakan itu terlontar begitu saja.
"Terserah." Jennie pun pergi dengan snack di tangannya meninggalkan Jisoo yang memperhatikannya memasuki lift.
"Mungkin dia lapar." ucapnya polos. "Makanya dia mengambil snack milikku."
***
Hubungan mereka memang semakin dekat, tapi setiap kali Jennie bertemu dengan Jisoo di kampus, ia akan membuat mood gadis bermata kucing itu down. Sikap polos dan culunnya berada di tingkat dewa, sekesal apapun Jennie lampiaskan pada Jisoo ia hanya akan menatapnya dengan datar dan biasa saja.
"Hari ini kau akan mengajariku menggambar lagi kan?" tanya Jennie saat Jisoo duduk di sofa ruang tv nya.
"Tidak. Untuk apa? Kau kan sudah bisa menggambar."
"Lalu hari ini kau ingin mengajariku apa?"
"Bagaimana kalau kita main game?" Jisoo menatap Jennie dengan tatapan menantang.
"Baiklah!! Aku akan mengalahkanmu!!" teriak Jennie bersemangat.
Hobi Jisoo bermain game memang tidak usah di ragukan lagi, jika hanya melawan Jennie saja, ia bisa menang banyak.
"Kita main game sepakbola ya?" tawar Jennie.
"Hah?" Jisoo mulai di serang kepanikan saat Jennie mengucapkan kata itu.
"Sepakbola, aku sering memainkan game ini dengan ayahku." Jisoo terdiam dan mengangguk pelan, ia hanya menurut saja meski kenyataannya ia sangat bodoh dengan game itu.
"Kenapa kita tidak main tembak-tembakan saja?" tawar Jisoo.
"Ini saja, lagi pula aku tidak bisa memainkannya. Nanti ajari aku ya."
***
10 menit berjalan, Jisoo masih berkutat dengan kepanikannya sedangkan Jennie duduk dengan santai.
"Yang kalah, harus membuka bajunya." tantang Jennie, tapi tak ada jawaban dari Jisoo.
Tak ada yang bisa Jisoo lakukan saat ia memaksakan dirinya untuk menang meskipun kehilangan celana, kaos dan jaketnya, sedangkan Jennie hanya kehilangan celana dan kaosnya saja.
"Hai pecundang.." ejek Jennie sambil menatap Jisoo.
"Siapa yang kau bilang pecundang hah?" ia menyimpan stick miliknya, menarik Jennie ke pangkuannya dan memeluk pinggang gadis itu erat.
"Kau adalah pecundang!!
"Itu hanya keberuntunganmu saja." cubit Jisoo tepat di hidung Jennie.
"Ajari aku bermain game tembak-tembakan." pinta Jennie, ini hanya akal-akalannya saja.
Jisoo memegang kedua tangan gadis itu, mengarahkan jarinya untuk menekan tombol yang tepat.
Moment seperti inilah yang Jennie inginkan, hanya di saat seperti ini Jisoo dapat membuatnya nyaman. Gadis itu terlihat sangat dewasa tanpa kacamata dan sikap culunnya, tapi kenapa dia sangat berbeda saat mereka bertemu di kampus?
"Kau menang.." ucap Jennie saat Jisoo lebih banyak bermain daripada dirinya.
"Menang? Aku kan mengajarimu. Daritadi kau tidak memperhatikan ya?" Jisoo menatap Jennie dengan heran.
"Kau memenangkan hatiku.." Jennie tersenyum lebar.
***