Ketika semua mahasiswa yang lulus sibuk dengan kelulusan mereka, berbeda dengan Jisoo. Ia dengan segera pergi menggunakan toga miliknya ke sebuah mobil yang di bawa oleh sang Ayah.
"Mau kemana?" tarik Jennie, kekasihnya itu sangat cantik bahkan pada acara kelulusan mereka, Jisoo tak dapat fokus sama sekali saat sidang senat hanya karena kecanduan melihat seorang Jennie Kim.
"Aku ada urusan dengan Ayahku, kau pulang jam berapa? Mau aku jemput?" Jisoo melepaskan topinya kemudian menggendong tas ranselnya.
"Aku bawa mobil, aku bisa pulang sendiri."
"Baiklah, jangan terlalu lama disini. Kalau butuh apa-apa minta tolong Lisa saja." Jisoo mengecup kening Jennie singkat kemudian berlari menghampiri sang Ayah yang sudah menunggunya.
"Kenapa lama sekali?" Jisoo menoleh ke arah ayahnya sambil memasang sabuk pengaman.
"Tadi aku pamit dulu pada Jennie."
"Bukannya ayahnya sudah pernah bilang padamu tentang itu?"
"Tentang apa?" Jisoo pura-pura tidak mengerti.
"Tentang kau dengan Jennie."
"Kami hanya berteman dan soal itu, aku bisa membuat Jennie sedikit beradaptasi dengan keadaan ekonomi keluarganya sekarang. Tenang saja." senyum Jisoo.
"Kau berpacaran dengannya?" Ia menelan ludahnya sendiri dan tak ingin menatap sang Ayah lagi. "Kim Jisoo.." Jisoo enggan menjawabnya dan berlagak tak mendengar apapun. "Kim Jisoo jawab Ayah."
"Tidak."
"Tidak salah lagi?" Tuan Kim tau jika anaknya tak pernah bisa berbohong padanya. "Jawab Ayah dengan jujur." mobil itu masuk ke dalam halaman parkir Kuma Corp.
"Tidak." Jisoo buru-buru melepaskan sabuk pengamannya.
"Bagaimana kau bisa menjadi seorang pemimpin sebuah perusahaan besar seperti Kuma Corp jika kau jujur pada ayahmu saja tidak bisa?" anak perempuannya itu terdiam tak bergeming. "Bagaimana kau bisa menjadi seseorang yang patut di percaya oleh kekasihmu sendiri jika Ayah saja tak percaya padamu?" Tuan Kim menghela napasnya kemudian tersenyum sambil mengelus kepala putri tunggalnya.
"Arsitek tak akan bisa berbohong, sekali ia berbohong, tak akan ada lagi yang menggunakan jasanya. Tak hanya arsitek bahkan Jennie pun jika ia berbohong kau akan ragu untuk mempercayainya kan?" Akhirnya Jisoo menoleh pada Ayahnya meskipun dengan wajah ragu. "Kau boleh menyembunyikan itu, tapi ingat, kau akan memberitahukan hal itu cepat atau lambat." Jisoo mengangguk patuh. "Dan ayah sudah tau." Tuan Kim keluar dari mobilnya sambil di tatap oleh Jisoo dengan wajah melongo.
Tok.. Tok..
"Ayahnya Jennie menunggumu, cepatlah!!" ketuknya membuyarkan lamunan Jisoo.
"Semoga tidak di sidang oleh double Kim." dengusnya.
***
"Semua sudah siap, saham milikmu 60%, pegawai, sistem, semuanya sudah siap. Yang perlu kau pikirkan adalah bagaimana agar mereka dapat bekerja sama denganmu dengan sangat baik. Komunikasi itu perlu." Jisoo mencatat semua yang di sebutkan dalam rapatnya kali ini bersama CEO Kuma Corp pusat, lelaki yang bermarga sama dengan Ayahnya sendiri. "Semua sudah di jelaskan oleh penanggung jawab, ada yang ingin kau sampaikan?"
"Rahasiakan ini dari Jennie sampai saatnya tepat. Ya mungkin aku akan membuat sedikit kejutan untuknya."
"Baiklah, ada lagi?"
"Hmm.. Mungkin.."
"Tuan Kim, Jennie ada di luar."
"Ah yang benar saja.." Jisoo tiba-tiba segera masuk ke bawah meja rapat yang membentuk sebuah lingkaran dengan cepat. Ia bersembunyi serapi mungkin agar Jennie tak menyadari adanya ia disitu. Kedua Tuan bermarga Kim saling berpandangan dan bersikap biasa saja saat Jennie masuk dan duduk di dekat ayahnya Jisoo.
"Ada apa? Ayah sedang rapat."
"Lanjutkan saja." Jennie duduk di kursi yang masih hangat di tinggal oleh pantat kekasihnya itu. Dengan semua tenaganya, Jisoo berdiam diri sambil tetap mencatat hal-hal penting yang masih di sampaikan oleh Ayahnya Jennie.
***
"Terima kasih sudah membantuku." Jisoo menyimpan berkas-berkas yang ia pegang saat ia mengantarkan asisten Tuan Kim setelah mengurus semua kebutuhannya di gedung baru minggu depan.
"Ya, sama-sama. Lagi pula berkas-berkas itu nantinya akan menjadi temanku juga." senyum Jisoo miris setelah pandangannya malah menemukan semakin banyak tumpukan yang berada di sudut ruangan. "Bolehkah aku ikut cuci tangan?" Jisoo menunjuk westafel yang ada di ruangan itu.
"Tentu saja, silahkan." ucapnya dengan manis.
"Sebaiknya aku menghubungi Jennie setelah dari sini, lalu kami makan, pulang, naena, apalagi ya.." pikiran Jisoo tak jauh selalu berputar di sekitar situ. Ia segera mengernyitkan dahinya saat kran air yang hendak ia nyalakan malah tidak berfungsi. "Ini.. Bagaimana ya?" tanyanya saat tangannya sudah berlumuran sabun cuci tangan.
"Tidak bisa? Macet?" perempuan cantik itu membantu Jisoo menyalakan kran air yang macet, sedangkan Jisoo masih diam dengan semua busa sabun yang semakin banyak.
Syuurrr..
"Akkhhh!!" perempuan itu memekik ketika air kran nya menyembur tepat ke kemeja putihnya. Tak ia sia-siakan, Jisoo segera mencuci tangannya dan menutup kran yang bocor dengan lap tangan di dekatnya.
"Kau basah.. Sebentar.." Jisoo menyambar beberapa tisu dan membantunya mengeringkan pakaiannya secepat mungkin. "Maaf merepotkanmu." basah yang sampai menyentuh dada asisten itu bukan menjadi alasan Jisoo mengelapnya sampai kesana, tapi karena disana memang basah. "Sekali lagi, maaf ya.."
"Uhh.." lenguhnya.
"Tzu.." Jennie terdiam di ambang pintu saat tangannya bahkan belum melepas gagang pintu ruangan perempuan itu. Jisoo dan perempuan bernama Tzuyu itu tetap berkutat dengan tisu dan adegan basah-basahan mereka.
Jennie semakin menekuk wajahnya saat melihat Tzuyu menggigit bibir bawahnya sendiri ketika Jisoo menyentuh area dadanya.
"Empuk ya?" Jisoo segera menoleh dengan tampang gelagapan dan Tzuyu yang hanya terdiam di tempat.
"Jennie?"
"Urusanmu disini? Dengannya?"
"Hmm? Bukan bukan." elaknya cepat. "T-tadi.. Aku mengantarkannya.."
"Mengantarkannya?" tatapan Jennie membuat Jisoo terhuyung ke belakang, kekasihnya itu melangkah mendekat sambil membawa setumpuk berkas lain. Ia membanting berkas itu ke meja dan berhasil membuat Tzuyu terkejut.
"I-iya aku mengantarkannya kemari, membantunya membawa berkas-berkas." jelas Jisoo dengan suara yang terbata-bata.
"Kau yang membawakannya berkas-berkas? Memangnya dia tidak bisa bawa sendiri?" Jisoo kebingungan dan tak tau harus bagaimana, tapi begitulah keadaannya ia hanya mencoba untuk membantu Tzuyu, asisten Tuan Kim, Ayahnya Jennie. Jennie pergi begitu saja sambil menatap tajam ke arah Tzuyu, diikuti oleh Jisoo dengan wajah ketakutannya.
"Call me.." goda Tzuyu saat ia memegang kartu nama Jisoo yang terselip di berkas miliknya untuk minggu depan. Jisoo hanya tersenyum miris kemudian pamit pergi, tapi ia kembali berjalan mundur saat Jennie kembali dengan emosinya yang belum reda.
"Berani kau menggodanya, aku pecat kau!" gertak Jennie dan Tzuyu seketika terdiam. "Pulang!! Tidak bisa lihat yang bening-bening sedikit saja.." ceracau Jennie sambil menarik baju Jisoo seperti menjinjing anak kucing.
"Ampun.." Harimau itu kini menciut di depan kekasihnya.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/144402820-288-k267702.jpg)