Jennie tertunduk lemas di sofa ruang tamunya, tangan kekar sang Ayah hanya bisa mengelus kepala putri satu-satunya itu dengan lembut.
"Maafkan Ayah, Jen.." lelaki bermarga yang sama dengan ayah kekasihnya itu tak tega saat melihat Jennie berlinang air mata dan mulai menangis.
Lelaki itu pergi meninggalkan Jennie sesaat setelah sang Ibu bergantian menenangkannya.
"Semua bisa saja terjadi, bahkan hal yang tidak kita tau seperti ini, sangat bisa terjadi Jen.." Jennie memeluk erat tubuh Ibunya kemudian menangis sejadi-jadinya dalam diam. "Mulai sekarang, belajarlah menjadi gadis biasa, ibu yakin kau bisa melakukannya. Berhematlah karena ayah dan ibu harus menyisihkan uang saku bulananmu untuk kebutuhan perusahaan." begitulah nasehat yang ibunya berikan. Tuan Kim akhirnya buka bicara tentang perusahaannya yang mendekati kebangkrutan pada Jennie, meskipun ia sudah tau tapi kenyataan yang diberikan padanya adalah ayah Bryan, pelaku bully masa kecil Jisoo yang memakan uang perusahaan ayahnya, dan gedung yang di buat oleh Jisoo beserta sang ayah terancam gagal selesai.
Tuan Kim menggenggam erat sebuah map berwarna biru di tangannya, ia pergi sambil mengecup lembut pucuk kepala Jennie.
"Ayah ada urusan, ayah pergi dulu." Jennie masih belum berhenti untuk menangis meski sang ayah sudah keluar dari pintu rumah mereka. "Semoga Jisoo bisa membantuku." gumam lelaki itu.
***
"Jennie.." Jisoo menoleh ke setiap lorong kampusnya saat ia baru tiba disana. "Apa dia tidak ke kampus hari ini?" ia berjalan seperti gadis culun biasanya tanpa mempedulikan orang lain yang mulai menatap aneh padanya.
"Pagi, Jisoo.." sapa seorang lelaki.
"Pagi." jawabnya singkat.
"Mau kemana?"
"Kantin."
"Sendirian saja?"
"Iya."
"Mau aku temani?"
"Tidak." Gerald hanya menggeleng pelan berusaha bersabar dan tetap berjalan di samping Jisoo.
"Baiklah, hati-hati ya. Kalau ada apa-apa hubungi saja aku." Gerald pun berbelok ke lorong lain dan berpisah dengan Jisoo.
"Perasaanku tidak enak, ada apa ya?" Jisoo tampak gelisah, ia duduk di sana sendirian ketika banyak mahasiswa bersama teman-temannya.
Seseorang menyodorkan segelas susu cokelat ke arahnya dan duduk dengan manis di seberang meja.
"Minumlah." senyum lebar Lisa menyapa Jisoo saat gadis itu terus menatapnya. "Kan tak ada salahnya jika minum susu cokelat pagi-pagi."
"Terima kasih, Lisa." Jisoo menggenggam gelas itu dengan tatapan kosong seperti memikirkan sesuatu.
"Kau tidak apa-apa?"
Kraakk..
Sebuah kunci mobil lengkap dengan gantungan bergambar anjing pomeranian berwarna cokelat bernama Kuma kesayangan Jennie itu di lemparkan oleh seseorang ke arah meja mereka berdua. Jisoo dan Lisa menoleh ke arah kunci mobil ferrari itu dan mendongak ke atas.
"Tak ada salahnya kalau aku membeli mobil mewah bekas kan?" ucap Bryan dengan sombong dan duduk menghadap ke arah Jisoo, jarak mereka sangat dekat bahkan kedua paha mereka pun bersentuhan. "Selamat pagi culun.." coleknya tepat di dagu Jisoo, Lisa memalingkan wajahnya, enggan menatap mereka lama-lama.
"Darimana kau dapatkan kunci mobil itu?"
"Aku orang kaya, kau tak perlu tau darimana aku membelinya. Kau tak akan mampu." toyor Bryan pelan.