#8 The Fact Is..

6K 707 17
                                    

"Jisoo-ya.." Panggil Rose ketika Jisoo berjalan di depannya. Si kutu buku itu tetap sibuk dengan pekerjaannya meskipun sebenarnya tak terlalu banyak tugas yang di berikan.

"Hmm?" Jisoo menoleh, menemukan gadis tinggi, putih, dan cantik di depannya tersenyum manis.

"Aku, mau menanyakan beberapa hal." ucapnya pelan.

"Hmm, baiklah." Jisoo dan Chaeyoung duduk di kursi yang ada di dekat mereka.

"Jadi begini, untuk tugas tim itu, apa kau sudah punya teman untuk melakukannya?" Chaeyoung berbicara dengan jarak pandang dekat, cukup dekat hanya untuk sekedar berbincang.

"Sebenarnya sudah, maaf ya, kalau aku tau jika kau masih belum punya rekan kerja, aku mau menemanimu." Jisoo berusaha membuat gadis itu tidak kecewa dengan jawabannya.

"Oh, begitu ya." jawabnya dengan raut wajah kecewa, usaha Jisoo gagal. "Siapa rekan kerjamu?"

"Kim Jennie." jawab Jisoo singkat.

"CEO muda itu? Kau dibayar untuk bekerja sama dengannya?"

"Hmm, Chaeyoung-ah. Untuk rekan kerja, aku tidak di bayar, tapi untuk merancang sketsa gedung baru perusahaannya, aku di bayar." Jisoo merasa aneh saat Rose membahas hubungannya dengan Jennie hanya karena uang.

"Tapi Jennie kan punya banyak uang untuk sekedar membayarmu, apalagi kau kan pintar, banyak yang mau belajar denganmu. Kau kan bisa cari rekan kerja yang lebih pintar, mungkin Gerald, atau siapa lah, kenapa harus Jennie?" racau Rose pada Jisoo. Gadis berzodiak capricorn ini berusaha tetap tenang menghadapi teman satu angkatan yang ada di depannya itu.

"Bukan begitu, ini bahkan bukan masalah uang sama sekali." Jisoo berusaha menjelaskan sesabar mungkin.

"Lalu kenapa? Atau kau menjadi rekannya karena dia sekarang menjalin hubungan dengan dosen muda itu?" Jisoo tertegun, ia mendelikan matanya dan berpikir keras.

"Maksudmu?"

"Masa kau tidak mengerti apa maksudku? Atau jangan bilang kau sebagai asisten dosen itu sendiri tidak tau jika ia memiliki hubungan serius dengan Jennie?"

"Sebentar." Jisoo mengambil ponselnya lalu menelpon Lisa yang berbeda jurusan dengannya. "Untuk urusan ini sepertinya aku sangat tidak paham karena ini sebenarnya bukan urusanku." setelah ia selesai menghubungi Lisa, Jisoo kembali melanjutkan ucapannya, Jisoo merasakan ada rasa sakit di dadanya setiap kali ia mengulang nama Jennie. "Untuk rekan kerja, kau boleh cari orang lain untuk tim mu, jika kau kesulitan, aku akan membantumu sampai tugasnya selesai." jelas Jisoo bersamaan dengan datangnya Lisa.

"Kenapa?" tanya Lisa yang datang dengan wajah bingung.

"Kenapa kau kemari?"

"Aku di hubungi oleh Jisoo, ada apa?" tunjuk Lisa pada Jisoo.

"Hah? Tak ada apa-apa. Kau tidak ada urusan disini.." Rose balik menyerang Lisa yang masih terlihat kebingungan.

"Tadi aku disuruh kesini, Rose.."

"Tidak ada urusannya denganmu!! Kan sudah ku bilang.." selagi Rose menyerang Lisa karena kedatangannya, Jisoo segera pergi dengan cepat menghindari mereka.

"Aku memang Jennieus.." tawanya jahat. "Eh, jenius ya?" pikirnya.

***

"Lama menunggu?" Jennie datang ke kafe tempat mereka pertama kali makan bersama kemudian duduk di samping Jisoo.

"Ini anggaran biaya untuk gedungnya." Jisoo memberikan laptopnya agar Jennie bisa melihatnya sendiri.

"Jadi ini semua untuk 1 gedung dengan lantai, sesuai dengan permintaannya. Jika lantainya ingin di kurangi, tinggal di potong saja kebutuhan per lantainya." jari jemari Jennie tidak bisa melepaskan tangan Jisoo kemana pun ia menjalankan kursor mouse laptop miliknya. Ia bersandar di bahu Jisoo dengan manja sambil mendengarkan gadis itu menjelaskan padanya.

"Kau kirimkan ke emailku saja, biar nanti ayahku yang memikirkannya." jawab Jennie dengan malas.

"Ini kan tugasmu, Jen.." Jisoo mengelus pelan rambut gadis itu, menyisipkan rambut cokelatnya ke telinga, dan menatapnya lama.

"Biarkan saja.."

"Kau sedang malas denganku atau bagaimana?" tanya Jisoo yang masih menatap layar laptopnya.

"Jen.." Seorang lelaki menepuk pundak Jennie, membuatnya terbangun dari bahu Jisoo dan menatapnya.

"Jadi pergi hari ini?" tanya Toby dengan pakaiannya yang tidak terlihat seperti seorang dosen.

"Jadi.. Nanti aku menyusul." Jisoo dengan tatapan datarnya hanya memperhatikan Jennie dan Toby yang berencana akan pergi bersama itu. Ia menutup laptopnya dan membereskan barangnya dengan segera.

"Jisoo, aku.."

"Hati-hati di jalan." ucap Jisoo dengan senyuman yang tidak seperti senyuman untuk Jennie, senyum terpaksanya itu di iringi dengan perginya Jisoo sambil mengecup pucuk kepala Jennie dengan lembut. "Jangan pulang larut.." bisiknya kemudian mengacak rambut gadis bermata kucing itu dan pergi sambil membawa iced americano kesukaannya.

"Jisoo.." Jennie segera merubah raut wajahnya, ia mulai cemberut sambil membawa tasnya dan menemui Toby di luar.

Mobil ferrari merah yang sekarang menjadi favoritenya pun masih terparkir rapi, ia berdiri di samping mobil milik Toby sambil memperhatikan Jisoo yang masuk ke dalam mobil dan pergi tanpa menoleh ke arahnya sedikit pun.

"Kenapa dia?" tanya Toby saat Jennie masuk ke dalam mobil setelah ferrari merah itu pergi.

"Tidak, ayo pergi.." dengus Jennie kesal.

***

Jisoo meraba perut ratanya di depan cermin besar di kamarnya. Ia berjalan mondar mandir, sambil sesekali kembali mengerjakan sebuah sketsa bangunan di meja gambarnya. Ia melirik ke arah ponselnya sendiri, ponsel itu bergetar karena ada panggilan masuk untuknya, tapi ia mengabaikannya dan kembali bekerja.

"Jangan sibukan dirimu hanya untuk memikirkannya, Jisoo.." ucap Jisoo pada dirinya sendiri. Ia menyelipkan sebuah pensil ke telinganya kemudian menghapus garis yang salah. Ia menyimpan pensilnya dan duduk terdiam sambil melamun.

Beberapa kali panggilan itu tidak terjawab, Jisoo tau siapa yang menelponnya malam-malam begini, tapi ini baru saja jam 7 malam. Ia membuka laptopnya, memutar playlist lagu kesukaannya dengan volume kencang dan menyimpan ponselnya di bawah bantal. Ia benar-benar sedang tak ingin di ganggu malam ini.

Tok.. Tok.. Tok..

Jisoo menoleh ke arah pintu dan tanggapannya masih sama, ia diamkan begitu saja.

Boxer hitam dan singlet hitam dan hoodie abu yang ia pakai malam ini, tak mengalahkan udara dingin yang masuk dari jendela kamarnya.

"Tapi lama-lama panas juga." keluhnya kemudian membuka lagi hoodienya dan membuangnya ke kasur.

Ia meraih ponselnya dan menemukan 10 panggilan tak terjawab dari Jennie Kim, ia melemparkan lagi ponselnya dengan wajah malas, ia benar-benar masih teringat ucapan Rose tentang Jennie tadi siang.

Tok.. Tokk. tok..

"Yang benar saja?" dengus Jisoo kemudian berjalan ke arah pintu kamarnya dan membukanya. "Apa orang itu tidak bosan mengetuk pintu kamarku?"

"Iced Americano untukmu.." pemilik senyuman dari deretan gigi susu yang menggemaskan itu sudah berdiri di depan kamarnya sambil mengangkat sebuah plastik berisi 2 gelas iced americano dan 1 box chickin. "Makan malam denganku?" tawarnya.

"Jennie.."

"Hai, Sayang.." Jisoo terdiam tanpa senyuman di bibirnya.

***

3 Step Closer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang