☁️☁️☁️
Mendung, gumpalan awan kelabu yang menimbulkan tanya atas kehadirannya, mengenai tangis awan yang akan terjatuh atau malah teredam. Layaknya rasa cinta yang terpendam, menimbulkan tanya akibat ketidakpastian yang ada. Apakah yang mencinta perasaannya terbalaskan, ataukah bertepuk sebelah tangan?
Hujan, tangisan awan kelabu yang tidak dapat lagi teredam. Mahakarya Tuhan yang diharapkan membawa kemakmuran dan kesuburan bagi bumi manusia. Tidak jarang orang membencinya, mencaci maki dirinya, tanpa tahu mereka tidak bisa hidup tanpanya.
Arshy, gadis manis yang menyukai segala hal yang berhubungan dengan langit, termasuk hujan. Dirinya beranggapan bahwa dari hujan kita dapat mempelajari banyak hal. Lihatlah hujan, meski selalu dihempaskan oleh awan, ia tetap sabar dan terus kembali ke awan. Alasannya tidak muluk-muluk, jika ia tidak kembali, siapa yang bertanggung jawab atas kesuburan bumi ini?
Filosofi hujan membawa kita mengerti akan arti kehidupan. Mengenai mengikhlaskan juga mensyukuri apa pun yang Tuhan telah gariskan. Bersama langit dengan sejuta ekspresi yang selalu menerima apa pun tingkah dari semesta juga buminya.
☁️☁️☁️
"Hanya sampai di sini kamu bisa bertahan buat aku?" Mendengar pertanyaan dari seorang pria yang tengah berada di sebelahnya, Arshy tersenyum kaku sambil memandang langit di atas sana. Dirinya belum berani untuk memandang wajah pujaan hatinya, “untuk apa bertahan di dalam ketidakpastian? Sementara, ada yang tengah memberimu kepastian," jawabnya dengan mantap, membuat pria itu menghela napas panjang.
"Siapa?" tanyanya. "Allah,” jawab Arshy tanpa ragu, membuat pria itu menaikkan alisnya tanda tidak mengerti akan jalan pikir Arshy. "Allah yang memberiku kepastian. Cukup aku salah berharap pada hamba-Nya. Padahal, belum tentu hamba-Nya yang kuharapkan juga mengharapkan diriku. Cinta-Nya telah terbukti, bukan seperti Cinta hamba-Nya yang membuatku mencinta seorang diri.” Arshy menjelaskan dengan seksama, menuangkan segala isi hatinya lewat kata-kata indah nan membuai jiwa.
"Aku memang tak bisa memberimu kepastian, tapi kamu salah. Kamu tak mencinta seorang diri, cintaku ada untukmu." Satu kalimat, 17 kata, 91 huruf, mampu membuat Arshy membeku di tempat. Jantungnya terasa berhenti berdetak, darahnya berdesir, ia tidak tahu harus bilang apa lagi. Karena pada dasarnya, mereka memendam rasa yang sama.
Namun, bukan kah mereka telah keliru? Rasa itu, rasa yang sebenarnya tidak boleh ada. Mereka telah melanggar, mereka hampir mendekati zina, zina mata, zina ucapan, hati mereka telah berzina. “Boleh kah aku khilaf sekali ini saja? Membiarkan rasaku untuknya terus ada. Mengharapkan dia. Bukan kubermaksud menduakan Rabbku, tetapi hati ini tidak dapat lagi kucegah. Hatiku menginginkan cintanya,” batin Arshy menentang logika juga separuh hatinya.
"Aku memanglah tak dapat menjamin, bahwa kita akan ditakdirkan bersama. Namun, boleh aku meminta? Bantu aku, bertahanlah di sisiku, sampai aku bisa merayu Sang Maha Cinta, untuk mengikhlaskan kamu membagi sedikit cinta untukku. Sehingga, kita bisa bersama, sampai Dia sendiri yang akan mencabut rasa itu.”
☁️☁️☁️
KAMU SEDANG MEMBACA
Arshy ✓
Teen FictionKisah romansa anak remaja. Mencinta, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan menyentuh, memandang pun enggan, karena teringat akan dosa yang memenjara. Hendak menunggu waktunya tiba, tetapi rasa telah membuncah kian bertahtah. Apalah daya, bers...