Kekecewaan adalah salah satu rasa yang menjadi pelopor timbulnya kemarahan.
~Abigail Khafidz Ar-Rahman~
☁️☁️☁️
Perjuangan mereka tidak sia-sia. Kini event yang dilaksanakan oleh organisasi Rohis bergandengan dengan pensi berjalan dengan lancar. Saat ini semua anggota rohis sedang berkumpul untuk pengecekan kembali persiapan mereka sebelum mulainya acara ba'da Isya nanti.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu," salam pak Darma, Pembina Rohis kepada anak-anak rohis. "Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatu," jawab anak rohis serentak, tidak terkecuali Arshy dan Abigail yang duduk berdampingan.
"Baik, Anak-anak. Bapak sangat salut dengan kinerja kalian. Lanjutkan dan tingkatkan. Bapak tunggu berita baiknya," ujar Pak Darma Kemudian. "Pokoknya, Bapak serahkan semua tanggung jawab kepada Abigail dibantu oleh Arshy dan tentunya Anisa serta Rael juga ikut andil," ujar pak Darma sebelum meninggalkan mereka menuju kursi khusus guru di depan panggung Pensi. Namun sebelum ia benar-benar pergi, ia menyempatkan diri untuk menepuk bahu Abigail bermaksud memberikan semangat kepadanya.
"Ok, teman-teman. Semangat! Kalian semua sudah tau kan tugas masing-masing? Oleh karena itu selepas Isya nanti langsung menuju ke posisi, yah?" instruksi Abigail dengan tegas.
"Oh, iya. Bagi perempuan yang berhalangan salat, ikut aku memeriksa kembali stand stand kita dan kontestan-kontestan kita." Kali ini Arshy yamg memberikan instruksi.
☁️☁️☁️
SMA Pelita malam ini dipenuhi dengan stand stand makanan, minuman, aksesoris, buku-buku, pakaian dan tentunya penampilan-penampilan kontestan baik kontestan perwakilan dari osis, rohis, maupun organisasi lainnya.
Di sana, para panitia acara sangat sibuk dari masing-masing organisasi. Ada yang menjaga stand, sebagai host yang kebetulan anak rohis, pengantar makanan untuk para tamu, ada pula yang bertugas mengawasi jalannya acara seperti halnya Abigail dan Arshy.
Untuk Abigail sendiri, tugasnya berlipat ganda. Karena ia pun harus menjaga Arshy dari laki-laki lain, baik yang memperhatikan Arshy secara sembunyi-sembunyi maupun yang memperhatikannya secara terang-terangan. Sehingga tidak satupun dari mereka yang berani mendekati Arshy.
"Kak Abigail, ngapain ngikutin aku?" tanya Arshy setelah sadar bahwa Abigail selalu mengikuti kemana pun ia pergi. "Siapa yang ngikutin?" tanya Abigail mengedarkan pandangannya ke segala arah, melihat sekitarnya seakan tidak mengerti perkataan dari Arshy. "Kak Abi," tunjuk Arshy di depan wajah Abigail. "Gue?" tanya Abigail lagi sambil menunjuk dirinya sendiri, Arshy membalas dengan anggukan kepala. "GR," ujar Abigail lalu meninggalkan Arshy yang merasa bingung akan apa yang terjadi.
Belum lama Abigail meninggalkan Arshy, datang dua orang siswa dari sekolah lain ingin mengajaknya berkenalan. Untung saja Abigail tidak benar-benar meninggalkan Arshy tanpa pengawasan. Dengan sigap Abigail datang membuat kedua siswa tersebut pergi, karena mereka tahu tidak baik berurusan dengan Abigail, anak pemilik yayasan.
"Makanya gak usah jauh-jauh dari gue," ujar Abigail berjalan berdampingan dengan Arshy. "Kan Kakak yang ninggalin aku," ucap Arshy dengan polosnya. "Jadi ceritanya tadi gak mau ditinggal?" goda Abigail, membuat semburat merah di pipi Arshy terlihat samar. "Eh?" Arshy terdiam sambil berjalan terus berdampingan dengan Abigail.
Sampai mereka bertemu dengan Zafran, Arby, Shera, serta Nessa tengah makan di salah satu stand makanan. "Cowok!" panggil Zafran kepada Abigail. "Apa?" jawab Abigail ketus. "Ketus amat, Bang. Sama siapa tuh? Owalah sama Kakak ipar toh," ledek Zafran yang lagi-lagi membuat semburat merah di wajah Arshy, kini terlihat kentara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arshy ✓
Teen FictionKisah romansa anak remaja. Mencinta, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan menyentuh, memandang pun enggan, karena teringat akan dosa yang memenjara. Hendak menunggu waktunya tiba, tetapi rasa telah membuncah kian bertahtah. Apalah daya, bers...